Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
5.0
Komentar
251
Penayangan
11
Bab

Ambisi Almira, mahasiswi semester 5 yang tengah menjalani kuliahnya untuk mendapat selempang cumlaude tertekan karena sebuah kebencian pada sebuah mata kuliah. Tak hanya mata kuliah yang tak dipedulikan, bahkan dosen yang perlu konsultasi terkait nilai nya yang menyentuh skala E pun luput di matanya. Berkedok perbaikan nilai malah berujung salah lamar yang dilakukan keluarga dosen bersangkutan. Membuatnya harus menelan pahitnya menikah di usia 21 tahun. Belum lagi yang dinikahi jelas laki-laki dewasa terpaut 15 tahun dengannya. "Saya suami kamu di atas buku nikah. Tapi saya pastikan tidak akan ada hasil dari hubungan ini. Tidak perlu repot-repot mengurus ku. Citra jauh lebih paham apa yang ku butuhkan,"ucap Aufa melempar buku nikah di depan mataku. "Oh. Bagus jadi saya juga tidak perlu membuang nyawa yang berharga hanya untuk melahirkan anak. Cih, dasar buta,"ucap Almira berdecih tanpa peduli status masing-masing.

Bab 1 Prolog

Gerimis sudah nyaris 2 jam bertahta seolah enggan lekas turun dan pergi. Uap secangkir kopi masih mengepul tak membuat empunya menantinya berhenti. "Hola kalau hujan terus begini, mending aku koploan aja. Mana mungkin Ayesha mau di ajak keluar,"ucap gadis tanpa hijab itu.

"Koploan lagi. Eh kerjakan dulu semua tugas pilot plant mu itu. Mumpung hujan kan,"ucap Ayesha. Baru saja dibicarakan sudah datang. Entahlah, mungkin dia saudara jailangkung, pikir gadis itu. "Ck kayak nggak ada tugas lain aja yang bisa ku kerjakan,"ucapku sebal. Mata kuliah itu terlalu membuat ku muak dengannya.

Apa ada hal bisa ku lakukan selain hanya untuk melihat sebuah contoh pabrik. Ck yang benar saja. "Tapi Al kalo kamu terlalu bodo amat juga ngga bagus. Nanti di papan pengumuman tertulis Almira Adya Kartika. Semua nilai mu A, terus mata kuliah Pilot Plant C kan ngga lucu,"ucap Ayesha berusaha membujuk ku.

"Hah iya ya. Ku kerjakan nih,"ucapku dengan sangat terpaksa mengerjakan tugas sembari memutar lagu Wes Tatas dari Happy Asmara. "Kamu mengganggu masa me time ku aja. Awas sampai jelek nilai ku. Ngga ikhlas pokok nya,"ucapku sebal. "Sudahlah kerjakan aja dulu daripada misuh ngga jelas.

Eh Al dari tadi ada bunyi chat masuk ngga mau kamu buka kah? Siapa tau penting,"ucap Ayesha. "Paling dari UKM. Ibu sama Bapak kalo siang sibuk, jadi ngga mungkin mereka,"ucapku cuek. "Terserah mu lah. Besok temani aku ke kampus konsul laporan nah Al,"ucap Ayesha. "Boleh tapi nanti aku tunggu di depan pintu masuk ruangan dosen,"ucapku.

"Kebiasaan. Betulan nah ngga ada teman ku pergi konsultasi buat besok. Apalagi udah mau selesai juga semester ini,"ucap Ayesha. "Makanya kayak aku dong. Laporan udah tinggal kumpul. Jadi ngga ada tanggungan lagi. Itu nah barangkali kamu mau liat mana aja yang sudah di revisi. Biar ngga bolak balik,"ucapku menunjuk berbagai jenis tugas berjejer.

"Dih tapi tugas masih ada yang ketinggalan lebih parah,"cibir Ayesha membuatku terkekeh geli. "Sha ngga jadi ambil uang dong. Sayuran ku habis semua apalagi jenis ikan yang udah mulai menunjukkan tanda-tanda kepunahan,"ucapku mengingat stok persediaan di kost. "Mau ngga mau Al. Besok aja habis dari kampus.

Aku mau beli sabun cuci, sabun mandi, sikat gigi, garam, mie, minyak, parfum setrika, pembalut, telur, teh, susu, tomat, bawang merah, bawang putih, sama apa gitu nah. Udah ku list,"ucap Ayesha. "Sebanyak itu? Aku masih ada stok Sha. Kamu pake punya ku aja ngga papa,"ucapku. "Ya kali ngga papa besok aja. Aku juga mau ambil uang. Kakak ku kemarin habis kirimin tau,"ucap Ayesha.

"Behhh tanggal muda duluan. Aku malah masih tanggal tua terus. Biasa akhir semester banyak yang di bayar. Satu adekku mau lulus SMA ya tau kan gimana biaya nya. Satunya lulus SMP,"ucapku. "Lumayan Al. Sama kayak waktu aku masuk kuliah, kakak ku wisuda. Banyak tapi alhamdulillah sekarang kakak ku yang tanggung biaya kuliah ku,"ucap Ayesha menggelitik hati ku.

Harapan orang tua terhadap ku sangat besar untuk bisa menyambung biaya pendidikan untuk kedua saudari ku. "Salut aku sama kakak mu Sha. Semoga aku bisa kayak gitu juga ya. Lulus cumlaude, dapat kerja langsung sambil neruskan S2,"ucapku tersenyum kecil. "Pasti bisa kamu Al. Kita harus selalu yakin aja memang takdir dari sononya tapi kalo nungguin takdir juga ngga mungkin kan,"ucap Ayesha ku angguki.

Terkadang telinga hanya bisa membeku mendengar kalimat putus asa kedua saudari ku takut melanjutkan kuliah tapi di tengah jalan ngga ada yang bisa biayai lagi. Memang kedua orang tua ku juga bekerja namun kebutuhan mereka juga bukan hanya memberi fasilitas pendidikan tapi juga kebutuhan hidup mereka yang di rumah termasuk diri ku. UKT per semester belum lagi biaya kost per bulan beserta biaya hidup yang lain. Ck menyusahkan aja.

"Al mau pinjem pul masya Allah Almira. Ini tugas loh Al. Yakin kamu mau kumpul begini bentukan nya. Coretan dimana mana belum lagi tulisan nya naik turun,"ucap Ayesha membuyarkan lamunan ku. "Yang penting kumpul daripada ngga sama sekali. Bisa aja dosen kita baca ini,"ucapku sembari menyusun semua kertas sebelum scan satu persatu.

"Kalo aku jadi dosen mu sudah ku kasih C kamu Al. Aslinya ngga niat tuh wajar tapi jangan terlalu totalitas gini nah. Mending tulis ulang aja Al,"ucap Ayesha mengambil salah satu kertas ku. "Nah untungnya dosen ku bukan kamu Sha,"ucapku. "Al beneran nah ku bantu aja gin ya,"ucap Ayesha. "Aish ngga usah Sha.

Yang penting itu kumpul tugas daripada ngga sama sekali. Lagian kalo nulis ulang malah ngga sempat. Apa adanya aja,"ucapku santai. Dan bukan salah ku juga kalo aku setengah setengah dalam mengerjakan. Siapa juga yang minta ada mata kuliah membosankan begitu.

-^-

Ting

Ting

Ting

"Al coba liat dulu nah. Barangkali penting makanya sampai banyak betul masuk,"ucap Ayesha. "Divisi Humas rapat di grup tuh loh,"ucapku sembari masih setia menikmati kopi yang sudah terlanjur dingin. Terlalu sayang melewatkan lembar novel yang baru ku beli beberapa waktu lalu.

"Percaya aja gitu nah. Masih asyik ini Al,"ucapku tetap dalam posisi bersandar pada kursi. Lagian karena nya juga sore indah yang harusnya terisi dengan bahagia dan tawa malah jadi penuh beban. Apalagi lagu koploan ku langsung di geser dengan soundtrack drama Korea.

Feel the magic in the air

Allez Allez Allez

Panggilan tanpa nama masuk begitu saja membuatku terkesiap. "Sha kamu kenal nomer ini kah,"tanyaku menunjukkan 12 angka berderet pada panggilan. "Ngga tau aku Al. Coba cek chat masuk. Siapa tau mau hubungi kamu tapi karena ngga ada respon jadi telfon,"saran Ayesha membuatku menekan tombol merah sebelum akhirnya membuka ponsel ku.

