Istri Kontrak: Penebusan Thorne

Istri Kontrak: Penebusan Thorne

Gavin

5.0
Komentar
340
Penayangan
10
Bab

Aku terbaring dalam keheningan rumah sakit yang steril, meratapi bayi yang tak pernah sempat kudekap. Semua orang menyebutnya kecelakaan tragis. Terpeleset dan jatuh. Tapi aku tahu kebenarannya. Suamiku sengaja mendorongku. Marko akhirnya datang menjenguk. Dia tidak membawa bunga; dia membawa sebuah koper. Di dalamnya ada surat cerai dan perjanjian kerahasiaan. Dengan tenang dia memberitahuku bahwa selingkuhannya-sahabatku sendiri-sedang hamil. Mereka adalah "keluarga sejatinya" sekarang, dan mereka tidak mau ada "keributan". Dia mengancam akan menggunakan laporan psikiatri palsu untuk menggambarkanku sebagai wanita labil yang membahayakan diriku sendiri. "Tanda tangani surat-surat ini, Clara," dia memperingatkan, suaranya hampa tanpa emosi. "Atau kau akan dipindahkan dari kamar yang nyaman ini ke fasilitas yang lebih... aman. Untuk jangka panjang." Aku menatap pria yang pernah kucintai dan melihat sesosok monster. Ini bukan tragedi; ini adalah pengambilalihan hidupku secara paksa. Dia sibuk bertemu dengan pengacara saat aku kehilangan anak kami. Aku bukan istrinya yang berduka; aku adalah sebuah masalah yang harus diselesaikan, sebuah benang kusut yang harus diikat. Aku benar-benar terperangkap. Tepat saat keputusasaan menelanku, pengacara lama orang tuaku muncul bagai hantu dari masa lalu. Dia meletakkan sebuah kunci tua yang berat dan berukir di telapak tanganku. "Orang tuamu meninggalkan jalan keluar untukmu," bisiknya, matanya penuh tekad. "Untuk hari seperti ini." Kunci itu membawaku pada sebuah kontrak yang terlupakan, sebuah perjanjian yang dibuat oleh kakek kami puluhan tahun yang lalu. Sebuah perjanjian pernikahan yang mengikatku pada satu-satunya pria yang ditakuti suamiku lebih dari kematian itu sendiri: Julian Aditama, miliarder kejam yang hidup menyendiri.

Bab 1

Aku terbaring dalam keheningan rumah sakit yang steril, meratapi bayi yang tak pernah sempat kudekap.

Semua orang menyebutnya kecelakaan tragis. Terpeleset dan jatuh. Tapi aku tahu kebenarannya. Suamiku sengaja mendorongku.

Marko akhirnya datang menjenguk. Dia tidak membawa bunga; dia membawa sebuah koper.

Di dalamnya ada surat cerai dan perjanjian kerahasiaan.

Dengan tenang dia memberitahuku bahwa selingkuhannya-sahabatku sendiri-sedang hamil. Mereka adalah "keluarga sejatinya" sekarang, dan mereka tidak mau ada "keributan".

Dia mengancam akan menggunakan laporan psikiatri palsu untuk menggambarkanku sebagai wanita labil yang membahayakan diriku sendiri.

"Tanda tangani surat-surat ini, Clara," dia memperingatkan, suaranya hampa tanpa emosi. "Atau kau akan dipindahkan dari kamar yang nyaman ini ke fasilitas yang lebih... aman. Untuk jangka panjang."

Aku menatap pria yang pernah kucintai dan melihat sesosok monster. Ini bukan tragedi; ini adalah pengambilalihan hidupku secara paksa. Dia sibuk bertemu dengan pengacara saat aku kehilangan anak kami. Aku bukan istrinya yang berduka; aku adalah sebuah masalah yang harus diselesaikan, sebuah benang kusut yang harus diikat.

Aku benar-benar terperangkap.

Tepat saat keputusasaan menelanku, pengacara lama orang tuaku muncul bagai hantu dari masa lalu. Dia meletakkan sebuah kunci tua yang berat dan berukir di telapak tanganku.

"Orang tuamu meninggalkan jalan keluar untukmu," bisiknya, matanya penuh tekad. "Untuk hari seperti ini."

Kunci itu membawaku pada sebuah kontrak yang terlupakan, sebuah perjanjian yang dibuat oleh kakek kami puluhan tahun yang lalu.

Sebuah perjanjian pernikahan yang mengikatku pada satu-satunya pria yang ditakuti suamiku lebih dari kematian itu sendiri: Julian Aditama, miliarder kejam yang hidup menyendiri.

Bab 1

Hantu dari kehidupan yang tak pernah sempat kudekap menghantuiku dalam keheningan kamar rumah sakit yang steril.

Rasa sakit itu seperti nyeri samar di perutku, sebuah ruang hampa di mana harapan pernah bersemayam. Bau antiseptik menempel di sprei tipis yang kaku, aroma kimia tajam yang menggores tenggorokanku setiap kali aku bernapas. Di luar jendela yang tertutup rapat, kota Jakarta tampak kabur oleh hujan kelabu dan cahaya redup, sebuah dunia yang terasa jutaan mil jauhnya.

Duniaku telah menyusut menjadi empat dinding putih ini, bunyi monitor jantung yang berirama dan merendahkan, serta kenangan yang terus berputar tanpa henti.

*Dorongan yang tajam dan tiba-tiba. Lantai marmer yang licin melesat menyambutku. Wajah Marko, tidak menoleh padaku dengan cemas, tetapi pada *dia*, lengannya melindungi wanita yang pernah menjadi sahabatku. Matanya, ketika akhirnya melirik tubuhku yang terkulai di lantai, tidak menunjukkan cinta, tidak ada kepanikan. Hanya ketidakpedulian yang dingin dan menakutkan. Sebuah gangguan. Aku adalah penghalang di jalan menuju kebahagiaannya.*

Kenangan itu bagai serpihan kaca di benakku, dan setiap kali aku berkedip, serpihan itu menusuk lebih dalam. Para dokter menyebutnya kecelakaan tragis. Terpeleset dan jatuh. Aku tahu kebenarannya. Aku telah dibuang.

Pintu berderit terbuka, menarikku dari kubangan masa lalu. Aku tersentak, jantungku berdebar kencang di dada seperti burung yang terperangkap. Aku berharap itu Sofi, sahabat terbaikku, dengan senyum hangatnya dan sebatang cokelat selundupan.

Tapi itu Marko.

Dia tidak membawa bunga. Dia membawa koper kulit yang ramping. Dia berdiri di dekat pintu, seorang asing dalam setelan jas yang dijahit sempurna, kainnya berwarna arang gelap yang seolah menyerap semua cahaya di ruangan itu. Dia berbau parfum mahal dan hujan yang baru saja dilewatinya. Dia tidak mendekati tempat tidur.

Suara batinku menjerit. *Dia tidak menyesal. Lihat saja dia. Dia bahkan tidak melihatmu, dia melihat mesin-mesin itu, menghitung.*

"Clara," katanya, suaranya halus dan masuk akal seperti yang biasa dia gunakan untuk menutup kesepakatan bisnis. Suara yang dulu menenangkanku. Sekarang, suara itu membuat kulitku merinding.

Aku tidak mengatakan apa-apa. Tenggorokanku kering kerontang, lidahku terasa berat. Aku hanya memperhatikannya, jari-jariku mencengkeram selimut tipis, satu-satunya perisai yang kumiliki.

Dia membuka koper dengan bunyi klik yang lembut dan tegas. Dia mengeluarkan setumpuk kertas, meletakkannya di atas meja dorong di samping tempat tidurku dengan bunyi gedebuk yang steril. Halaman teratas bertuliskan, dengan huruf tebal dan mencolok: 'PERJANJIAN PENYELESAIAN PERCERAIAN'.

"Kupikir kau akan menganggap syarat-syaratnya murah hati," katanya, tatapannya akhirnya bertemu denganku. Datar, tanpa emosi. Rahangnya mengeras, otot kecil berkedut di dekat telinganya. Dia tidak sabar. Dia ingin ini cepat selesai.

"Murah hati?" Kata itu keluar serak, suara orang asing yang keluar dari tenggorokanku. "Kau membunuh bayi kita, Marko."

Untuk sesaat, sesuatu melintas di wajahnya. Bukan rasa bersalah. Bukan penyesalan. Kejengkelan. Kejengkelan murni tanpa filter.

"Itu kecelakaan, Clara. Dokter sudah memastikannya," katanya, suaranya merendah, menjadi sangat lembut dan berbahaya. "Dan kau... tidak sehat sejak saat itu. Tidak stabil. Begini lebih baik."

Dia mendorong dokumen lain ke seberang meja. Perjanjian kerahasiaan. Darahku terasa dingin saat aku membaca istilah-istilah hukum itu. Aku tidak boleh berbicara tentang dia, bisnisnya, atau... keluarga barunya.

"Keluarga sejatiku membutuhkanku sekarang," lanjutnya, kata-katanya seperti anak panah beracun. "Amelia sedang hamil. Kami tidak mau ada keributan. Kau akan menandatangani ini, dan kau akan diurus."

Aku menatapnya, kekejaman rencananya yang terperinci menghantamku. Ini bukan tragedi. Ini adalah pengambilalihan hidupku secara paksa. Aku adalah sebuah masalah yang harus diselesaikan.

*Dia merencanakan ini. Saat aku berdarah, saat aku kehilangan anak kami, dia bertemu dengan pengacara. Dia melindungi wanita itu. 'Keluarga' sejatinya.* Pikiran itu begitu keji, begitu mengerikan, hingga aku merasa mual.

"Dan jika aku tidak menandatanganinya?" bisikku, semangat juangku terkuras habis, hanya menyisakan batu ketakutan yang dingin dan keras di perutku.

Marko sedikit mencondongkan tubuh ke depan, buku-buku jarinya memutih saat dia mencengkeram tepi meja. Topeng kesopanannya terlepas.

"Maka aku tidak punya pilihan lain," katanya, suaranya mendesis berbisa. "Aku punya laporan. Dari dokter-dokter yang sangat dihormati. Mereka semua mengatakan kau menderita delusi, paranoia. Bahwa kau berbahaya bagi dirimu sendiri dan orang lain. Sayang sekali jika kau harus dipindahkan dari kamar yang nyaman ini ke fasilitas yang lebih... aman. Untuk jangka panjang."

Ancaman itu menggantung di udara, tebal dan menyesakkan. Dia akan memasukkanku ke rumah sakit jiwa. Dia akan menghapusku, melukisku sebagai wanita gila, dan pergi dengan segalanya. Suamiku. Masa depanku. Kewarasanku.

Air mata yang tak kusangka masih kumiliki mulai mengalir, panas dan tanpa suara, menuruni pelipisku dan masuk ke rambutku. Aku terperangkap. Benar-benar hancur.

Dia melihatku menyerah. Dia merapikan dasinya, ketenangannya pulih sempurna. "Pengacaraku akan kembali besok untuk tanda tangan. Istirahatlah, Clara."

Dia berbalik dan berjalan keluar, pintu tertutup dengan bunyi klik lembut dan final yang menggemakan suara hidupku yang hancur berkeping-keping.

Aku terbaring di sana entah berapa lama, tenggelam dalam keheningan yang dia tinggalkan. Bunyi monitor adalah satu-satunya bukti bahwa aku masih hidup. Aku tidak punya apa-apa. Tidak, aku lebih buruk dari itu. Aku adalah masalah yang harus diselesaikan, benang kusut yang harus diikat.

Tepat saat secercah cahaya terakhir memudar dari langit, terdengar ketukan lembut. Pintu terbuka lagi. Aku memejamkan mata, bersiap untuk pukulan lain.

"Nona Clara?"

Suara itu lembut, feminin, dan akrab. Aku membuka mata. Seorang wanita tua dengan mata ramah dan rambut perak yang disanggul rapi berdiri di sana. Ibu Ratna. Dia adalah pengacara orang tuaku, seorang wanita yang sudah bertahun-tahun tidak kulihat. Dia membawa tas kulit usang, bukan koper. Ruangan itu tiba-tiba terasa sedikit lebih hangat.

Dia bergerak ke samping tempat tidurku, ekspresinya campuran antara kasihan dan tekad. Tangannya yang dingin dan kering menempel di lenganku sejenak. Itu adalah sentuhan ramah pertama yang kurasakan dalam beberapa hari.

"Saya dengar apa yang terjadi," katanya lembut, tatapannya tidak melewatkan sedikit pun keadaanku yang hancur. "Dan saya dengar... pria itu baru saja di sini." Dia mengucapkan kata 'pria' seolah-olah itu adalah sesuatu yang busuk.

Dia membuka tasnya dan mengambil sebuah kunci tunggal, berukir, dan kuno. Kunci itu berat, terbuat dari kuningan, dan terpasang pada gantungan kulit sederhana.

"Orang tuamu adalah orang-orang yang luar biasa, Clara," katanya, suaranya mantap dan yakin. "Mereka juga sangat pandai menilai karakter. Mereka sudah menduga bahwa suatu hari nanti serigala mungkin akan mengenakan pakaian domba."

Dia menekan kunci itu ke telapak tanganku, jari-jarinya menutup jari-jariku di sekelilingnya. Logam itu terasa dingin di kulitku.

"Mereka meninggalkan jalan keluar untukmu," bisiknya, matanya menatap mataku dengan intensitas yang menembus keputusasaanku. "Kunci ini membuka brankas di Bank Sentral Jakarta. Di dalamnya, kau akan menemukan sebuah kontrak. Kontrak yang memiliki kekuatan lebih dari yang bisa kau bayangkan. Lebih banyak kekuatan daripada yang bisa diimpikan Marko."

Dia meremas tanganku untuk terakhir kalinya. "Orang tuamu memastikan kau tidak akan pernah benar-benar terperangkap, sayangku. Pergilah. Gunakan itu."

Dia pergi setenang kedatangannya, meninggalkanku sendirian dengan berat kunci di tanganku dan secercah harapan yang menakutkan dan mustahil di tengah kegelapan yang menyesakkan.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Gavin

Selebihnya
Penipuan Lima Tahun, Pembalasan Seumur Hidup

Penipuan Lima Tahun, Pembalasan Seumur Hidup

xuanhuan

5.0

Aku adalah Alina Wijaya, pewaris tunggal keluarga Wijaya yang telah lama hilang, akhirnya kembali ke rumah setelah masa kecilku kuhabiskan di panti asuhan. Orang tuaku memujaku, suamiku menyayangiku, dan wanita yang mencoba menghancurkan hidupku, Kiara Anindita, dikurung di fasilitas rehabilitasi mental. Aku aman. Aku dicintai. Di hari ulang tahunku, aku memutuskan untuk memberi kejutan pada suamiku, Bram, di kantornya. Tapi dia tidak ada di sana. Aku menemukannya di sebuah galeri seni pribadi di seberang kota. Dia bersama Kiara. Dia tidak berada di fasilitas rehabilitasi. Dia tampak bersinar, tertawa saat berdiri di samping suamiku dan putra mereka yang berusia lima tahun. Aku mengintip dari balik kaca saat Bram menciumnya, sebuah gestur mesra yang familier, yang baru pagi tadi ia lakukan padaku. Aku merayap mendekat dan tak sengaja mendengar percakapan mereka. Permintaan ulang tahunku untuk pergi ke Dunia Fantasi ditolak karena dia sudah menjanjikan seluruh taman hiburan itu untuk putra mereka—yang hari ulang tahunnya sama denganku. "Dia begitu bersyukur punya keluarga, dia akan percaya apa pun yang kita katakan," kata Bram, suaranya dipenuhi kekejaman yang membuat napasku tercekat. "Hampir menyedihkan." Seluruh realitasku—orang tua penyayang yang mendanai kehidupan rahasia ini, suamiku yang setia—ternyata adalah kebohongan selama lima tahun. Aku hanyalah orang bodoh yang mereka pajang di atas panggung. Ponselku bergetar. Sebuah pesan dari Bram, dikirim saat dia sedang berdiri bersama keluarga aslinya. "Baru selesai rapat. Capek banget. Aku kangen kamu." Kebohongan santai itu adalah pukulan telak terakhir. Mereka pikir aku adalah anak yatim piatu menyedihkan dan penurut yang bisa mereka kendalikan. Mereka akan segera tahu betapa salahnya mereka.

Putra Rahasianya, Aib Publiknya

Putra Rahasianya, Aib Publiknya

Modern

5.0

Namaku Alina Wijaya, seorang dokter residen yang akhirnya bertemu kembali dengan keluarga kaya raya yang telah kehilangan aku sejak kecil. Aku punya orang tua yang menyayangiku dan tunangan yang tampan dan sukses. Aku aman. Aku dicintai. Semua itu adalah kebohongan yang sempurna dan rapuh. Kebohongan itu hancur berkeping-keping pada hari Selasa, saat aku menemukan tunanganku, Ivan, tidak sedang rapat dewan direksi, melainkan berada di sebuah mansion megah bersama Kiara Anindita, wanita yang katanya mengalami gangguan jiwa lima tahun lalu setelah mencoba menjebakku. Dia tidak terpuruk; dia tampak bersinar, menggendong seorang anak laki-laki, Leo, yang tertawa riang dalam pelukan Ivan. Aku tak sengaja mendengar percakapan mereka: Leo adalah putra mereka, dan aku hanyalah "pengganti sementara", sebuah alat untuk mencapai tujuan sampai Ivan tidak lagi membutuhkan koneksi keluargaku. Orang tuaku, keluarga Wijaya, juga terlibat dalam sandiwara ini, mendanai kehidupan mewah Kiara dan keluarga rahasia mereka. Seluruh realitasku—orang tua yang penuh kasih, tunangan yang setia, keamanan yang kukira telah kutemukan—ternyata adalah sebuah panggung yang dibangun dengan cermat, dan aku adalah si bodoh yang memainkan peran utama. Kebohongan santai yang Ivan kirimkan lewat pesan, "Baru selesai rapat. Capek banget. Kangen kamu. Sampai ketemu di rumah," saat dia berdiri di samping keluarga aslinya, adalah pukulan terakhir. Mereka pikir aku menyedihkan. Mereka pikir aku bodoh. Mereka akan segera tahu betapa salahnya mereka.

Perhitungan Pahit Seorang Istri

Perhitungan Pahit Seorang Istri

Romantis

5.0

Suamiku, Banyu, dan aku adalah pasangan emas Jakarta. Tapi pernikahan sempurna kami adalah kebohongan, tanpa anak karena kondisi genetik langka yang katanya akan membunuh wanita mana pun yang mengandung bayinya. Ketika ayahnya yang sekarat menuntut seorang ahli waris, Banyu mengusulkan sebuah solusi: seorang ibu pengganti. Wanita yang dipilihnya, Arini, adalah versi diriku yang lebih muda dan lebih bersemangat. Tiba-tiba, Banyu selalu sibuk, menemaninya melalui "siklus bayi tabung yang sulit." Dia melewatkan hari ulang tahunku. Dia melupakan hari jadi pernikahan kami. Aku mencoba memercayainya, sampai aku mendengarnya di sebuah pesta. Dia mengaku kepada teman-temannya bahwa cintanya padaku adalah "koneksi yang dalam," tetapi dengan Arini, itu adalah "gairah" dan "bara api." Dia merencanakan pernikahan rahasia dengannya di Labuan Bajo, di vila yang sama yang dia janjikan padaku untuk hari jadi kami. Dia memberinya pernikahan, keluarga, kehidupan—semua hal yang tidak dia berikan padaku, menggunakan kebohongan tentang kondisi genetik yang mematikan sebagai alasannya. Pengkhianatan itu begitu total hingga terasa seperti sengatan fisik. Ketika dia pulang malam itu, berbohong tentang perjalanan bisnis, aku tersenyum dan memainkan peran sebagai istri yang penuh kasih. Dia tidak tahu aku telah mendengar semuanya. Dia tidak tahu bahwa saat dia merencanakan kehidupan barunya, aku sudah merencanakan pelarianku. Dan dia tentu tidak tahu aku baru saja menelepon sebuah layanan yang berspesialisasi dalam satu hal: membuat orang menghilang.

Dihapus oleh Kebohongan dan Cintanya

Dihapus oleh Kebohongan dan Cintanya

Miliarder

5.0

Selama sepuluh tahun, aku memberikan segalanya untuk suamiku, Baskara. Aku bekerja di tiga tempat sekaligus agar dia bisa menyelesaikan S2 bisnisnya dan menjual liontin warisan nenekku untuk mendanai perusahaan rintisannya. Sekarang, di ambang perusahaannya melantai di bursa saham, dia memaksaku menandatangani surat cerai untuk yang ketujuh belas kalinya, menyebutnya sebagai "langkah bisnis sementara." Lalu aku melihatnya di TV, lengannya melingkari wanita lain—investor utamanya, Aurora Wijaya. Dia menyebut wanita itu cinta dalam hidupnya, berterima kasih padanya karena "percaya padanya saat tidak ada orang lain yang melakukannya," menghapus seluruh keberadaanku hanya dengan satu kalimat. Kekejamannya tidak berhenti di situ. Dia menyangkal mengenalku setelah pengawalnya memukuliku hingga pingsan di sebuah mal. Dia mengurungku di gudang bawah tanah yang gelap, padahal dia tahu betul aku fobia ruang sempit yang parah, membiarkanku mengalami serangan panik sendirian. Tapi pukulan terakhir datang saat sebuah penculikan. Ketika penyerang menyuruhnya hanya bisa menyelamatkan salah satu dari kami—aku atau Aurora—Baskara tidak ragu-ragu. Dia memilih wanita itu. Dia meninggalkanku terikat di kursi untuk disiksa sementara dia menyelamatkan kesepakatan berharganya. Terbaring di ranjang rumah sakit untuk kedua kalinya, hancur dan ditinggalkan, aku akhirnya menelepon nomor yang tidak pernah kuhubungi selama lima tahun. "Tante Evelyn," ucapku tercekat, "boleh aku tinggal dengan Tante?" Jawaban dari pengacara paling ditakuti di Jakarta itu datang seketika. "Tentu saja, sayang. Jet pribadiku sudah siap. Dan Aria? Apa pun masalahnya, kita akan menyelesaikannya."

Cintanya, Penjaranya, Putra Mereka

Cintanya, Penjaranya, Putra Mereka

Horor

5.0

Selama lima tahun, suamiku, Brama Wijaya, mengurungku di sebuah panti rehabilitasi. Dia mengatakan pada dunia bahwa aku adalah seorang pembunuh yang telah menghabisi nyawa adik tiriku sendiri. Di hari kebebasanku, dia sudah menunggu. Hal pertama yang dia lakukan adalah membanting setir mobilnya ke arahku, mencoba menabrakku bahkan sebelum aku melangkah dari trotoar. Ternyata, hukumanku baru saja dimulai. Kembali ke rumah mewah yang dulu kusebut rumah, dia mengurungku di kandang anjing. Dia memaksaku bersujud di depan potret adikku yang "sudah mati" sampai kepalaku berdarah di lantai marmer. Dia membuatku meminum ramuan untuk memastikan "garis keturunanku yang tercemar" akan berakhir bersamaku. Dia bahkan mencoba menyerahkanku pada rekan bisnisnya yang bejat untuk satu malam, sebagai "pelajaran" atas pembangkanganku. Tapi kebenaran yang paling kejam belum terungkap. Adik tiriku, Kania, ternyata masih hidup. Lima tahun penderitaanku di neraka hanyalah bagian dari permainan kejinya. Dan ketika adik laki-lakiku, Arga, satu-satunya alasanku untuk hidup, menyaksikan penghinaanku, Kania menyuruh orang untuk melemparkannya dari atas tangga batu. Suamiku melihat adikku mati dan tidak melakukan apa-apa. Sambil sekarat karena luka-luka dan hati yang hancur, aku menjatuhkan diri dari jendela rumah sakit, dengan pikiran terakhir sebuah sumpah untuk balas dendam. Aku membuka mataku lagi. Aku kembali ke hari pembebasanku. Suara sipir terdengar datar. "Suamimu yang mengaturnya. Dia sudah menunggu." Kali ini, akulah yang akan menunggu. Untuk menyeretnya, dan semua orang yang telah menyakitiku, langsung ke neraka.

Buku serupa

Dari Istri Tercampakkan Menjadi Pewaris Berkuasa

Dari Istri Tercampakkan Menjadi Pewaris Berkuasa

Gavin
5.0

Pernikahanku hancur di sebuah acara amal yang kuorganisir sendiri. Satu saat, aku adalah istri yang sedang hamil dan bahagia dari seorang maestro teknologi, Bima Nugraha; saat berikutnya, layar ponsel seorang reporter mengumumkan kepada dunia bahwa dia dan kekasih masa kecilnya, Rania, sedang menantikan seorang anak. Di seberang ruangan, aku melihat mereka bersama, tangan Bima bertengger di perut Rania. Ini bukan sekadar perselingkuhan; ini adalah deklarasi publik yang menghapus keberadaanku dan bayi kami yang belum lahir. Untuk melindungi IPO perusahaannya yang bernilai triliunan rupiah, Bima, ibunya, dan bahkan orang tua angkatku sendiri bersekongkol melawanku. Mereka memindahkan Rania ke rumah kami, ke tempat tidurku, memperlakukannya seperti ratu sementara aku menjadi tahanan. Mereka menggambarkanku sebagai wanita labil, ancaman bagi citra keluarga. Mereka menuduhku berselingkuh dan mengklaim anakku bukanlah darah dagingnya. Perintah terakhir adalah hal yang tak terbayangkan: gugurkan kandunganku. Mereka mengunciku di sebuah kamar dan menjadwalkan prosedurnya, berjanji akan menyeretku ke sana jika aku menolak. Tapi mereka membuat kesalahan. Mereka mengembalikan ponselku agar aku diam. Pura-pura menyerah, aku membuat satu panggilan terakhir yang putus asa ke nomor yang telah kusimpan tersembunyi selama bertahun-tahun—nomor milik ayah kandungku, Antony Suryoatmodjo, kepala keluarga yang begitu berkuasa, hingga mereka bisa membakar dunia suamiku sampai hangus.

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku