Saat tahu suaminya berselingkuh, Maura memanggil warga untuk menggrebek dan menikahkan sang suami dengan selingkuhannya. Pasangan selingkuh itu merasa senang. Padahal itu adalah cara Maura membalas pengkhianatan mereka.
[Mas sudah pulang, nanti malam kamu ke rumah. Mas rindu, jam seperti biasa. Setelah Mas memberikan memberikan susu pada Maura.] - Hamdan
[Lebih cepatlah memberikannya obat tidur ke dalam susu itu, aku sangat merindukanmu Mas.] - My Love
Mata Maura memerah dan berkaca-kaca, kala membaca deretan pesan dari ponsel sang suami. Lelaki yang tertidur pulas di kasur, tidak terusik karena notifikasi handphone sangat pelan. Dia mengetahui karena benda pipih tersebut berkedip, saat hendak membangunkan Hamdan. Netranya menangkap barisan huruf menjadi kata lalu kalimat.
"Apa maksudnya ini?" gumam Maura pelan, ia berusaha membuka layar ponsel tetapi memakai sandi.
"Kenapa memakai sandi, biasanya, kan enggak," gumam Maura parau. Ia masih berusaha menangkal semua rasa curiga. Tetapi saat mengetahui layar ponsel sang suami memakai sandi, hatinya menduga-duga.
"Apa Mas Hamdan selingkuh? Aku harus mencari tau. Jika benar, aku harus membalasnya dan mengambil apa hak anakku," batin Maura berseru, lalu cepat dia meletakkan ponsel di tempatnya dan melangkah keluar dengan perasaan campur aduk.
"Jangan sampai aku meminum susu pemberian Mas Hamdan," cicit Maura pelan. Ia berusaha tegar untuk sang buah hati yang menginap di rumah ibu mertuanya.
"Kenapa Mas Hamdan tega menduakanku? Setidaknya dia memikirkan Delia." Air mata Maura akhirnya berjatuhan juga. Seberapa pun kuat menahan, dia hanya wanita yang gampang menangis.
"Kamu jahat, Mas!" pekik Maura lirih. Ia mendongak saat mendengar suara bel berbunyi.
"Assalamualaikum, Mbak."
Saat membuka pintu, terlihat seorang gadis tersenyum dan memamerkan rantang yang dibawa.
"Mawar? Ada perlu apa ke sini?" selidik Maura seraya mengeryitkan alis. Masalahnya, dia selalu datang saat ada Hamdan di rumah.
"Denger-dengar Mas Hamdan baru pulang, aku bawain makanan buat kalian," ujar Mawar dengan nada ceria.
"Kenapa kamu selalu membawakan makanan untuk kami? Kamu, kan, perantau, harusnya uangnya dihemat," nasehat Maura yang merasa aneh dengan kelakuan gadis yang berusia sekitar sembilan belas tahun itu.
"Gak papa, Mbak. Gak boleh lho menolak rezeki," balas Mawar tak patah semangat.
"Hmmm, makasih. Ayo masuk! Kamu mau minum apa?" tanya Maura mempersilakan Mawar masuk untuk memberikan minuman.
"Makasih, Mbak. Mas Hamdannya mana?" tanya Mawar celingak-celinguk mencari Hamdan.
"Dia lagi tidur, War. Ada urusan apa emang?" tanya Maura menjatuhkan tubuhnya di sofa berhadapan dengan Mawar.
"Ehhh, itu. Aku mau nebeng, kan, searah tuh ke kampusku," ucap Mawar seraya cengengesan.
"Hmmmm, nanti Mbak kasih tau ke Mas Hamdan," sahut Maura.
"Ya sudah, Mbak. Mawar pamit pulang dulu," seloroh Mawar dibalas anggukan Maura.
***
Malam berikutnya.
"Sayang, ini minum susunya. Habiskan ya," pinta Hamdan menyodorkan susu saat Maura bersandar di kepala ranjang sambil memainkan ponsel.
"Iya, Mas." Maura mengambil gelas berisi susu itu, bimbang menatap secangkir minuman yang selalu ia teguk setiap malam.
Suara dering ponsel membuat Maura tersenyum, terlihat Hamdan pamit untuk mengangkat telepon. Dia juga memberikan wejangan bahwa susu itu harus habis saat ia balik lagi. Dengan langkah cepat, Maura bergegas ke kamar mandi buat menumpahkan isi gelas tersebut hingga tandas.
"Susunya sudah habis?" tanya Hamdan saat masuk ke kamar, melihat gelas telah kosong.
"Bagus, ayo kita tidur sekarang!" ajak Hamdan beranjak ke ranjang dan berbaring di samping Maura.
"Iya, Mas. Maura juga sudah mengantuk," sahut Maura pura-pura menguap dan menutup matanya.
Setengah jam berlalu akhirnya Hamdan beranjak dari tempat tidur. Ia tersenyum senang saat melihat Maura sudah terlelap. Dengan langkah pelan, dia melangkah keluar menyambut perempuan yang telah menunggu di pintu rahasia.
"Mas kenapa lama sekali," keluh Mawar berhamburan memeluk tubuh Hamdan.
"Maaf, Sayang, ayo kita ke ruang tengah," ajak Hamdan memeluk pinggang ramping Mawar.
Mawar dan Hamdan lantas melakukan pergumulan terlarang. Mereka bahkan tak segan memutar film dewasa seraya melakukannya.
Maura yang belum tertidur, melangkah keluar untuk mengambil air minum. Matanya membulat saat melihat adegan di hadapannya.
"Astagfirullah, ternyata Mawar yang menjadi duri dalam rumah tanggaku," pekik Maura tak percaya.
Setelah menetralkan diri dan hati yang terluka, Maura bangkit dan berjalan tergopoh-gopoh keluar rumah. Dirinya segera berlari ke rumah ketua RT untuk meminta bantuan. Pak RT lantas mengerahkan warga dan memanggil serta seorang penghulu yang tinggal tak jauh dari rumahnya.
Setelah semua terkumpul, Maura mengerahkan mereka untuk mengendap-endap masuk ke rumah. Ternyata, Hamdan dan Mawar yang tadinya bergumul di ruang keluarga, sudah berpindah ke kamar tamu. Tanpa pikir panjang, Mawar meminta Pak RT dan beberapa warga mendobrak pintu kamar itu.
Saat pintu kamar terbuka, terlihat Hamdan dan Mawar yang masih asik bercumbu. Mereka tampak terkejut karenanya.
"Cepat pakai pakaian kalian!" perintah Pak RT dengan nada tinggi.
Dengan tergesa-gesa mereka menyembunyikan tubuhnya dalam selimut. Hamdan menatap nanar Maura. Terlihat wajah wanita itu masih sembab dan hidung merah.
Dengan langkah besar, Maura mendekat dan menampar kedua pasangan mesum tersebut.
"Teganya kamu, War." Maura menjambak rambut Mawar, karena perempuan itu menunduk sambil terisak.
"Dasar jalang! Apa kamu tidak memikirkan perasaanku, kamu juga wanita, bukan?" Maura menampar pipi perempuan tersebut.
Tatapan Maura beralih pada Hamdan, pandangan terluka ia layangkan.
"Kamu jahat, Mas! Setidaknya kamu pikirkan anakmu saat hendak melakukan sejauh ini," ucap Maura pelan.
Hamdan terus berucap maaf, membuat Maura mengembuskan napasnya.
"Cepat pakai pakaian kalian! Lalu keluar. Kami akan menunggu di ruang tengah, kalian harus segera menikah."
Mata Hamdan membulat saat mendengar perkataan Maura, pria itu tidak percaya bahwa sang istri memerintahkan dirinya untuk menikahi Mawar.
Mawar langsung mendongak mendengar itu, senyuman terbit di bibirnya. "Mbak serius? Terimakasih Mbak," pekiknya senang.
"Kalian hanya bisa menikah siri," tutur Maura lalu keluar mengajak semua orang untuk meninggalkan kamar itu.
"Mas ... akhirnya kita akan menikah. Aku sangat bahagia," pekik Mawar. Dia langsung berlari menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dan memakai pakaian.
"Kenapa Maura bicara seperti itu, tapi ya sudahlah. Mungkin ini rezekiku," ucap Hamdan mengikuti Mawar yang tengah membersihkan diri.
Maura yang masih bisa mendengar perkataan pasangan mesum itu tersenyum sinis. "Kalian pikir, aku akan membiarkan kalian bahagia? Tunggu saja ... ini baru permulaan. Kalian harus mendapat balasan!"
Bab 1 Satu
22/05/2022
Bab 2 Dua
22/05/2022
Bab 3 Tiga
22/05/2022
Bab 4 Empat
22/05/2022
Bab 5 Lima
22/05/2022
Bab 6 Enam
22/05/2022
Bab 7 Tujuh
22/05/2022
Bab 8 Delapan
22/05/2022
Bab 9 Sembilan (POV Maura)
22/05/2022
Bab 10 Sepuluh
22/05/2022
Bab 11 Sebelas
22/05/2022
Bab 12 Dua belas
22/05/2022
Bab 13 Tiga belas
22/05/2022
Bab 14 Empat Belas
22/05/2022
Bab 15 Lima belas
22/05/2022
Bab 16 Enam belas
22/05/2022
Bab 17 Tujuh belas
22/05/2022
Bab 18 Delapan Belas
22/05/2022
Bab 19 Sembilan Belas
22/05/2022
Bab 20 Dua puluh
22/05/2022
Bab 21 Dua puluh satu
22/05/2022
Bab 22 Dua Puluh Dua
22/05/2022
Bab 23 Dua Puluh Tiga
22/05/2022
Bab 24 Dua Puluh Empat
22/05/2022
Bab 25 Dua Puluh Lima
22/05/2022
Bab 26 Dua Puluh Enam
22/05/2022
Bab 27 Dua Puluh Tujuh
22/05/2022
Bab 28 Dua puluh delapan
22/05/2022
Bab 29 Dua puluh sembilan
22/05/2022
Bab 30 Tiga puluh
22/05/2022
Bab 31 Tiga puluh satu
27/05/2022
Bab 32 Tiga puluh dua
27/05/2022
Bab 33 Tiga puluh tiga
27/05/2022
Bab 34 Tiga puluh empat
27/05/2022
Bab 35 Tiga puluh lima
28/05/2022
Bab 36 Tiga puluh enam
28/05/2022
Bab 37 Tiga puluh tujuh
28/05/2022
Bab 38 Tiga puluh delapan
28/05/2022
Bab 39 S2, BAB 1
08/06/2023
Bab 40 S2, BAB 2
08/06/2023