+6287181765xxxx

Assalamu'alaikum

Permisi Dek

Halo Almira

Dek

Nilai mata kuliah

Pilot plant nya kurang

Perlu perbaikan

Almira

Dek

"Sok kenal banget. Siapa sih,"ucapku mencoba melihat kontaknya tertera nama Falah membuatku agak mengingat ingat nama itu dalam otakku. Apa aku pernah bertemu dengan nama Falah sebelumnya kah? Tapi kayaknya ngga deh. "Tuh kan ada yang penting,"ucap Ayesha.

Kak Regal

Dek

Besok temui dosen Pilot plant ya

Tadi katanya kamu susah di hubungi

Ngga usah maksa balas chat saya

Kalo memang ngga bisa

Yang penting kamu besok ke kampus

"Akh apa mungkin tulisan ku tadi sore terlalu hancur ya makanya disuruh ke kampus perbaikan. Ngga papa sudah perbaikan ya tinggal di perbaiki,"ucap lirih. Enggan di dengar makhluk ababil di belakang ku. Yang ada malah ayat suci nya yang keluar bukan semangat motivasi.

"Sha aku ikut kamu besok ke kampus. Mau perbaikan nilai dengan Pak Aufa,"ucapku. "Hah? Kok bisa? Bapak chat kamu,"tanya Ayesha ku gelengkan pelan. "Ngapain bapak chat aku? Ngga ada urusan juga. Kak Regal tadi kasih tau,"ucapku. "Oalah. Katanya mau perbaikan. Ngga belajar kah kamu Al? Ya salam makhluk ini. ALMIRA,"ucap Ayesha greget sendiri hanya ku lambai kan tangan berlalu ke dapur.

Ngga ada ceritanya Almira belajar untuk remedial. Karena namanya remidial itu mengulang bukan untuk ujian yang wajib belajar. Ayesha memang teman ku tapi terkadang dia juga jadi Ibu ku. Ya seperti tadi contoh nya. Setiap kali aku membuat sesuatu yang alakadarnya pasti semua ayat cinta nya keluar begitu saja.

Katakanlah aku masih kekanakan tapi memang karena aku bukan tipe yang ingin menjadi sempurna. Aku hanya akan berubah begitu di usia ke 24. Saat itu aku baru akan belajar cara menjadi sosok perempuan yang sepenuhnya. Karena pada usia itu aku merasa lebih dewasa dan harus siap melanjutkan ke bagian hidup ku untuk berkeluarga.

Jangan kan tentang urusan dapur, tentang penampilan aku memang orang yang sederhana. Tidak. Lebih ke minimal. Jika temanku akan berusaha mengumpulkan uang untuk baju dan sejenisnya, aku tidak. Pakaian yang ku pakai rasa ku perlu secukupnya saja. Kalo terlalu banyak ngga dipakai ibadah malah memberatkan di akhirat, menurut tausyiah Ayesha.

Apalagi urusan skin care. Tidak ada yang bisa diharapkan dari benda itu melekat di wajah ku. Bahkan bedak pun jarang terkena di permukaan wajah ku. Aku lebih berpikir untuk skin care saat aku sudah mampu memperoleh penghasilan. Dengan begitu aku tidak merepotkan banyak pihak. Intinya wajahku tak memiliki masalah kulit seperti jerawat dan lain-lain.

Dengan penampilan ku yang sederhana tak jarang saat masih mahasiswa baru. Beberapa kakak tingkat mencibir baju yang ku kenakan hanya itu itu saja. Salah kah memakai baju hanya sedikit. Lagipun yang ku pakai motif batik yang ku dapat saat organisasi agama di masyarakat sebelum masuk dunia kampus.

Setidaknya aku ngga membuang buang uang orang tua ku. Sayyidah Fatimah saja, putri nabi penampilannya sederhana begitu apalagi aku yang dosa aja kalo di hitung sehari buku utang ngga cukup. Yang terkait itu aku ambil hikmah dari tausyiah Ayesha juga. Memang begitu adanya gadis itu sangat memotivasi sebenernya. Hanya untuk beberapa hal agak aneh saja.

"Almira kamu ini malah masak lagi nah ya Rasulullah,"ucap Ayesha menggeleng lelah. Seharian ini aku hanya membuat nya tak berhenti menunjukkan cinta kasihnya saja. "Lapar zheyenk. Itu punya mu kalo terlalu asin tambah air aja,"ucapku menambah garam di mangkuk ku. "Al kondisikan garam nya. Sayang ginjal dikit napa,"ucap Ayesha.

"Biar ngga kena penyakit gondok Sha. Bentar aku mau ambil air dulu,"ucapku mengambil dua gelas beserta sebuah teko. "Semalem aku buat puding Al. Karena takut kurang manis jadi nya kalo makan dikasih susu,"ucap Ayesha menyodorkan sepiring puding yang jelas ku tau rasanya bisa merusak sistem tubuh ku.

"Nanti aja. Kamu larang aku makan asin kamu aja makan manis. Ngga boleh makan yang terlalu manis Sha. Ntar diabetes ngga lucu loh. Mending asin,"ucapku. "Aku pake kan susu di tempat ku sedikit ya. Sengaja ku taruh banyak di tempat mu biar gula darah mu ngga rendah betul Al,"ucap Ayesha.

"Ngga papa rendah tapi ngga boleh tinggi Sha. Sudahlah mending makan aja yok. Ngga enak bahas penyakit di depan makanan. Harusnya kita ini juga kena omel Ibu kita loh Sha. Sudah tau ngga boleh makan mie terlalu sering masih aja makan mie. Sering malah,"ucapku memecah perdebatan.

"Ya mau kek mana Bu. Sudah tanggal tua kalo beli sayur cuma dua macem jadi dua hari. Beli mie bisa jadi seminggu,"ucap Ayesha terkekeh geli. "Yang lebih realistis lah,"ucapku menyambut tawa nya. Lelah juga perdebatan di atas meja makan setiap kali mau makan karena selalu peduli dengan AKG.

"Bentar lagi liburan mau kemana kamu Al,"tanya Ayesha membuatku mendongak. "Dulu setiap libur pasti jenguk Eyang Sha. Tapi sekarang Eyang sudah ngga ada paling cuma sambang ke rumah nya aja,"ucapku tersenyum kecil. Masih saja menyakitkan rasanya mengingat kedua Eyang ku berpulang tanpa ada niatan memberi tau ku sedikit pun.

"Sabar ya Al. Allah menempatkan di tempat yang terbaik pasti. Apalagi yang kamu bilang Eyang putri mu dari belum ada bidan sudah bantu lahiran. Itu keren Al. Eyang kakung yang suka bantuin orang. Mereka pasangan yang serasi,"ucap Ayesha membuat beberapa titik air mata ku turun.

"Hmn biar mereka honeymoon lagi di alam barzah,"ucapku tersenyum lebar. "Dark joke mu agak diluar nalar ya Al. Gimana ceritanya di alam barzah pergi honeymoon coba,"tanya Almira membuatku terkekeh. "Ya ngga kan beliau semua sudah pulang berdua pasti lagi ketawa ketiwi liat cucunya nangis sampai pingsan,"ucapku.

"Ngga gitu juga Almira. Sudahlah Al biar kan tekanan darah ku normal nah,"ucap Ayesha. "Nggih ndara. Kamu pasti ke rumah lah kan liburan nanti,"tanyaku. "Ya kan kampung ku memang di sini sudah Al. Kamu nanti kalo libur lah mampir bentar ke rumah ku biar tau kek mana di tempat ku. Sederhana sih tapi,"ucap Ayesha.

"Mau ku geprek kah? Kita sama aja. Iya aku ke rumah mu tapi nanti kamu gantian ke rumah ku ya,"ucapku. "Aman aja. Nanti ku ajak kamu ke pulau di tengah laut,"ucap Ayesha membuatku tersenyum lebar terbayang bagaimana menyenangkan nya momen libur yang akan datang nanti.

"Tapi setelah perbaikan mu kelar aja ya di bayangkan nya,"ucap Ayesha membuat bibir ku tak tahan mengucap kalimat pamungkas. "As tagfirullah Sha,"ucapku menaikkan sudut bibir ku sebal.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Cinta yang Tersulut Kembali

Cinta yang Tersulut Kembali

Romantis

4.8

Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku