Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Sang Pemuas
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Kaki jenjang beralas heels hitam itu melangkah teratur. Rambut terurainya tertata rapi dan bahkan tak tergoyahkan oleh tiupan angin. Saat hidung mancung yang terpatri indah itu menghirup asap pekat nikotin, tangan lentiknya terangkat guna mengkibas udara.
"Tamara!" panggil sebuah suara.
Perempuan bertubuh semampai itu, Tamara, mengangkat alis singkat, menatap temannya yang sudah kehilangan kesadaran. Dia membawa langkahnya mendekat ke meja bar sambil berusaha menghindar dari tubuh para pria yang berusaha mendekat. Jaket yang hanya tersampir di kedua bahu dia naikkan, menutupi kulit bahu dan leher yang terekspos.
"Baby! Sini-sini, ada racikan baru hahaha," tawa perempuan berambut pirang itu menguar, membuat Tamara menutup hidungnya yang tak sengaja menghirup bau menyengat alkohol.
"Kacau," komentar Tamara.
"Ra! Shakira!" Tamara berteriak di depan wajah Shakira, tapi perempuan itu malah memicingkan mata sambil menggerak-gerakkan kepala.
"Hehehe Mar. Ada Justin Bieber, tuh," ucap Shakira.
Walau yakin ucapan Shakira tak mungkin benar, Tamara tetap menoleh ke mana telunjuk temannya itu mengarah. Saat yang tertangkap matanya adalah seorang pria botak dengan kumis sekering sapu lantai, Tamara langsung berdecak keras.
"Ben, habis berapa nih anak?" tanya Tamara pada bartender pria muda dengan tato memenuhi lengan kiri.
Ben, bartender tampan itu melirik pada tiga botol kaca yang telah tandas isinya. Tamara meringis melihatnya. Dia kembali menatap Shakira yang kini menjatuhkan kepala ke atas meja bar. Kelopak berhias eyeshadow biru itu tertutup rapat, mulutnya yang terbuka mengeluarkan suara dengkur.
"Gila nih anak. Heh babon, gimana gue bisa ngangkat loh?" seru Tamara kesal.
Karena riuhnya suasana dalam club malam itu membuat teriakan Tamara tenggelem begitu saja. Tak ada yang menyadari raut kesal perempuan itu, kecuali sepasang mata yang mengawasi sejak kedatangannya. Pria dengan topi yang menutupi separuh wajahnya itu mengangkat gelas kristal, menegak isinya dalam sekali tegukan.
"Tamara," bisiknya, menatap lurus perempuan berparas cantik itu.
…
Tamara bergumam panjang menyauti ucapan pria yang sedang berbicara dalam ponsel. Sebuah earphone menempel di telinga kirinya, membuatnya bisa menangkap dengan jelas tawa renyah Roger, tunangannya. Walau asik menelpon, mata Tamara tak beralih sedikitpun dari jalan raya di hadapannya.
"Emang sialan Shakira," ucap Tamara, mengundang tawa Roger lagi. Dia melirik temannya yang sudah terlelap di kursi samping pengemudi.
"Kamu nggak minum kan, by?" tanya Roger dari sebrang sana.
"Enggaklah. Kalau aku minum, bisa-bisa mobil kita melayang nyium sopir truk di depan," gurau Tamara.
"Jangan ngomong gitu, by. Kenapa tadi nggak telpon aku aja? Biar aku jemput."
Tamara melirik spion, saat dirasa tak ada kendaraan dalam jarak dekat di belakangnya, dia segera memutar setir membuat mobil berisi dua kursi itu berubah arah. Jalanan yang dia ambil kini jauh lebih sepi dari sebelumnya, membuatnya bisa leluasa menginjak gas dalam.
"Kamu emangnya udah pulang dari London?"
Dapat Tamara dengar embusan napas berat Roger. "Belum."
Mendengar itu sontak Tamara tertawa. "Kamu mau teleportasi dari London ke sini gitu, kalau aku minta jemput? Ada-ada aja."
"Apa yang nggak buat kamu, sayang?" Di akhir kata Roger sengaja berbisik lambat, menggoda Tamara.
"Halah bullshit! Udah, lanjut kerja sana."
"I swear, by. Semua aku lakuin buat kamu."
Tamara hanya bergumam untuk menanggapi. Namun tak urung bibirnya tertarik tinggi, membentuk segaris senyum indah. Rasanya seperti ada kunang-kunang yang berterbangan di dalam perutnya, mengantarkan perasaan geli juga hangat karena cahaya yang mereka uarkan.
"Gombal mulu bisanya. Mentang-mentang enam bulan nggak ketemu."
"Loh!"
Tamara berdecak, menunggu apalagi ucapan manis yang akan Roger katakan.