Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Kembar Yang Tak Sengaja Disentuh

Kembar Yang Tak Sengaja Disentuh

Tim Phan

5.0
Komentar
26.8K
Penayangan
113
Bab

“Dara, maukah kau menjadi pasanganku untuk sisa hidup yang akan kita jalani ini?” Jeremy berlutut di depan Dara, membuka cincin dari kotak kecil berwarna merah. Wajah Dara langsung memerah melihat Jeremy yang dengan takzim berlutut, isu-isu tentang lamaran itu sudah terdengar beberapa hari sebelumnya. Tapi dia tidak menyangka kalau dia akan dilamar di salah satu restoran termahal di ibukota. Dengan pemandangan yang memperlihatkan gemintang di langit, duduk di samping kolam air mancur. Ditonton oleh puluhan pengujung yang datang, juga ada beberapa kolega kerja Dara dari kantor, dan kembarannya, Dira. Dara mengangguk, lantas berkata. “Aku siap dan mau, Jeremy.” Kemudian memberikan tangan kecilnya untuk dipasangkan cincin. Jeremy dan Dara akhirnya melangsungkan pernikahan seminggu setelahnya. Tapi, tepat setelah acara pernikahan tersebut, Jeremy tidak sengaja ‘menyentuh’ kembaran istrinya, Dira, tepat di malam pertama mereka sebelum Dara sampai di rumah. apa yang terjadi dengan keluarga kecil Jeremy setelah itu? apakah Dara akan tahu kalau Jeremy tak sengaja ‘menyentuh’ Dira, adiknya?

Bab 1 Satu Dilamar, Satu Sakit Hati

“Dara, maukah kau menjadi pasanganku untuk sisa hidup yang akan kita jalani ini?” Jeremy berlutut di depan Dara, membuka cincin dari kotak kecil berwarna merah.

Wajah Dara langsung memerah melihat Jeremy yang dengan takzim berlutut, isu-isu tentang lamaran itu sudah terdengar beberapa hari sebelumnya. Tapi dia tidak menyangka kalau dia akan dilamar di salah satu restoran termahal di ibukota. Dengan pemandangan yang memperlihatkan gemintang di langit, duduk di samping kolam air mancur. Ditonton oleh puluhan pengujung yang datang, juga ada beberapa kolega kerja Dara dari kantor, dan kembarannya, Dira.

Dara mengangguk, lantas berkata. “Aku siap dan mau, Jeremy.” Kemudian memberikan tangan kecilnya untuk dipasangkan cincin.

Jeremy yang melihat itu langsung melepas cincin dari kotak kecil berwarna merah dan memasangkannya di tangan Dara.

Tepat ketika cincin itu dipasangkan, kerumunan yang menonton bertepuk tangan.

“Cium…cium… cium….”

Mendengar seruan itu Jeremy sang pria keturunan inggris itu langsung menarik tubuh langsing Dara. Menempelkan bibirnya di bibir lembut Dara, menutup mata, menikmati setiap detik ciuman itu.

Kerumunan kembali bersorak-sorak.

“Let’s party begin….” Rayyan, teman kerja Jeremy berseru kencang sembari membuka tutup champagne, menyemburkan air berbusa dari dalam botol kaca tersebut.

Musik dihidupkan, merayakan keberhasilan lamaran Jeremy.

“Selamat, Jer.”

“Jeremy, selamat, kawanku. Kau mendapatkan yang terbaik dari yang terbaik.”

“Waduh, waduh, ternyata Jeremy si paling tampan di kantor yang sekarang menjabat sebagai Direktur akan menikah.”

Bermacam-macam tanggapan dari kolega kerja Jeremy atas lamarannya malam itu.

Dara juga mendapat pujian serupa, mereka adalah dua orang paling beruntung malam itu. bak pangeran dan putri, dua insan itu terlihat cantik dan menawan.

“ADara Cahyana, selamat.” Suara berat itu menyapa.

“Zidan, hai,” Dara tersenyum lebar menyambut sahabatnya itu.

“Aku tidak menyangka kau akan menyukai pria blasteran. Kukira seleramu lokal,” ucap zidan sembari menatap Jeremy yang sedang bersalaman dengan beberapa orang berjas hitam.

“Jodoh itu tidak ada yang tahu, Zid. Semua bisa terjadi.” Dara membalas lembut.

“Oh, ya, kembaranmu mana? Si Dira.” Zidan memerhatikan sekitar melihat beberapa tumpukan kerumunan.

“Dira tadi ke kamar mandi. Dia makan banyak sekali kepiting, untung saja aku makan sedikit. Tidak lucu juga ketika Jeremy sedang berlutut perutku sakit, apalagi kalau kentut.” Dara tertawa kecil. Perutnya ada masalah pribadi dengan kepiting, tapi dia dan adiknya, Dira, sangat tergila-gila dengan binatang laut bercapit tersebut.

Beberapa menit kemudian yang ditanyakan banyak orang akhirnya sampai.

“Dir, kok lama kali di toiletnya?” bisik Dara ketika melihat wajah pucat Dira.

“Kak, aku menyerah makan kepiting. Sangat menyiksa.” Nafas Dira terengah-engah.

“Eleh, kita sudah mendeklarasikan menyerah puluhan kali, Dir. Tapi tidak ada yang berhasil. Nanti akhirnya itu jadi omong kosong,” cetus Dara.

Dira yang di sampingnya tak lagi mempedulikan.

“Oh, selamat Dara.” Salah seorang dari kolega kantor Dara memeluk Dira, yang wajahnya masih pucat.

“Kau tahu, Kawan. Kau baru saja memeluk orang yang salah,” ucap Dira. Membuat wajah pria tersebut memerah malu.

Dara yang disamping sudah menahan tawa.

“Oh, maaf.” Pria itu menatap Dara. “Kalian mirip sekali. Aku tidak bisa membedakannya.”

Dara hanya membalas senyum, dan pria itu langsung melangkah meninggalkan mereka berdua.

SauDara kembar ini sangat identik satu sama lain. mulai dari bentuk wajah, tinggi badan, cara berbicara, model rambut, selera makanan dan minuman, candaan, tidak ada yang berbeda dari mereka berdua. Semuanya identik, orang lain hanya bisa membedakan mereka hanya di dalam foto. Setiap kalia mereka berdua berfoto, maka Dara akan menampakkan giginya, dan adiknya, Dira akan menutup mulutnya, menyimpulkan senyum selebar-lebarnya. Selain itu, hampir mustahil membedakan mereka berdua.

Itulah kenapa dua sauDara itu bekerja di tempat yang berbeda, sang kakak, Dara bekerjadi perusahaan digital ternama. Sedangkan adiknya, Dira, bekerja di perusahaan arsitek. Pada hakikatnya mereka berdua menjabat sebagai jabatan yang sama di perusahaan yang berbeda, yaitu desaigner, hobi mereka sama-sama menggambar.

Malam itu adalah malam bahagia bagi sang kakak, tapi tidak adiknya. Dia baru saja putuh cinta dari mantan tunangannya sehari sebelum Dara dilamar. Itulah kenapa saking stresnya, Dira memakan lima kepiting besar-besar. kesal dengan hidupnya, tapi tidak dengan kakaknya.

“Honey, abis ini aku akan pulang lama ke rumah, ada beberapa kerjaan di kantor.” Di ujung pesta Jeremy menghampiri Dara, menyampaikan kabar buruk. Padahal malam itu dia ingin menghabiskan waktunya bercinta dengan calon suaminya tersebut.

“Iya, tidak apa-apa. Aku akan pulang sama Dira nanti.” Dara berusaha tersenyum.

“Kau yang terbaik.” Jeremy mengecup pipi Dara lantas melangkah kembali menemui kumpulan pria berjas.

Dara menatap lamat-lamat.

“Kak, jangan lama-lama ditatap begitu, nanti bosan pula.” Dira mengejutkan lamunan Dara.

“Apaan, sih, Dir. Aku tuh gak akan pernah bosan dengan Bang Jeremy, dia itu selalu punya kejutan.” Dara tersenyum lebar.

Setelah itu pesta selesai. Tamu-tamu undangan sudah berlalu pulang, tinggal beberapa lagi yang masih tinggal, termasuk Dara, Dira dan zidan.

“Mana si Jeremy?” tanya zidan sembari memerhatikan sekitar.

“Bang Jeremy ada kerjaan mendadak,” jawab Dara. Mereka berjalan menuju luar restoran, ke parkiran.

Zidan mengangguk-angguk.

“Kalian pulang berdua? Mau aku antarkan?” tawar zidan setelah melihat tidak ada siapa-siapa lagi di parkiran.

“Tak usah, Zid. Kami bisa pulang sendiri, lagi pula kau besok akan ada pertemuan besar, kan, di gedung DPR.” Dara tersenyum hangat, membuat zidan langsung mengalah. Zidan bekerja di Gedung DPR, menjadi ketua Departemen Administrasi disana. juga sering diundang ke televisi dalam beberapa bulan terakhir ini.

“Kalau begitu, aku aja yang pulang sama zidan. Siapa tahu kami bisa bersenang-senang.” Dira berucap genit, matanya sayu, bau alkohol tercium jelas di mulutnya.

“Tidak usah dihiraukan, Zid. Adikku jatah mabuk hari ini, dia pasti banyak kali minum champagne tadi.” Dara menarik tangan adiknya menuju ke dalam mobil, Dira melawan lembut, tidak punya lagi energi.

Mereka berdua langsung masuk mobil, memasang sabuk pengaman dan langsung berangkat membelah jalan. Meninggalkan zidan yang berdiri mematung disana.

Bukan hanya Dira yang sakit hati malam itu, tapi zidan juga ikut tersakiti. Dia juga mencintai Dara, tapi itu semua terlambat. Dia duluan masuk ke dalam friend zone yang buat Dara beberapa tahun lalu ketika pertama kali mereka bertemu.

“Dir, hari ini memang jadwal gantian mabuk kita. Tapi, jangan menyusahkan begitu dong,” ucap Dara pada adiknya di dalam mobil.

Dira menggaruk kepalanya. “Kak Dara mangnya tahu apa tentang sakit hati, heh? Seharusnya malam ini juga malam bahagiaku.”

Dara terdiam, iya, seharusnya malam ini mereka berdua akan dilamar oleh pujaan hatinya.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku