Misteri mistis di pulau Kalimantan. Terutama ibu hamil dan melahirkan. Tidak ada yang boleh melanggar pantangan, sekalipun suku aslinya.
"Meylisa, kamu kalau pergi kemana-mana jangan lupa baca do'a dan selalu baca ayat kursi. Apalagi kalau ada yang nanyain usia kehamilanmu, jangan sembarangan kasih tau secara detail yah, terlebih orang yang gak kamu kenal, bahaya!"
Aku hanya menggangguk. Aku sangat tau Mama khawatir dengan keadaanku. Setelah menanti anak dengan lama pernikahan 10 tahun ini.
"Gak usah terlalu lebay ah, Ma. Lagian itu makhluk halus, masih aja percaya begituan. Musyrik, Ma, musyrik," gerutuku.
"Kamu ini kalau dikasih tau. Lagian yang mama kasih tau ini bukan makhluk halus, dia sama kayak kita cuma bersekutu dengan makhluk halus."
"Ye kan sama aja, Ma." Karena gak mau terlalu banyak diceramahi Mama aku segera pergi pulang dengan Mas Pras.
Rumahku lumayan jauh dari kediaman Mama. Melewati banyak hutan, kuburan, serta pemukiman warga yang tampak seram kalau malam. Suamiku bisa menjemput malam karena siangnya harus kerja. Aku sudah lama tinggal bersama Mama, saatnya kembali menemani suamiku.
"Mas percaya sama kuyang gak sih? Atau parakang, atau pokpok yang sering dibilang Mama?" tanyaku sesaat dalam perjalanan pulang itu.
"Kenapa tiba-tiba kamu nanyain itu? Kamu gak percaya?" Aku melirik kearah kaca spion, wajah suamiku nampak berkerut karena baru kali ini aku menanyakan hal ini padanya.
"Ya gak tau sih Mas, kayak gak suka aja kalau tiap kali mau pulang malam pasti mama cerewet banget. Bahkan sampe suruh bawa bulu landak segala, kan kayak gimana gitu jadinya," keluhku.
"Ya sudah sih, Sayang. Kalau memang menurutmu gak masuk akal cukup dengarkan aja," hiburnya.
Aku memeluk mesra suamiku. Tangannya mengelus tanganku dengan lembut. bersyukur rasanya punya suami seperti dia. Pengertian dan juga baik hati.
Satu jam perjalanan hingga sampai dirumahku. Terasa sepi karena aku terbiasa dengan hiruk pikuk adik-adik yang serba rusuh. Saudaraku ada banyak, dan aku anak pertama.
Aku merebahkan diri di kamar tidur, sembari membuka smartphone milikku.
"Inget pesan Mama sama Abah, sayang. Kalau sampai rumah cuci kaki dan tangan baru tidur. Kalau perlu ambil air wudhu, terus tidur. Jangan lupa juga baca adab-adab agar terhindar dari gangguan setan," suruhnya.
Entah kenapa rasanya malas sekali. Badan pegel semua, perut juga makin membesar. Rasanya sudah tak sabar ingin menimang anakku, apalagi tendangan darinya dan juga sering kali menonjolkan kaki, atau sikutnya. Gemas.
"Nanti ah, Mas. Masih mager," tolakku.
Aku hanya melihat wajah heran suamiku. Tapi aku tersenyum genit padanya. Aku melihat wajah Mas Pras basah oleh air wudhu, kemudian tidur disampingku.
"Pokoknya jangan lupa ya, Sayang. Ambil air wudhu, baca adab-adab tidur, dan juga ayat kursi untuk penjagaan kita," suruhnya lagi.
"Ih, gak Mama, gak, Mas. Semuanya cerewet," keluhku.
"Ini demi kebaikanmu loh, Sayang." Mas pras berbalik menghadap kearahku. "Iya, iya nanti juga aku ke kamar mandi ambil wudhu," keluhku. Mas Pras tersenyum manis sembari mencubit hidungku.
"Sudah malam, Mas mau tidur duluan. Besok ada apel pagi, gak enak kalau sampai telat. Jangan begadang dan ingat pesan, Mas." Mas Pras kemudian tertidur.
Aku masih asyik menyekrol cerita dari grup aplikasi biru itu. Rasanya candu, dan juga membuatku terhibur. Ada aja para penulis menceritakan kisah yang menarik. Aku melihat jam sudah pukul 11 malam, karena mata terasa mengantuk. Akupun tertidur.
Namun, seketika aku terbangun. Ada suara diatas genteng. Suara itu semakin keras, aku merinding. Perutku terasa keras, badanku kaku. Aku beristighfar namun sangat sulit, ada apa ini.
Bahkan untuk menggoyangkan suamiku pun tak sanggup. Ya Allah ada apa ini? Suara itu menyeret-nyeret diatas genteng dan juga ada cahaya melewatinya. Aku berusaha menutup mata sambil baca ayat kursi dalam hati, namun perutku semakin keras tak terkendali.
Tak lama suara itupun pergi. Aku bisa bernafas lega, tapi badan ini tetap tak bisa bergerak. Sampai keesokan harinya.
"Mas? Ini apa? Pahaku berwarna biru?" Aku memegang warna lebam biru itu, namun tak sakit.
Suamiku langsung menatapku dengan takut.
"Semalam tidur ambil air wudhu gak? Adab-adab gak?" tanyanya yang membuatku menjadi takut.
"Mas?"
*cerita ini diambil dari sebagian kisah nyata dibumbui fiksi. Selamat membaca.
Bab 1 Prolog
09/03/2022
Bab 2 Tanda dari kuyang
09/03/2022
Bab 3 Diincar
09/03/2022
Bab 4 Pantangan
09/03/2022
Bab 5 Terjadi karena dilanggar
09/03/2022
Bab 6 Melahirkan
09/03/2022
Bab 7 Ditungguin kuyang
09/03/2022
Bab 8 Pantangan dari nenek
09/03/2022
Bab 9 Pantangan selama masa nifas
09/03/2022
Bab 10 Tentang haid
09/03/2022
Bab 11 Pantangan selama haid
09/03/2022
Bab 12 Mama tidak percaya
10/03/2022
Bab 13 Mama masih tidak percaya
10/03/2022
Bab 14 Parfum
10/03/2022
Bab 15 Wanita aneh
10/03/2022
Bab 16 Minyak
10/03/2022
Bab 17 Curiga terhadap Bu Tuti
10/03/2022
Bab 18 Bau busuk Bu Tuti
10/03/2022
Bab 19 Misteri
10/03/2022
Bab 20 Keteguran
10/03/2022
Bab 21 Sebuah ide
11/03/2022
Bab 22 Semakin curiga dengan Bu Tuti
11/03/2022
Bab 23 Awal petaka
11/03/2022
Bab 24 Minta maaf
11/03/2022
Bab 25 Diganggu
11/03/2022
Bab 26 Mama
11/03/2022
Bab 27 Mengejar kuyang
11/03/2022
Bab 28 Mas Pras
11/03/2022
Bab 29 Mulai retak
11/03/2022
Bab 30 Keguguran
11/03/2022
Bab 31 Aku dirawat
11/03/2022
Bab 32 Emosi tak terkendali
11/03/2022
Bab 33 Pembalasan
11/03/2022
Bab 34 Kembali ke rumah
11/03/2022
Bab 35 Ramdan
11/03/2022
Bab 36 Ruqiyah kampung
11/03/2022
Bab 37 Abah
11/03/2022
Bab 38 Melawan Bu Tuti
11/03/2022
Bab 39 Menyelamatkan Abah
11/03/2022
Bab 40 Tamat
11/03/2022