Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
5.0
Komentar
173
Penayangan
17
Bab

Angel Wings mendadak harus berada di antara dua pilihan. Zeus Bima Anggara atau Frenzy Sakti Anggara. Zeus mengungkapkan perasaannya pada Angel Wings, dan hal yang sama dilakukan oleh Frenzy untuknya. "Aku tidak bisa memilih satu di antara kalian!" Angel Wings tidak percaya diri dengan kondisi tubuhnya yang tidak ideal. Hampir menyenyuh angka delapan puluh kilogram. Angel ragu untuk menerima cinta Zeus dan Frenzy. Pun Angel tidak enak hati jika memilih Zeus Bima Anggara, sebab teman sekaligus sahabatnya Agatha Frona turut mencintai Zeus. Sedangkan jika Angel memilih Frenzy Sakti Anggara, maka Thea Zenu Otis yang siap melawan dirinya. Jadi apa yang harus Angel lakukan sekarang? Ingin sekali dia bercinta, tetapi Angel Wings harus berada di antara pilihan sulit.

Bab 1 Chapter 1

"Ibu aku pergi dulu!"

Teriakan seorang gadis yang terburu-buru, dengan mulut yang menggigit sepotong roti bakar, berlapis selai coklat di dalamnya. Dia begitu saja meninggalkan meja makan, sambilmemakai sepasang sepatu sebelum akhirnya meninggalkan rumah.

"Hati-hati di jalan, Sayang. Jangan lupa habiskan sarapanmu!" Seorang Ibu menjawab dari dapur.

Tidak sempat untuk mencium kening putrinya, dikarenakan ia yang masih mencuci piring, sedangkan putrinya tergesa-gesa ingin pergi sekolah.

"Anak itu tidak pernah berubah," gerutunya, sambil membersihkan tangan yang penuh busa dengan air mengalir selanjutnya dia mengeringkan pada helai kain bajunya.

Wanita kurang lebih berusia 40 tahun itu, kembali melanjutkan mencuci piring yang sempat terhenti karena ulah Angel Wings.

Ya, gadis bertubuh gempal yang baru saja berlari tadi, memiliki nama Angel Wings. Tidak salah jika mendengar nama itu.

Nama indah yang kedua orang tuanya sematkan kepada putri mereka. Harapan besar digantungkan kedua orang tua untuk putra-putri mereka. Termasuk Angel yang mulai masuk SMA.

Sementara itu Angel masih berusaha untuk berlari, dengan sepotong roti di dalam mulutnya.

Angel tidak bisa makan dengan benar. Bayangkan saja, dia makan sembari berlari? Jelas itu sangat tidak baik. Bisa saja tindakan ceroboh ini akan membuat Angel terluka.

"Sial ... Mengapa aku harus bangun terlambat? Aku sudah memasang alarm di pukul enam pagi, tapi kenapa aku tetap terlambat juga?"

"Ini adalah hari pertamaku masuk SMA. Aku harus segera sampai di sekolah, sebelum gerbang sekolah menutup nantinya."

Angel terus memacu kecepatan larinya. Dia seperti apa? Angel bukan seperti wanita atau orang-orang pada umumnya. Angel memiliki sisi lain yang tentu saja membuat dirinya rugi. Berat badannya melebihi rata-rata remaja seusianya.

"Aku harus segera sampai di sekolah."

Daerah ini sulit untuk menemukan angkutan umum. Kediaman yang Angel tinggali jaraknya cukup jauh dari halte bus setempat.

Angel berusaha untuk bangun tepat waktu, meskipun dia sudah memasang alarm tetap saja ia masih kesiangan. Sembari memakan sepotong roti yang sudah Ibunya siapkan, Angel akhirnya sampai di halte bus tersebut.

"Di mana busnya? Ini sudah pukul 08:00, Waktu setempat, apa busnya sudah lewat?"

Sudah lewat lima menit dari jadwal kedatangan bus. Tubuh yang gempal membuat lari Angel menjadi tersendat. Dengan berat tubuh mencapai delapan puluh kilogram jelas membuat Angel sulit untuk bergerak cepat.

Buktinya ketika berlari. Jarak rumahnya dengan halte bus hanya berjarak beberapa ratus meter saja, akan tetapi bagi Angel terasa ribuan kilometer.

Dia memakan lagi sisa potongan roti yang masih tersisa di tangan kanan. Lalu, mengunyahnya dengan sangat baik, sesekali Angel melihat arloji di tangan kiri, menengok kanan kiri tidak ada tanda-tanda kendaraan akan lewat.

"Aku sudah sangat terlambat!" pekiknya cemas. Hatinya gelisah membuat dirinya tak bisa berdiri diam.

"Apa yang harus aku perbuat? Jika terus menunggu sampai bus selanjutnya datang, maka aku akan sangat terlambat ..."

"Berpikir Angel ..." gumamnya, sambil mengunyah roti itu sampai habis.

BRUS ....

"Aaaaa ..." Suatu yang menjijikkan telah membasahi bajunya. Melaju dari kejauhan dengan kecepatan penuh.

Ketika sedang berpikir, tiba-tiba supercar berwarna merah lekat lewat di depan Angel. Karena di wilayah itu habis hujan kemarin malam, hasilnya menciptakan genangan di dekat halte ketika supercar itu lewat, maka air genangan yang kotor tersebut menyiprat kepada Angel.

Ya, bajunya yang berwarna putih dan masih baru harus kotor akibat sebagian air genangan itu menyiram pakaiannya.

"Ya! Hei orang kaya!"

Angel memanggil pengemudi itu. Dia mengacung-acungkan tangannya, serta membesarkan matanya. Menaikkan suaranya agar teriakannya terdengar. Namun, supercar itu tak mau berhenti.

"Aaaa .... Dasar kau orang kaya! Semoga hidupmu selalu sial, untuk selama-lamanya!"

Angel mengutuk keras pengemudi itu. Siapa saja yang ada di balik setir mobil tersebut, akan mengalami hidup sial semasa hidupnya. Itu yang Angel harapkan. Sebagai balasan atas kekacauan yang diperbuat pengemudi tadi.

"Sekarang apa yang harus aku lakukan? Pakaianku basah dan kotor. Aku tidak mungkin ke sekolah dengan pakaian seperti ini."

Frustasi, sakit, dan merasa hancur. Tiga perasaan yang menggambarkan Angel sekarang. Teruntuk pengemudi itu, Angel berterima kasih. Sebab apa? Karena dia sudah membuat Angel harus merasa malu.

Tanpa malu dengan kondisinya Angel akhirnya sampai di kelas. Dia masuk dengan kepala yang tertunduk ke bawah, sembari menahan malu.

Guru yang mengajar terus mencicit memarahi dirinya. Sedangkan teman-teman yang lain terus menertawakan dirinya juga.

"Lihat! Dia sangat kotor. Kelas kita kedatangan seorang pemulung ... Hahaha. Lihat pakaiannya, hahaha," ejek salah satu murid.

"Dia bukan pemulung, tapi lebih pantas disebut sebagai pengemis, hahaha," sambung yang lainnya.

"Hei, bukan pengemis ...," sahut lainnya tidak mau kalah.

"Apa itu?" kata murid yang bersuara keras.

"Gembel!" pekik dia yang duduk di bagian paling belakang.

HAHAHA ...

Satu kelas terbahak-bahak. Bahkan guru yang bertugas hari ini ikut menertawakan Angel.

Dia menggenggam tali ranselnya. Angel menundukan wajahnya yang malu. Menggigit bibir bawah, terus menerus. Menelan ludah, napasnya masih memburu, Angel tak mengira akhirnya akan seperti ini.

Dia berakhir menjadi bahan olok-olokan dari semua orang tanpa terkecuali, guru yang seharusnya membela dirinya malah ikut tertawa seolah dia memang orang bodoh dan pantas untuk dihina.

Angel tidak bisa mengangkat kepalanya. Bahkan dia terlalu malu untuk menunjukan wajahnya tersebut.

"Teruntuk kau yang sudah membuatku seperti ini. Semoga kita tidak berjumpa lagi." Angel membatin. Harapan besarnya semoga tidak dipertemukan dengan pengemudi tak bertanggung jawab itu.

Tertawa dan tertawa. Telinganya merasa panas. Angel tak bisa berbuat banyak. Dia sadar diri datang terlambat dan masuk kelas dengan kondisi yang menjijikkan. Wajar saja jika dijadikan bahan ejekan semua orang.

Angel sudah tidak kuat lagi. Dia terlalu malu untuk bisa berdiri berlama-lama di sana. Dadanya sesak, telinganya terus berdengung dan kepalanya seolah ingin pecah.

Dia pergi. Angel memilih melarikan diri dari kelas tersebut, meskipun sesungguhnya dia adalah murid baru di sana. Tidak ada satupun yang peduli dengan hal tersebut, termasuk guru yang bertugas mengajar di kelas ini.

Apa Angel dipanggil? Tidak.

Dia dibiarkan pergi, sebab kehadiran Angel hanya akan membawa malapetaka saja bagi kelas tersebut.

Hari pertama yang buruk. Mendapatkan hinaan yang membuat Angel tidak akan pernah mengangkat kepalanya di sekolah ini.

Angel berlari ke halaman belakang sekolah. Dia menangis sesegukan di bawah pohon yang rindang.

Dia menumpah ruahkan isi hatinya di bawah pohon tersebut.

"Mengapa? Kenapa aku harus mendapatkan hinaan ini? Mengapa aku selalu dihina, diabaikan dan seolah dibuang? Mengapa? Mengapa kau tidak pernah adil kepadaku Tuhan?"

Dia mengadu pada Tuhan Yang Maha Esa. Air matanya tercurahkan pada penyesalan yang teramat mendalam.

Angel meratapi nasibnya yang selalu saja sial. Orang-orang sekitarnya selalu menghina dan mencaci dirinya layaknya sampah.

"Ini hari pertamaku di sekolah. Mengapa kau harus membuatku menjadi bahan olok-olokan seperti ini Tuhan? Apa salah dan dosaku, sehingga aku tidak pernah merasakan bahagia?"

Semuanya Angel tumpahkan di bawah pohon besar itu. Angel mengadukan semuanya pada Sang Pencipta alam semesta.

"Apakah aku tidak pantas mendapatkan kebahagiaan seperti orang lain? Setidaknya satu kali saja, biarkan diriku ini mendapatkan kebahagiaan. Apa itu tidak bisa aku gapai?"

Air matanya tercurahkan di sana. Hari pertama masuk sekolah yang seharusnya menjadi momen menyenangkan, kini hanya sebuah penyesalan semata.

Harapan terbesar Angel adalah. Dia akan mendapat banyak teman di sekolah barunya ini, meski Angel sadar siapa dirinya itu?

Bertubuh gempal dan tak memiliki rupa yang cantik. Apakah ada yang mau berteman dengan gadis buruk rupa seperti dirinya?

"Sejak awal, seharusnya aku sadar siapakah diriku ini? Sekolah ini memang tidak pantas untuk orang seperti diriku. Aku terlalu berharap besar akan mendapatkan kesenangan di sekolah ini. Buktinya, hari pertama ini sangatlah buruk."

Berkeluh kesah. Angel tak tahu harus mengatakan apa lagi. Harapan besar dari kedua orang tuanya telah pupus dan sirna. Angel tidak akan pernah mengangkat kepalanya lagi di sekolah ini.

Diremehkan dan dipandang sebelah mata, membuat Angel frustasi dan mengambil keputusan untuk tidak belajar di sekolah ini.

Angel masih saja menangis, sampai salah seorang murid mendatangi dirinya.

"Ini untukmu! Hapus air matamu dengan ini. Tidak pantas seorang wanita menangis sendiri di tempat sepi. Seharusnya kau berada di kelas dan bukan di sini."

Seseorang dengan baik hatinya mengulurkan tangan untuk Angel. Bukan hanya itu dia juga berniat memberikan sebuah sapu tangan kepada Angel.

Angel mengangkat kepalanya, matanya membulat dan tarikan napasnya sangat berat.

"Siapa kau?"

Angel tak mengenal seseorang yang memakai seragam yang sama dengannya itu.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Romantis

5.0

Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku