Rahasia Memalukannya, Perselingkuhan Publiknya

Rahasia Memalukannya, Perselingkuhan Publiknya

Gavin

5.0
Komentar
567
Penayangan
10
Bab

Di malam pernikahanku, suami baruku, Bima, mabuk berat sampai tidak sadarkan diri. Sahabatku selama dua puluh tahun, Karin, mengirimiku pesan berisi nasihat praktis: beri dia air madu dan biarkan dia tidur. Tapi tepat saat Bima mulai tenang, dia menarikku mendekat, napasnya yang panas terasa di leherku. "Aku sangat, sangat mencintaimu, Karin," bisiknya. Lalu aku melihatnya. Sebuah tato yang belum pernah kulihat sebelumnya, satu huruf 'K' yang terukir tepat di atas jantungnya. Keesokan paginya, di hari ulang tahunku, Karin muncul membawa kue, senyumnya semanis racun. Setelah satu gigitan, tenggorokanku mulai menyempit. Kacang. Dia tahu aku alergi parah terhadap kacang. Saat aku terengah-engah mencari udara, naluri pertama Bima bukanlah menolongku, melainkan membelanya. Dia berdiri di antara kami, wajahnya menegang karena amarah. "Kamu itu punya masalah apa, sih, sama dia?" tuntutnya, buta pada kenyataan bahwa istrinya sedang tercekik di depannya. Aku terhuyung-huyung, mencoba meraih EpiPen-ku, tapi dia mencengkeram lenganku, menarikku mundur dengan kasar. "Kamu akan minta maaf pada Karin sekarang juga!" Dengan sisa kekuatanku, aku menampar wajahnya. "Aku hamil," desisku. "Dan aku tidak bisa bernapas."

Bab 1

Di malam pernikahanku, suami baruku, Bima, mabuk berat sampai tidak sadarkan diri. Sahabatku selama dua puluh tahun, Karin, mengirimiku pesan berisi nasihat praktis: beri dia air madu dan biarkan dia tidur.

Tapi tepat saat Bima mulai tenang, dia menarikku mendekat, napasnya yang panas terasa di leherku. "Aku sangat, sangat mencintaimu, Karin," bisiknya. Lalu aku melihatnya. Sebuah tato yang belum pernah kulihat sebelumnya, satu huruf 'K' yang terukir tepat di atas jantungnya.

Keesokan paginya, di hari ulang tahunku, Karin muncul membawa kue, senyumnya semanis racun. Setelah satu gigitan, tenggorokanku mulai menyempit. Kacang. Dia tahu aku alergi parah terhadap kacang.

Saat aku terengah-engah mencari udara, naluri pertama Bima bukanlah menolongku, melainkan membelanya. Dia berdiri di antara kami, wajahnya menegang karena amarah. "Kamu itu punya masalah apa, sih, sama dia?" tuntutnya, buta pada kenyataan bahwa istrinya sedang tercekik di depannya.

Aku terhuyung-huyung, mencoba meraih EpiPen-ku, tapi dia mencengkeram lenganku, menarikku mundur dengan kasar. "Kamu akan minta maaf pada Karin sekarang juga!"

Dengan sisa kekuatanku, aku menampar wajahnya.

"Aku hamil," desisku. "Dan aku tidak bisa bernapas."

Bab 1

Malam pernikahanku seharusnya sempurna, tapi Bima mabuk berat. Dia nyaris tidak bisa berdiri, bicaranya tidak jelas saat teman-teman kami membimbingnya masuk ke dalam suite hotel. Pintu berbunyi klik tertutup, meninggalkan kami dalam keheningan yang terasa terlalu bising.

Aku menatapnya, yang terkulai di tepi ranjang king-size kami, dan gelombang perasaan tidak berdaya menyelimutiku. Ini bukan pria yang baru saja kunikahi. Ini orang asing. Hatiku sakit untuknya, untuk malam sempurna yang perlahan sirna.

Ponselku bergetar. Sebuah pesan dari Karin, sahabatku selama dua puluh tahun. *Dia mungkin minum terlalu banyak, Lana. Beri dia air madu dan biarkan dia tidur. Besok pagi juga sudah baikan.*

Aku merasakan rona merah merayap di leherku. Karin selalu tahu apa yang harus dilakukan. Pesannya, yang begitu praktis, juga menyimpan sedikit harapan tentang malam ini, dan aku merasa ada secercah asa bahwa segalanya mungkin masih akan baik-baik saja.

Aku melakukan apa yang dia katakan. Aku memesan air madu dari layanan kamar dan dengan lembut membujuk Bima untuk meminumnya. Dia penurut, seperti anak kecil, melakukan apa pun yang kuminta tanpa perlawanan.

Perlahan, energi gilanya menghilang, dan dia mulai tenang, napasnya teratur saat dia berbaring di atas bantal. Akhirnya dia diam.

Aku mengambil ponselku lagi, ingin membalas pesan Karin, untuk berterima kasih karena telah menjadi penenang dalam badai hatiku, seperti yang selalu dia lakukan.

Tiba-tiba, lengan yang kuat melingkari tubuhku dari belakang, menarikku ke dada yang hangat. Bima belum tidur. Napasnya terasa panas di leherku.

"Aku mencintaimu," bisiknya, suaranya berat dan serak. Itu bukan bisikan penuh cinta dari seorang suami baru. Kedengarannya seperti pengakuan yang direnggut dari jiwanya.

"Aku sangat, sangat mencintaimu, Karin."

Nama itu menggantung di udara, seperti racun. Dia tidak mengatakan Lana. Dia menyebut nama sahabatku.

Kemejanya terbuka karena mabuk. Di sana, di sisi kiri dadanya, tepat di atas jantungnya, ada sebuah tato yang belum pernah kulihat sebelumnya.

Itu adalah satu huruf 'K' yang elegan.

Pikiranku kosong. Dunia seakan miring, suara-suara memudar menjadi dengungan samar di telingaku. Pria yang memelukku, ruangan ini, gaun putih yang tergantung di pintu-semuanya terasa seperti film yang kutonton dari kejauhan.

K. Karin. Huruf 'K' itu untuk Karin.

Semuanya menjadi jelas. Alasan dia mabuk sampai tidak bisa berfungsi. Alasan dia menatap melewatiku di resepsi, matanya mencari orang lain. Dia tidak merayakan pernikahan kami. Dia meratapinya.

Aku berdiri di sana, membeku dalam pelukannya, untuk waktu yang terasa seperti selamanya. Aku tidak bisa bergerak. Aku tidak bisa bernapas.

Perlahan, perasaan kembali ke anggota tubuhku, rasa dingin yang mengerikan meresap ke tulang-tulangku.

Ponselku bergetar lagi di meja nakas.

Aku melepaskan diri darinya, gerakanku kaku dan seperti robot. Dia tidak menyadarinya, sudah terlelap dalam tidurnya yang mabuk.

Aku menatap layar yang menyala.

Pesan itu dari Karin.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Gavin

Selebihnya
Penipuan Lima Tahun, Pembalasan Seumur Hidup

Penipuan Lima Tahun, Pembalasan Seumur Hidup

xuanhuan

5.0

Aku adalah Alina Wijaya, pewaris tunggal keluarga Wijaya yang telah lama hilang, akhirnya kembali ke rumah setelah masa kecilku kuhabiskan di panti asuhan. Orang tuaku memujaku, suamiku menyayangiku, dan wanita yang mencoba menghancurkan hidupku, Kiara Anindita, dikurung di fasilitas rehabilitasi mental. Aku aman. Aku dicintai. Di hari ulang tahunku, aku memutuskan untuk memberi kejutan pada suamiku, Bram, di kantornya. Tapi dia tidak ada di sana. Aku menemukannya di sebuah galeri seni pribadi di seberang kota. Dia bersama Kiara. Dia tidak berada di fasilitas rehabilitasi. Dia tampak bersinar, tertawa saat berdiri di samping suamiku dan putra mereka yang berusia lima tahun. Aku mengintip dari balik kaca saat Bram menciumnya, sebuah gestur mesra yang familier, yang baru pagi tadi ia lakukan padaku. Aku merayap mendekat dan tak sengaja mendengar percakapan mereka. Permintaan ulang tahunku untuk pergi ke Dunia Fantasi ditolak karena dia sudah menjanjikan seluruh taman hiburan itu untuk putra mereka—yang hari ulang tahunnya sama denganku. "Dia begitu bersyukur punya keluarga, dia akan percaya apa pun yang kita katakan," kata Bram, suaranya dipenuhi kekejaman yang membuat napasku tercekat. "Hampir menyedihkan." Seluruh realitasku—orang tua penyayang yang mendanai kehidupan rahasia ini, suamiku yang setia—ternyata adalah kebohongan selama lima tahun. Aku hanyalah orang bodoh yang mereka pajang di atas panggung. Ponselku bergetar. Sebuah pesan dari Bram, dikirim saat dia sedang berdiri bersama keluarga aslinya. "Baru selesai rapat. Capek banget. Aku kangen kamu." Kebohongan santai itu adalah pukulan telak terakhir. Mereka pikir aku adalah anak yatim piatu menyedihkan dan penurut yang bisa mereka kendalikan. Mereka akan segera tahu betapa salahnya mereka.

Perhitungan Pahit Seorang Istri

Perhitungan Pahit Seorang Istri

Romantis

5.0

Suamiku, Banyu, dan aku adalah pasangan emas Jakarta. Tapi pernikahan sempurna kami adalah kebohongan, tanpa anak karena kondisi genetik langka yang katanya akan membunuh wanita mana pun yang mengandung bayinya. Ketika ayahnya yang sekarat menuntut seorang ahli waris, Banyu mengusulkan sebuah solusi: seorang ibu pengganti. Wanita yang dipilihnya, Arini, adalah versi diriku yang lebih muda dan lebih bersemangat. Tiba-tiba, Banyu selalu sibuk, menemaninya melalui "siklus bayi tabung yang sulit." Dia melewatkan hari ulang tahunku. Dia melupakan hari jadi pernikahan kami. Aku mencoba memercayainya, sampai aku mendengarnya di sebuah pesta. Dia mengaku kepada teman-temannya bahwa cintanya padaku adalah "koneksi yang dalam," tetapi dengan Arini, itu adalah "gairah" dan "bara api." Dia merencanakan pernikahan rahasia dengannya di Labuan Bajo, di vila yang sama yang dia janjikan padaku untuk hari jadi kami. Dia memberinya pernikahan, keluarga, kehidupan—semua hal yang tidak dia berikan padaku, menggunakan kebohongan tentang kondisi genetik yang mematikan sebagai alasannya. Pengkhianatan itu begitu total hingga terasa seperti sengatan fisik. Ketika dia pulang malam itu, berbohong tentang perjalanan bisnis, aku tersenyum dan memainkan peran sebagai istri yang penuh kasih. Dia tidak tahu aku telah mendengar semuanya. Dia tidak tahu bahwa saat dia merencanakan kehidupan barunya, aku sudah merencanakan pelarianku. Dan dia tentu tidak tahu aku baru saja menelepon sebuah layanan yang berspesialisasi dalam satu hal: membuat orang menghilang.

Buku serupa

Membalas Penkhianatan Istriku

Membalas Penkhianatan Istriku

Juliana
5.0

"Ada apa?" tanya Thalib. "Sepertinya suamiku tahu kita selingkuh," jawab Jannah yang saat itu sudah berada di guyuran shower. "Ya bagus dong." "Bagus bagaimana? Dia tahu kita selingkuh!" "Artinya dia sudah tidak mempedulikanmu. Kalau dia tahu kita selingkuh, kenapa dia tidak memperjuangkanmu? Kenapa dia diam saja seolah-olah membiarkan istri yang dicintainya ini dimiliki oleh orang lain?" Jannah memijat kepalanya. Thalib pun mendekati perempuan itu, lalu menaikkan dagunya. Mereka berciuman di bawah guyuran shower. "Mas, kita harus mikirin masalah ini," ucap Jannah. "Tak usah khawatir. Apa yang kau inginkan selama ini akan aku beri. Apapun. Kau tak perlu memikirkan suamimu yang tidak berguna itu," kata Thalib sambil kembali memagut Jannah. Tangan kasarnya kembali meremas payudara Jannah dengan lembut. Jannah pun akhirnya terbuai birahi saat bibir Thalib mulai mengecupi leher. "Ohhh... jangan Mas ustadz...ahh...!" desah Jannah lirih. Terlambat, kaki Jannah telah dinaikkan, lalu batang besar berurat mulai menyeruak masuk lagi ke dalam liang surgawinya. Jannah tersentak lalu memeluk leher ustadz tersebut. Mereka pun berciuman sambil bergoyang di bawah guyuran shower. Sekali lagi desirah nafsu terlarang pun direngkuh dua insan ini lagi. Jannah sudah hilang pikiran, dia tak tahu lagi harus bagaimana dengan keadaan ini. Memang ada benarnya apa yang dikatakan ustadz Thalib. Kalau memang Arief mencintainya setidaknya akan memperjuangkan dirinya, bukan malah membiarkan. Arief sudah tidak mencintainya lagi. Kedua insan lain jenis ini kembali merengkuh letupan-letupan birahi, berpacu untuk bisa merengkuh tetesan-tetesan kenikmatan. Thalib memeluk erat istri orang ini dengan pinggulnya yang terus menusuk dengan kecepatan tinggi. Sungguh tidak ada yang bisa lebih memabukkan selain tubuh Jannah. Tubuh perempuan yang sudah dia idam-idamkan semenjak kuliah dulu.

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku