Perjuangan untuk Arda

Perjuangan untuk Arda

windanur

4.7
Komentar
207
Penayangan
7
Bab

Arda merupakan anak rantauan yang mengadu nasib ke Yogyakarta.

Bab 1 Awal

Aku sadar, aku tahu, aku tak akan bisa menggantikan posisinya di hatimu.

***

Sore berganti malam. Kicauan burung hantu mulai terdengar. Arda melangkahkan kakinya menuju kost-an barunya yang akan ia tinggali selama kurang lebih empat tahun. Ya, Arda merupakan anak rantauan dari Jombang yang merantau ke Jogja. Ia terus melangkah sampai akhirnya sampai ke tempat yang ia tuju. Ia mengusap wajahnya yang terkena keringat dengan tangannya.

"Akhirnya sampai juga," desah Arda. Cowok itu membuka pintu dengan kunci yang ibu kost tadi berikan padanya. Akhirnya pintu terbuka dan ia masuk ke dalam kamar kostnya sambil menenteng bawaannya dari kampungnya.

Kamar kosnya terbilang cukup luas, berukuran 6x6 dengan fasilitas berupa ac, televisi, kasur, kamar mandi dan lain-lain.

Arda langsung meletakkan barang bawaannya dan langsung merebahkan badannya di kasur.

"Lihat aja, aku bakal buktiin ke orangtua kamu kalau aku pantas buat kamu," ucap Arda sambil memiringkan senyumnya. Karena kelelahan setelah perjalanan yang terbilang lama, Arda terlelap dalam tidurnya.

Tok

Tok

Tok

Terdengar ketukan pintu. Arda mendengarnya dan ia bangkit dari kasurnya menuju depan pintu dan membukanya.

"Hoii, bro," sapa teman Arda berambut keriting, bertubuh standar bernama Akmal.

Arda mengacak rambutnya frustrasi, "apaan sih. Ganggu aja," gerutu Arda sedikit kesal. Ia merasa terganggu dengan kedatangan temannya itu karena menganggu jam tidurnya.

"Sori. gue nggak tahu, lo udah ngebo." Akmal menepuk bahu Arda, "ya udah, gue balik ke kos, kos gue deket selisih dua rumah sama lo." Akmal berlalu sambil melambaikan tangan ke arah Arda.

Akmal merupakan teman Arda SMA. Ya, mereka berdua ke Jogja untuk kuliah dan mengadu nasib. Mereka ingin tahu rasanya mengabdi di kota orang.

"Dasar!" Arda menutup pintu dan kembali ke kamarnya untuk melanjutkan tidurnya. Ia tak boleh datang terlambat karena besok adalah hari pertamanya kuliah.

*

Aku pernah berpikir ketika cinta lamanya menemukan cinta barunya. Ia akan membuka hatinya untukku. Tapi aku salah, sampai kapanpun, aku tak pernah ada di ruang hatinya.

***

Arda melangkahkan kakinya menuju kelas yang tak jauh dari parkiran. Langkah demi langkah ia lewati. Tanpa ia sadari dompet yang ia taruh di belakang jeansnya terjatuh. Sesaat kemudian ada seseorang yang meneriakinya dan menghampirinya.

"Mas, dompetnya jatuh," ucap perempuan berambut panjang berparas lumayan cantik.

Arda mengernyit bingung, ia merogoh saku belakangnya, dan ternyata benar dompet yang ditemukan perempuan itu adalah miliknya.

"Makasih, mbak,"ucap Arda seadanya.

Perempuan itu hanya mengangguk, lalu memberikan dompet tersebut pada cowok itu dan segera pergi dari hadapan Arda.

"Mbak, tunggu..." Arda berlari mengejar perempuan itu bermaksud untuk berkenalan.

Bukan modus, Arda hanya ingin mendapatkan teman yang banyak di kampus. Ia bukan tipe orang yang introvert.

Perempuan itu menengok, "ya, ada apa?"

Arda menjulurkan tangan ke perempuan yang barusan menolongnya. Ia tersenyum manis dihadapan perempuan tersebut.

"Perkenalkan saya Arda dari Jombang. Saya anak rantauan. Kalau mbak?" tanya Arda pada perempuan itu.

"Saya Nana, asli Jogja. Panggil Nana saja, jangan mbak, kelihatan tua. Kamu angkatan tahun berapa?"

"2015," jawab Arda.

"Sama. Panggilnya aku-kamu aja, jangan saya, terlalu kaku, Arda,"gumam Nana sedikit terkekeh.

Arda ikut terkekeh sambil mengangguk tanda mengiyakan.

Seusai berkenalan, mereka ke kelas masing-masing.

Akhirnya, Arda sudah sampai di kelasnya. Ia masuk kelas dan duduk paling depan. Ya, dari dulu Arda tidak suka duduk di paling belakang. Bukan apa-apa, itu hanya masalah kebiasaan.

"Coba si congok Akmal kuliah di sini juga. Tempat kost an doang yang sama,"ucap Arda lirih.

Arda memandangi sekitarnya, tak ada satupun yang ia kenal. Ya, karena hari ini adalah hari pertama kuliah. Hanya satu orang yang ia kenal, siapa lagi kalau bukan perempuan yang tadi menemukan dompetnya.

Seketika ada seseorang yang menepuk bahunya dan cowok itu menengok.

"Nama lo siapa?" tanya seorang cowok berambut cepak, berkulit putih dan beralis tebal.

"Gue Arda, anak rantauan dari Jombang, kalau lo?" tanya Arda sambil menepuk bahu seorang itu, berusaha mengakrabkan diri.

"Gue Ramdan, gue asli Jogja. Jaga pergaulan di Jogja, jangan sampai terjerumus, bro," ucap Ramdan yang langsung mendapat anggukan dari Arda.

"Semoga kita bisa berteman baik, bro." Arda merangkul bahu teman barunya.

Ramdan mengacungkan kedua jempolnya, "kalau butuh apa-apa kasih tahu gue. Insya Allah gue bantu, Da."

Arda senang mendengarnya, ternyata orang Jogja tak hanya terkenal kota pelajar, tapi orangnya juga ramah dan baik.

"Yoi. Thanks," ucap Arda tersenyum.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh windanur

Selebihnya

Buku serupa

Penipuan Lima Tahun, Pembalasan Seumur Hidup

Penipuan Lima Tahun, Pembalasan Seumur Hidup

Gavin
5.0

Aku adalah Alina Wijaya, pewaris tunggal keluarga Wijaya yang telah lama hilang, akhirnya kembali ke rumah setelah masa kecilku kuhabiskan di panti asuhan. Orang tuaku memujaku, suamiku menyayangiku, dan wanita yang mencoba menghancurkan hidupku, Kiara Anindita, dikurung di fasilitas rehabilitasi mental. Aku aman. Aku dicintai. Di hari ulang tahunku, aku memutuskan untuk memberi kejutan pada suamiku, Bram, di kantornya. Tapi dia tidak ada di sana. Aku menemukannya di sebuah galeri seni pribadi di seberang kota. Dia bersama Kiara. Dia tidak berada di fasilitas rehabilitasi. Dia tampak bersinar, tertawa saat berdiri di samping suamiku dan putra mereka yang berusia lima tahun. Aku mengintip dari balik kaca saat Bram menciumnya, sebuah gestur mesra yang familier, yang baru pagi tadi ia lakukan padaku. Aku merayap mendekat dan tak sengaja mendengar percakapan mereka. Permintaan ulang tahunku untuk pergi ke Dunia Fantasi ditolak karena dia sudah menjanjikan seluruh taman hiburan itu untuk putra mereka—yang hari ulang tahunnya sama denganku. "Dia begitu bersyukur punya keluarga, dia akan percaya apa pun yang kita katakan," kata Bram, suaranya dipenuhi kekejaman yang membuat napasku tercekat. "Hampir menyedihkan." Seluruh realitasku—orang tua penyayang yang mendanai kehidupan rahasia ini, suamiku yang setia—ternyata adalah kebohongan selama lima tahun. Aku hanyalah orang bodoh yang mereka pajang di atas panggung. Ponselku bergetar. Sebuah pesan dari Bram, dikirim saat dia sedang berdiri bersama keluarga aslinya. "Baru selesai rapat. Capek banget. Aku kangen kamu." Kebohongan santai itu adalah pukulan telak terakhir. Mereka pikir aku adalah anak yatim piatu menyedihkan dan penurut yang bisa mereka kendalikan. Mereka akan segera tahu betapa salahnya mereka.

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku