Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Rahasia Istri yang Terlantar
Gairah Liar Pembantu Lugu
Kembalinya Mantan Istriku yang Luar Biasa
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Sang Pemuas
Bzztt.. Bzztt... Bzzztt...
Suara getaran ponsel yang menggelegar memenuhi seisi ruangan yang saat itu begitu sunyi. Mariana Gojali melihat ke arah ponsel tersebut sambil mengantuk, ia lalu mengambilnya dari laci atas laci kecil di sisi tempat tidurnya. Ketika ia melihat nama yang muncul di layar ponselnya, dengan segera ia mengangkat panggilan tersebut.
Ia takut jika ia tidak segera mengangkatnya, maka panggilan tersebut akan di akhiri.
"Halo, Se-selamat pagi." Suaranya sedikit bergetar, ia jelas terdengar gugup dan cemas.
Entah mengapa, setiap saat menerima panggilan dari nomor tersebut, Mariana selalu gugup. Sekarang, meskipun ia tahu bahwa orang yang meneleponnya tidak dapat melihatnya, secara refleks ia merapikan rambutnya yang acak-acakan.
"Aku akan pulang hari ini," kata seorang pria yang memiliki nada suara rendah dari sisi lain telepon.
Jantung Mariana berdegup dengan kencang. Untuk beberapa saat ia tidak bisa mengatakan apapun, kemudian dengan terburu-buru ia mengajukan beberapa pertanyaan," Baiklah, apakah ada yang perlu kusiapkan? Kamu ingin makan apa? Apa aku harus menyiapkan sesuatu untuk-"
"Tidak, tidak perlu." Pria tersebut memotongnya dengan nada dingin, seolah ia berbicara dengan orang asing, dan bukan istrinya.
Pria yang meneleponnya di pagi hari itu adalah suaminya, namun karena sejak awal ia memperlakukan Mariana seperti itu, maka Ia sudah terbiasa akan sikapnya itu.
"Jerry Sitohang.." Sambil meletakan tangannya di perutnya, Mariana menggigit bibir bawahnya dan akhirnya memutuskan untuk memberitahukan suaminya tentang kabar baik yang belum sempat ia beritahukan sebelumnya. "Aku.. Sepertinya, aku..."
"Aku harus pergi sekarang, sudah dulu ya."
Jerry tiba-tiba mengakhiri panggilan tersebut.
Sambil terus memegang ponselnya, Mariana tersenyum getir dan menyelesaikan kalimat yang belum sempat ia ucapkan. "Sepertinya aku hamil."
Mariana dan Jerry sudah menikah untuk waktu yang cukup lama, mereka menikah sekitar tiga tahun lalu. Mariana tinggal bersama keluarga Sitohang, sedangkan suaminya, tinggal di Villa Daun Mas. Selama tiga tahun menikah, baru pertama kali mereka bisa tidur bersama, tepatnya di bulan lalu. Saat itu Jerry sangat mabuk sehingga alih-alih pulang ke Villanya, ia pulang ke tempat tinggal keluarga Sitohang. Gojali tahu, besar kemungkinan Jerry tidak ingat apapun yang terjadi malam itu.
Baru saja ia merasa kehadirannya dalam keluarga tersebut tidak di butuhkan, tanda diduga ternyata ia sedang mengandung.
Namun, Dia ragu untuk memberitahukan kabar tersebut kepada Jerry suaminya, karena ia tidak tahu bagaimana reaksi suaminya.
Ia menggelengkan kepalanya beberapa kali dan berusaha untuk tidak memikirkan hal tersebut. Pada akhirnya, Mariana juga tidak begitu peduli dengan bagaimana cara Jerry memperlakukannya. Lagipula, Jerry telah memenuhi keinginan masa mudanya, yaitu menikahinya. Saat ini, hal itulah yang terpenting baginya.
Mariana turun dari ranjangnya lalu menuju ke lantai bawah untuk menyiapkan sarapan. Meskipun saat itu masih terlalu pagi untuk menyiapkan sarapan, ia takut jika suaminya kembali lebih cepat, dan saat Jerry kembali, ia belum selesai menyiapkan sarapannya.
Ia menyibukkan dirinya di dapur selama kurang lebih dua jam. Satu-persatu anggota keluarga Sitohang keluar dari kamarnya dan memasuki ruang makan, namun ia belum melihat suaminya.
Sepanjang hari, Mariana menghabiskan waktunya di lantai bawah, menyibukan dirinya dengan melakukan berbagai kegiatan rumah tangga. Saat malam tiba, ia merapikan meja makan, lalu memperhatikan pintu, menunggu anggota keluarga Sitohang pulang.
"Mariana, aku perhatikan kamu terus melihat ke arah pintu, ada apa? Apa Jerry pulang malam ini?" Nita Margaret, yang saat itu sedang duduk di ruang keluarga dan menonton TV, memperhatikan Mariana dengan penasaran.
"Iya."
Nita tidak menyukai jawaban santai dan singkat Mariana. "Kamu ini benar-benar wanita yang tidak sopan ya! Apa kamu tidak paham bagaimana cara yang tepat untuk memanggilku? Aku tahu aku bukanlah ibu kandung Jerry, namun tetap saja, kamu harus memperlakukanku dengan hormat, bukan?"
Bukannya merespon wanita tersebut, Mariana hanya menundukan kepala dan melanjutkan membersihkan meja makan. Selama tiga tahun pernikahannya dengan Jerry, Nita adalah orang yang paling banyak bersinggungan dengannya. Lama-kelamaan, ia mengerti bahwa lebih baik bagi dirinya untuk diam saat Nita menemukan kesalahan pada dirinya, karena selama ia tidak membantahnya, Nita akan meninggalkannya setelah beberapa saat. Sebaliknya, jika Mariana membalas perkataan Nita, maka Nita akan menceramahinya habis-habisan.
"Halo, aku sedang bicara padamu. Apa kamu ini bodoh ya?" Nita menaikkan nada bicaranya saat menyadari bahwa Mariana mengabaikannya.
"Kamu ini sudah menikah dengannya selama tiga tahun, tapi Jerry jarang sekali pulang ke rumah ini. Apa tidak sebaiknya kamu instropeksi diri?" Nita mendekati Mariana, lalu memperhatikannya dari ujung rambut hingga ujung kaki dengan tatapan jijik. "Tidak ada bagusnya sama sekali! Apa menurutmu Jerry akan tetap menikahimu jika bukan karena urusan politik dan kekuasaan yang dimiliki oleh keluargamu?"
Mariana mengepalkan tangannya untuk meredakan amarahnya dan terus mengabaikan Nita.
Para pelayan di ruangan itu melihat Mariana dengan simpati, namun apa daya, mereka tidak bisa melakukan apa-apa.