/0/25602/coverorgin.jpg?v=f78608e96138309796e790df68c40154&imageMogr2/format/webp)
"Alvin!" Erick memanggil putranya yang baru berusia sepuluh tahun.
Dia sudah bersiap hendak berangkat ke kantor sekalian mengantarkan sang putra pergi ke sekolahnya. Erick memindai carport dan sekitarnya mencari keberadaan putra tunggalnya itu. Namun cukup lama bocah laki-laki itu tak menampakkan batang hidungnya.
"Hadew Alvin! Itu kucing siapa? Turunin, nanti baju seragam kamu kotor lho!" Teriakan Tania, istrinya, dari halaman samping rumahnya mengejutkan Erick.
Setengah berlari Erick mendatangi keduanya. Tampak Alvin tengah menggendong seekor kucing berbulu putih dan bermata biru dengan senang. Sementara Tania membujuknya untuk melepaskan kucing itu.
"Nggak kotor kok Mi. Kucing Tante Nana bersih semua kok." Protes Alvin dengan polosnya.
Mendengar jawaban putranya, Tania hampir saja meledak dalam kemarahan. Ditariknya kucing itu dari gendongan Alvin. Seketika kucing itu mengeong keras.
"Meow meow!" Kucing itu meronta hendak melepaskan diri dari dekapan Alvin, namun Alvin memegangnya erat-erat.
"Tania! Biarkan saja dulu!" Erick menegur istrinya, saat melihat Tania hendak menarik kucing itu lagi.
"Ih Papi! Lihat tuh, bulu-bulunya bikin kotor seragam Alvin." Sungut Tania kesal, namun tidak berani membantah ucapan Erick barusan.
Erick melirik Tania, dan seketika wanita itu terdiam. Lirikan tajam Erick mengisyaratkannya untuk tidak lagi berbicara.
"Alvin sudah siang lho! Nanti terlambat ke sekolah. Lepasin kucingnya ya." Erick berjongkok di depan putranya dan membujuknya dengan lembut.
"Kasihan Omil Pi." Alvin membelai kucing putih berjenis himalayan itu dengan hati-hati.
Erick dapat melihat keakraban putranya dengan kucing lucu itu. Selama beberapa hari ini dia terlalu sibuk dengan pekerjaannya hingga kurang memperhatikan perkembangan putra tunggalnya. Bahkan tidak tahu sejak kapan putranya menyukai hewan berbulu itu.
"Omil namanya? Alvin tahu siapa dan di mana rumah yang punya Omil?" Erick kembali menanyai putranya dengan lembut.
"Tahu Pi!" Sahutnya dengan mantap.
"Oke, karena sudah siang, kita antar Omil ke rumah yang punya sekalian berangkat sekolah." Erick menyentuh puncak kepala Alvin dengan lembut.
"Oke Papi!" Serunya dengan riang.
"Salam Mami dulu." Bisik Erick pelan.
"Mami, Alvin berangkat sekolah dulu ya." Dengan ragu Alvin mengulurkan tangannya.
Tania hanya mengangguk dan mengulurkan tangannya yang segera di sambut tangan gemuk Alvin dan kemudian diciumnya dengan takzim. Namun Tania bersikap acuh tak acuh seakan tidak peduli.
"Berangkat dulu ya!" Erick mengecup kening Tania sebelum menggandeng Alvin ke carport.
Tania hanya mengangguk kaku dan melambaikan tangan dengan enggan. Kemudian dia segera masuk ke dalam rumah tanpa mengantarkan suami dan putranya setidaknya hingga pintu gerbang.
Erick menghela napas kasar dan menyugar rambutnya yang sudah tersisir rapi hingga berantakan lagi. Situasi seperti ini sudah menjadi santapan kesehariannya semenjak Erick memutuskan untuk menyekolahkan Alvin di sekolah umum tiga tahun lalu. Tania selalu bersikap acuh tak acuh kepadanya juga pada putra mereka, Alvin.
"Di mana rumah pemilik Omil Vin?" Erick membuka pintu mobil dan membiarkan Alvin duduk di kursi depan.
"Itu di sebelah rumah kita. Tante Nana yang punya Omil." Alvin menunjuk rumah di sebelah rumah mereka.
"Oke nanti kita mampir." Erick duduk di belakang kemudi siap untuk segera meluncur.
"Nana?" Gumamnya dalam hati.
Nama yang baru saja disebutkan putranya, menghadirkan debaran di hatinya. Sebuah nama yang sederhana dan pasaran namun pernah membuatnya begitu memuja. Bahkan hingga kini nama itu kerap membuat hatinya berbunga-bunga.
"Ah mungkin hanya kebetulan saja. Nggak mungkin dia." Masih gumamnya dalam hati.
Dengan hati-hati Erick mengemudikan mobilnya, keluar dari halaman rumah mereka. Perlahan-lahan mobil melaju dan berhenti di depan rumah di sebelah mereka.
"Ini rumahnya?" Erick menatap putranya memastikan mereka tidak salah alamat mengantarkan kucing Himalaya itu.
Alvin mengangguk mantap. Erick tersenyum membelai kepala putranya dengan sayang.
/0/15680/coverorgin.jpg?v=3a19f1e4a85db4fa94e2f407d1d793b4&imageMogr2/format/webp)
/0/10955/coverorgin.jpg?v=69772ca41bef2e53ed297222af23b379&imageMogr2/format/webp)
/0/16313/coverorgin.jpg?v=826938fa2d6147a359ff89b8580da6c0&imageMogr2/format/webp)
/0/27379/coverorgin.jpg?v=f1a0d00f47a49b00bad0ae3ae91765b2&imageMogr2/format/webp)
/0/21237/coverorgin.jpg?v=7e90218b32918639b2b212e0858d597e&imageMogr2/format/webp)
/0/2200/coverorgin.jpg?v=addd460c5dc525b80512cb2b35940c12&imageMogr2/format/webp)
/0/19458/coverorgin.jpg?v=2e2265a8ca6ed0ee59239644e8539394&imageMogr2/format/webp)
/0/4847/coverorgin.jpg?v=dd3116c0aa640dfd499afed5dd0fb31a&imageMogr2/format/webp)
/0/4488/coverorgin.jpg?v=0c01afac980b9ca638f31cbb3f35cd91&imageMogr2/format/webp)
/0/13422/coverorgin.jpg?v=8dbc5d2ea4081bab48f62d4af138b7d2&imageMogr2/format/webp)
/0/23987/coverorgin.jpg?v=65539e85f791a9c83ad480a55e39389c&imageMogr2/format/webp)
/0/27974/coverorgin.jpg?v=886a185ae9aa251d4b552495e43fbd39&imageMogr2/format/webp)
/0/31182/coverorgin.jpg?v=8a9366276cf32586c9f6638923d4b6b7&imageMogr2/format/webp)