Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
5.0
Komentar
2
Penayangan
8
Bab

Setelah di-blacklist oleh banyak perusahaan besar, pergelaran busana Karisha Quinn nyaris saja gagal. Namun, sebagai wanita ambisius, ia akan melakukan segalanya, termasuk mengorbankan tubuhnya kepada seorang komisaris penguasa bisnis dan melakukan kesepakatan bersama. "Bagaimana kalau kita melakukan kesepakatan?" "Apa?" "Aku akan memberikan semua yang kamu mau asalkan kau tidak tidur dengan pria lain! Bagaimana? Deal?"

Bab 1 Laki-laki di Sampul Majalah

Karisha Quinn melangkahkan kaki penuh percaya diri, melewati banyak karyawan yang membungkuk patuh memberi hormat padanya. Begitu anggun-seakan seisi dunia tercipta hanya untuk berada di bawah kaki seorang nona besar dari keluarga Quinn.

Anggun, modis, dan menarik.

Tiga kata tersebut sudah cukup mewakili penampilan si bungsu Quinn tersebut. Siapapun yang melihat gadis itu akan tahu bentuk kepercayaan diri yang dipancarkan bukanlah wujud keangkuhan, melainkan simbol dari wanita cerdas yang begitu menarik perhatian tiap mata yang meliriknya.

"Bagaimana perkembangannya?" Risha duduk memeriksa setumpukan kertas-kertas sketsa begitu memasuki ruang kantor serta menempatkan diri dengan nyaman di kursi kerjanya yang empuk.

"Sejauh ini-" gadis yang sendari tadi mengekor di belakang Risha, gadis berambut pendek yang tak kalah menariknya dari si mungil Quinn.

Suzy, seorang gadis yang memikat, keturunan china-amerika, layaknya seorang dewi, "-perkembangannya cukup buruk," lanjutnya jujur.

Risha mengerucutkan bibir, mengeskpresikan rasa kesal yang selalu berbeda dari kebanyakan orang.

"Well, Risha. Banyak perusahaan yang memblokademu. Mereka tidak ingin kau tampil. Tapi-abaikan itu, kita harus segera mendapatkan gedung pertunjukkan kalau tidak ingin pertunjukannya batal," tutur Suzy tegas namun tanpa kesan menggurui. Satu fakta, Risha tidak pernah suka digurui. Suzy sudah terlalu dekat hingga mengenal gadis yang telah menjadi partnernya ini.

Tangan Risha berhenti memeriksa sketsa, terlalu banyak masalah yang bergelimpangan di depan mata semenjak ia memutuskan menggelar peragaan busana untuk pertama serta untuk yang terakhir. Yah, terakhir kali sebelum-

Risha menggeleng pelan, keadaan yang kacau membuat isi kepalanya mengeluarkan hal-hal yang memicu agresi. Begitu melihat setumpukan majalah fashion yang tergeletak begitu saja lekas disambar olehnya sebagai pengalih pikiran.

"Oke. Intinya kita harus mencari perusahaan besar yang tidak mudah digulingkan untuk jadi sponsor," Risha bergumam, membalik-balik halaman majalah tanpa ada perhatian lebih pada isinya. "Apakah ada saran?"

Suzy menyilangkan tangan di depan dada. "Laki-laki itu bisa membantumu."

"Siapa?" Risha menaikkan sebelah alisnya, memandang bingung pada si blasteran mandarin.

Suzy menggerakkan dagu singkat, memberi isyarat pada majalah yang Risha pegang. Gadis itu lekas menutup majalah, memberi perhatian pada cover yang menampilkan secara penuh gambar seorang laki-laki bersetelan jas abu-abu serta kemeja putih yang serasi tanpa adanya dasi namun tetap memikat meski senyum dingin yang diperlihatkan. Risha membaca sebaris nama yang tertera sebagai pelengkap judul.

Nathan Xander?

"Tampan, jenius, sadis, dan yang paling penting-dia berkuasa di dunia bisnis," papar Suzy mewakili isi majalah untuk mempersingkat agar atasannya tidak perlu membalik halaman majalah untuk mencari informasi laki-laki dingin yang terpampang di cover.

"Ck! Ini kan majalah fashion, kenapa wajah seorang pebisnis-yang bukan seorang model-bisa dimuat disini?" gerutu Risha melempar majalahnya ke tong sampah di samping meja.

Suzy meringis melihat wajah tampan pada cover harus mencium langsung tong sampah. "Dia itu masuk dalam daftar pria yang paling diinginkan di tempat tidur. Kau tidak pernah baca artikel tentangnya ya?"

Risha menggeleng acuh, "Aku tidak pernah tertarik dengan apa pun selain fashion. Dan kalau aku membutuhkan pertolongannya, aku tidak ingin membawanya ke tempat tidur."

"Tapi itu cara pertukaran yang sering digunakan untuk orang-orang seperti dia."

"Well, ayo kita lihat seberapa berguna laki-laki ini," Risha mengambil tasnya serta merapikan setelan kerjanya. "Kalau dia cukup berarti, setidaknya tempat tidur tidak akan menjadi pilihan pertama untukku."

"Kau ingin menemuinya sekarang?"

"Yes ...."

"You'll sleep with him?" tatapan mata Suzy menyelidik, ada rasa tak percaya terpancar di sana.

"Yah-kita lihat saja perkembangannya."

Selalu acuh. Selain bakat sendiri, apa sih yang dipentingkan oleh Karisha Quinn. Apa yang bisa membuat gadis innocent itu memiliki sesuatu yang berarti untuk dipertahankan di dunia ini?

"Jangan lupa pakai pengaman, Risha."

Pengaman?

Risha tersenyum getir. Sungguh ironis Suzy memperingatkannya, selama ini langkah yang diambil seorang Karisha Quinn selalu jauh dari kata aman.

Oh-drama hidup.

***

Serombongan wartawan berkumpul ria di pintu utama sebuah gedung perkantoran megah dikawasan tersibuk kota New York.

Xanders Corporation.

Rasanya wartawan-wartawan dari berbagai media-baik luar maupun dalam negeri-tak pernah jengah berkumpul layaknya sekumpulan semut mengejar gula demi mendapatkan sebaris saja berita dari perusahaan yang telah berdiri kokoh menguasai dunia perbisnisan lebih dari tiga puluh tahun berdirinya.

Sejujurnya berita utama yang diincar para pencari berita tersebut lebih mengarah ke Komisaris Xanders Corporation itu sendiri.

Oh-ayolah, siapa sih yang tidak tertarik menggali info dengan si sulung Xander yang begitu tersohor itu? Anak sulung dari keluarga Xander, si jenius yang begitu ahli menjalankan perusahaan di usianya yang terbilang cukup muda untuk memegang kendali atas ribuan tanggung jawab. Si sombong dengan sejuta keangkuhan serta kesadisannya, mampu membuat ribuan bahkan jutaan wanita menyodorkan diri secara suka rela.

"Lihat ulahmu, Xander," asisten pribadi si Xander muda mengomel melewati kerumunan wartawan yang tanpa henti memberikan blizt cahaya kamera meski sekuat tenaga ditahan oleh sekuriti.

Xander muda diam membatu. Nol ekspresi, nol komentar, semua nol. Bahkan untuk sekedar menyapa wartawan-untuk sedikit menghargai jerih payah mereka yang telah berjam-jam menunggu-pun tak pernah ditampakkan si angkuh itu.

Begitulah manusia. Apabila ia tahu seberapa besar kualitas diri yang ia miliki, maka semakin tinggi ia menjunjung dirinya. Dan sayangnya-tuhan terlalu bermurah hati memberikan banyak anugerah ke makhluk searogan Nathan Xander.

"Maaf, Pak. Ada seseorang yang ingin bertemu dengan, Anda," sekretaris Nathan langsung menghadang di depan pintu.

Sekretaris yang berpenampilan profesional serta berparas cantik tersebut terpaksa menelan kekesalan, menerima fakta bahwa yang diajak bicara sudah melenggang acuh masuk kedalam ruangan. Satu kesimpulan, Nathan Xander sedang tidak ingin diganggu.

Well, terimakasih atas kejujuran ekspresinya.

***

"Miss Quinn, sampai kapan Anda ingin menunggu? Pak Komisaris sudah lama meninggalkan kantor."

Risha tersenyum manis-koreksi; tersenyum terlalu manis-untuk ukuran seorang tamu yang telah menunggu sejak pagi hingga lewat dari jam tutup kantor.

"Sayang sekali," Risha mendesah bereskpresi seakan kecewa, "padahal aku sudah berharap banyak. Apakah kau akan pulang juga?"

Gadis yang setahu Risha adalah sekretaris sang direktur kantor mengangguk pelan. Wajahnya yang lelah karena seharian berkerja tetap mencoba terlihat ceria meskipun cukup sulit.

"Anda juga harus pulang, Miss. Percaya atau tidak, atasan kami itu orang yang sulit."

Risha mengangguk-angguk mengerti. Segudang rencana telah tersusun di kepalanya. Cukup gila, namun begitu menarik untuk dijalankan.

"Oke, kalau begitu aku pamit dulu. Mampirlah kapan-kapan ke tempat kerjaku, akan kubuatkan rancangan yang cocok untukmu"

Gadis itu mengangguk senang. Setelah berbasa-basi dengan ucapan perpisahan yang singkat, Risha mulai melangkah menuju pintu yang ia tuju.

Si sekretaris yang telah bekerja cukup lama di perusahaan langsung mengerutkan dahi melihat calon tamu atasannya bergerak ke arah yang sejujurnya bukan pintu keluar.

"Maaf, Miss!" gadis itu bergerak mengejar Risha. Tentu harus mengejar, sebelum terjadi sesuatu.

"Miss!"

Brak!

Terlambat.

Selamat datang di ruang kerja pribadi Nathan Xander.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Jessica Wuu

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku