Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
OPERASI 5446 ICARUS HAS FALL
Operasi 5446 dinyatakan selesai, agen yang tersisa diperintahkan kembali ke markas dengan segera. Dan Misi Perdamaian Haitin dinyatakan dibatalkan.
***
Dua tahun Yang Lalu
Indonesia, Badan Intelijen Negara - January, 2021
"Zaura Mohsen?"
Ardhiyaksa Pramono, eksekutif Badan Intelijen Negara bergerak mendekati Zaura Mohsen yang sedang termenung di depan jendela lantai delapan markas pusat Badan Intelijen Negara, pria itu telah melihat Zaura seperti itu selama beberapa minggu terakhir ini setelah kepulangannya dari Misi Perdamaian Haitin.
"Ya Pak?"
Zaura menolehkan kepalanya dengan gerakan sangat lambat, wanita itu tidak bereaksi banyak selain hanya menatap pria paruh baya itu dengan pandangan yang cenderung kosong dan tidak memiliki banyak emosi yang terlihat di sana - Ardhiyaksa Pramono sadar kalau wanita itu persis seperti seorang Zaura Mohsen yang dia lihat lima tahun yang lalu, Zaura yang nyaris kehilangan arah hidupnya.
"Dokter Marisa sudah menunggu kehadiran kamu di ruangannya," katanya memberi tahu dengan suara pelan nyaris tidak terdengar, namun untungnya di koridor lantai delapan itu hanya ada mereka berdua.
"Oke," jawabnya singkat sebelum berjalan tanpa menoleh ke belakang menuju sebuah pintu bercat putih yang berada di lorong yang paling ujung.
Wanita itu mendorong pintunya untuk terbuka dan menemukan sebuah ruangan serba putih dan bersih menyambutnya, tidak banyak yang dapat Zaura lihat selain warna putih dan abu-abu bahkan segala perabotan yang ada di dalamnya juga berwarna putih.
"Zaura Mohsen?" tanya seorang wanita yang sedang duduk dibalik meja kerjanya.
Marisa Anika PsyD - adalah sebaris nama yang tertulis di papan akrilik mengkilap yang diletakkan di atas meja kerja wanita itu, dia berdiri untuk menyambut kedatangan Zaura yang kelihatan tidak senang berada di dalam ruangan serba putih tersebut.
"Bisa kita mulai Dokter Marisa?" tanya Zaura tidak ingin berlama-lama berada di ruangan itu.
Dokter Marisa mengangguk, ia begitu paham dengan kerisauan setiap agen lapangan yang baru kembali dari misi, mereka agak takut dan juga gugup mengenai hasil akhir penilaian dari para praktisi psikologis- sepertinya.
Dokter Marisa mengangguk cepat lalu mempersilahkan Zaura untuk duduk di sofa bed yang terlihat nyaman sedangkan wanita itu juga bergerak untuk duduk di kursinya sendiri yang tidak berada jauh dari Zaura.
"Zaura Mohsen, misi terakhir yang kamu lakukan adalah misi perdamaian Haitin saya melihat kamu telah melalui banyak hal sebagai seorang agen intelijen dan-"
"Anda ingin tahu tentang apa yang terjadi di Haitin bukan?" tanyanya memotong dengan cepat perkataan Dokter Marisa.
"Salah satu alasannya ya memang karena hal tersebut," kata Dokter Marisa berkata apa adanya.
Sebagai seorang psikologis untuk Badan Intelijen Negara sudah menjadi tugasnya untuk melakukan penilaian mental terhadap agen intelijen yang baru saja kembali dari misinya untuk mengetahui kesehatan mental mereka.
Zaura adalah salah satu orang yang dipantau secara khusus oleh departemennya setelah misi yang dijalankan wanita itu dinyatakan tidak berjalan sukses apalagi ditambah dengan fakta bahwa wanita itu juga harus kehilangan kedua rekan se-timnya dalam penugasan tersebut membuat beberapa petinggi meyakini kalau mental wanita itu terguncang karena bagaimanapun juga seorang agen intelijen juga manusia biasa.
Zaura menarik nafasnya dengan berat, ada jeda beberapa saat sebelum wanita itu akhirnya membuka mulutnya.
"Malam itu kami sepertinya mabuk berat karena Angelina bilang dia ingin mabuk untuk melupakan pengkhianatan pacarnya," kata Zaura mengawali sesi interogasi yang dibalut dengan sesi konseling.
"Kalian melanggar peraturan ya," gumam Dokter Marisa mencatat sesuatu di block note miliknya.
"Kalian mabuk di dalam rumah peristirahatan?" tanyanya memastikan sekali lagi.
"Ya kami memang melanggar peraturan dan ya itu kami lakukan di dalam rumah peristirahatan, misi kami hampir selesai dan karena alasan itu juga kami mengendurkan kewaspadaan."
Mata Zaura menatap ke depan dengan kosong, tetapi Dokter Marisa tahu kalau wanita itu sedang memaksa memutar kembali ingatan yang dia miliki tentang malam itu.
"Saya tidak tahu apakah saya tertidur, pingsan atau setengah terlelap tetapi ...." suara Zaura tercekat, tangannya terkepal dengan erat dan Dokter Marisa hanya mengawasi semua itu dengan waspada.