Seorang wanita bernama Alleandra Luz, mengalami beberapa hal aneh diluar nalarnya, seperti bertemu dengan wanita misterius dimimpi maupun didunia nyata. Hidupnya yang semula berjalan dengan baik, seiring berputarnya waktu, kecemasan dan kekhawatiran dalam hidupnya mulai bermunculan. Seorang pria merupakan keponakan manajernya sekaligus rekan kerjanya, selalu mengatakan hal aneh kepadanya. Salah satunya seperti, "Apa yang kau lihat sekarang, bukanlah hal yang nyata!" Apa yang sebenarnya terjadi pada Allea?
"Allea, apa kau sudah membeli tiketnya untuk besok?" tanya Adeline.
"Ya, tunggu sebentar." Aku membuka ranselku dan mengeluarkan empat tiket bioskop, yang telah ku beli lewat calo.
Aku menunjukkan empat tiket itu, "Ini dia tiketnya!"
"Aku yang simpan atau mau dibagikan saja, agar masing-masing menyimpan tiket?" tanyaku sambil lirik satu persatu wajah temanku.
Serempak ketiga temanku, Adeline, Serra dan Liliana menjawabnya, "Kau saja yang simpan."
Besok libur sekolah, aku dan temanku akan menonton bioskop pada hari sabtu sore. Aku sudah membeli tiketnya lewat calo. Kami akan menonton film horor.
"Besok jangan ada yang telat. Aku tidak mau menunggu!" ucapku sambil memegang pinggang.
"Liliana?" aku memanggil Liliana yang sedang sibuk bercermin merapikan poni, dan dia tidak merespon panggilan ku.
"Kalau ada yang telat kita tinggalin, kan?" ucap adeline sambil menyenggol lenganku lalu, mengedipkan mata.
"Lihat! Lihatlah dia, dia malah sibuk dengan poninya dan bercermin!" tambah Serra dengan menunjuk ke arah Liliana.
Liliana tidak menghiraukan ucapan kami, dia tetap fokus merapikan poninya.
Adeline dengan kesal berkata, "Abaikan saja dia, jika nanti kakinya tersandung, aku akan menertawakan nya dengan keras hahah."
Liliana langsung melirik Adeline dengan memasang wajah masam, lalu membuang wajahnya.
Setelah lama membenarkan poninya, Liliana pun berbicara dengan nada lemah dan lembut, "Kalian tidak akan tega meninggalkan Putri cantik, sepertiku."
Aku, Adeline dan Serra hanya tertawa mendengar ucapannya.
"Ya, ya. Putri cantik, dimohon untuk besok tidak telat datang," jawabku dengan menirukan seorang pengawal kerajaan.
"Baiklah, aku berjanji tidak akan telat datang," ucap nya memasang wajah yang tidak bisa dipercaya.
"Kita akan bertemu di depan bioskop tepat pukul empat sore, ok?" seru Adeline.
"Kalau nanti kau melanggar janjimu, aku akan mencongkel kedua bola matamu dengan jariku sendiri!" tambah Adeline dengan melotot ke arah Liliana.
Liliana tersenyum manis, "Percayalah! Aku tidak akan berbohong padamu."
Serra pun menyahut nya, "Kau selalu saja berkata 'aku tidak akan berbohong padamu', tapi apa kenyataanya?"
Aku, Serra dan Adeline kompak menjawab, "Berbohong!"
Liliana memasang wajah tanda tanya, "Kapan aku berbohong pada kalian? Kapan, dimana, dan bagaimana aku berbohongnya?"
"Tanyakan saja pada dirimu sendiri," jawab Serra.
Kami berempat akan keluar dari area sekolah dan melewati gerbang.
Di depan gerbang, ada satpam yang berjaga. Kami pun menyapa satpam sekolah dengan tersenyum ramah, "Selamat sore, Pak. "
"Selamat sore, juga. Hati-hati dijalan."
Setelah itu, Liliana mendekatiku dan memegang lengan ku, lalu menggoyangkannya sambil berkata, "Allea, jawab pertanyaanku!"
"Pertanyaan apa?"
"Pertanyaan yang tadi."
"Oh, pertanyaan yang itu?"
"Iya." Liliana menganggukkan kepalanya dengan memasang wajah bersedih.
"Coba kau tanyakan pada Serra."
"Ah, malas!" jawab Liliana sambil melepaskan tangannya dari lenganku.
Beberapa menit kemudian, kami berjalan menuju halte bus sambil berbicara mengenai sekolah hari ini.
Ada kejadian lucu waktu di kelas, Liliana menggoda teman pria sekelas kami, sehingga pria itu mentraktirnya makanan.
Aku penasaran padanya, jurus apa yang telah dikeluarkan Liliana, sehingga pria itu takluk padanya.
"Hei, hari ini kau pergi les?" tanya Adeline pada Serra.
Serra menganggukkan kepala, "Rasanya, kepalaku ingin meledak."
"Memangnya, kau tidak boleh bolos sehari saja, ya?" tanya Liliana.
Serra hanya menjawabnya dengan menggelengkan kepala.
"Kasihan.." ledek Liliana
"Semangat!" ucapku.
Serra hanya tersenyum padaku.
"Semangat, besok kau akan libur les!" tutur Adeline sambil menepuk pundak Serra.
Langit sore yang tadinya begitu cerah, sekejap berubah menjadi berawan.
"Sepertinya hujan akan turun," ucap Adeline
Aku sedikit mendongakkan kepala keatas, "Sepertinya juga, kita akan kebasahan saat turun dari bus."
Angin pun berhembus kencang dari arah kiri, membuat rokku sedikit menyikap ke atas.
Selain itu, angin membuat poni Liliana berantakan. Dengan cepat, Liliana menutupi poninya dengan tangan lalu, dia mengambil cermin.
Ketika melihat ke cermin, dia melihat kondisi poninya yang sudah berantakan. Liliana pun berteriak dengan kesal, "Ya ampun!"
Teriakannya itu membuat orang lain menatap heran padanya.
Aku, dan Serra hanya tertawa melihatnya. Berbeda dengan Adeline, dia tertawa puas melihat poni kesayangan Liliana berantakan, "Mampus kau!"
Pada saat yang bersamaan, aku mendengar suara seperti ringtone. Suara ringtone itu terdengar samar-samar di telingaku. Aku tidak tahu berasal dari mana. Namun, suara ringtone itu terdengar tidak asing bagiku.
"Hei, diamlah!" ucapku sambil meletakkan jari telunjuk di bibirku.
"Ada apa?" tanya Serra padaku.
"Apa kalian mendengar suara ringtone?" tanyaku pada ketiga sahabatku.
Adeline memasang wajah tanda tanya, "Suara ringtone?"
"Aku tidak mendengar apapun," jawab Liliana.
"Hei, dengarkan baik-baik!" pintaku.
Aku juga meminta ketiga sahabatku untuk diam, supaya kami bisa mendengarkan bersama suara ringtone tersebut.
"Aku tidak mendengar apa-apa. Kau salah dengar kali!" ujar Adeline.
"Sama, aku juga tidak mendengarnya," kata Liliana.
Belum sempat, aku mengatakan apapun pada sahabatku, kepalaku mendadak sakit dan pusing, seperti dijedotin berulang kali ke dinding.
Aku mencoba memejamkan mata, menahan rasa sakit dan pusing di kepala, serta kedua tanganku memegang kepala.
Ketika aku memejamkan mata, suara itu semakin jelas dan semakin nyaring. Telingaku pun berdengung keras.
"Aku tidak bisa menahan nya lagi."
Perlahan dan pasti, aku mencoba untuk membuka mata.
Ketika mataku sedikit terbuka, aku melirik ke sekitar. Aku melihat lemari, meja rias yang tampak tidak asing dimataku.
Ketika mataku sudah sepenuhnya terbuka, aku menyadari kalau ini adalah kamarku. Aku berada di kamar, tepat di kasur.
Aku pun terdiam sejenak, mengatur napas panjang untuk waktu yang cukup lama dan memperhatikan lemari kecil tepat berada di samping kasur.
"Mimpi itu lagi," gumamku.
Aku terbangun dengan posisi tengkurap, rasa sakit di kepala ku perlahan mulai menghilang.
Suara itu terus berbunyi, kupejamkan mata sebelum tanganku mencari ke sumber suara.
Aku memasukan kedua tanganku ke dalam selimut, meraba kasur ke kanan dan kiri. Aku juga menarik bantal - bantal yang menghalangi jalan tanganku. Ketemu!
Suara ringtone itu berasal dari ponselku, yang tertindih oleh bantal guling disampingku.
"Kau ini hanya bisa mengganggu orang tidur saja!" ucapku dengan kesal sembari mengklik bacaan "Matikan Alarm".
Perlahan, aku membalikkan badan ke posisi telentang. Mataku langsung tertuju pada atap kamar.
Aku melamun memandangi langit - langit kamar yang warnanya sudah pudar, "Nanti aku akan panggil tukang untuk mengecat dinding dan atap,"
Aku ingin mengganti warna yang semula putih menjadi serba biru, kamarku, kamar mandi, dan ruang tamu.
Oh iya mimpi itu! Lamunanku buyar ketika aku mengingat kembali mimpi tadi.
Aku sangat heran ini sudah yang ketiga kalinya aku bermimpi tentang hal yang sama. Anehnya, sebelum aku terbangun dari mimpi, kepalaku mendadak sakit di mimpi, hingga tersadar. Ini sangat aneh!
Aku sudah menceritakan mimpiku ini pada sahabatku, mereka menyuruhku untuk pergi ke dokter. Namun, aku tidak bisa. Lebih tepatnya, aku tidak ingin mendengarkan hal, yang seharusnya tidak aku dengar.
Aku takut, jika nanti dokter mengatakan, bahwa aku harus dirawat inap ataupun aku memiliki riwayat penyakit langka. Aku tidak ingin kedua orang tuaku khawatir dan terus kepikiran padaku. Lagipula, aku sangat sibuk dengan pekerjaanku. Tidak ada waktu untuk pergi ke dokter!
Saat itu juga, ponselku bergetar. Aku melihat ada notifikasi pesan dari grup AsLa. Grup ini beranggotakan empat wanita cantik, Aku, Liliana, Adeline dan Serra. Mereka bertiga adalah sahabatku.