Divania Amanda Pramana harus menerima kenyataan pahit kalau Ayahnya meninggal dalam kecelakaan pesawat saat akan menghadiri acara ulang tahunnya yang ke dua puluh tahun. Saat Divania bersedih, Marco asisten Ayahnya mencoba mendekatinya hingga membuat Divania jatuh cinta. Malam ketika acara pertunangan berlangsung tiba-tiba Divania mendengar kalau Marco merencanakan pembunuhan terhadap dirinya. Bagaimana dengan Divania? Apakah dia bisa selamat dari rencana jahat Marco?
Mobil sport warna merah kini berhenti tepat di depan halaman gedung kantor utama PRAMANA GROUP.
Supir kini turun dari mobil, lalu membukakan pintu mobil itu untuk seseorang.
Beberapa detik kemudian seorang gadis cantik berpenampilan bak model terkenal kini melangkahkan kaki jenjangnya keluar dari mobil.
Divania Amanda Pramana, gadis cantik berkulit putih bersih dengan rambut terurai panjang sepunggung yang dihiasi topi bundar di kepalanya. Dres pendek selutut berwarna merah muda dengan motif bunga- bunga menambah kesan feminim pada gadis cantik itu, jangan lupakan tas branded yang ia tenteng di tangannya. Harganya sangat mahal dengan merk asli Luar Negeri yang berlogo kereta kuda. Divania terlihat sangat cantik dan elegan. Wajar saja karena dia putri mahkota. Putri satu satunya Tuan Pramana pemilik Pramana group. Perusahaan yang bergerak di bidang industri textile dan garmen, juga beberapa mal dan butik dengan brand Diva yang sudah terkenal yang tersebar di seluruh kota besar yang ada di Indonesia.
Gadis itu berjalan dengan anggun memasuki lobi kantor dan di sambut oleh resepsionis wanita yang ada di sana dengan ramah.
"Di mana Papa sekarang?"
"Pak Direktur sedang ada rapat penting Nona,"
Gadis cantik itu tersenyum. Kemudian ia kembali membuka suaranya. "Katakan padaku di mana ruangan meeting itu?"
Dengan ramah resepsionis itu menunjukkan tempat rapat itu. Lalu menyuruh seorang Satpam untuk mengantarkan Divania.
Semua orang yang ada di kantor itu menunduk hormat saat berpapasan dengan Divania, karena gadis itu putri satu satunya pemilik perusahaan tempat mereka bekerja.
"Selamat siang, Nona Divania, apa ada yang bisa saya bantu?" sapa Marco yang baru saja datang dan kebetulan berpapasan dengan Divania.
Marco pria dua puluh tujuh tahun, dia adalah General manager sekaligus asisten pribadi Tuan Pramana. Bisa di bilang orang kepercayaan keluarga Pramana. Marco juga sudah mereka anggap sebagai saudara oleh keluarga itu.
"Aku mau bertemu dengan Papa. Antarkan aku sekarang." perintah gadis cantik itu.
Marco mengembuskan napas dalam-dalam sebelum ia membuka suaranya. "Baik, mari saya antar, Nona."
Divania mengangguk pelan. Lalu mengikuti kemana pria itu melangkahkan kakinya.
Setelah beberapa langkah, Marco berhenti, dia mengisyaratkan agar Divania masuk ke dalam lift. Kini Divania masuk ke dalam lift dan di ikuti oleh Pria itu.
Tak lama kemudian pintu lift itu pun terbuka. Marco melangkah keluar lebih dulu lalu diikuti oleh Divania.
"Em, Nona. Sebaiknya kita tunggu Pak Direktur selesai meeting dulu. Nona bisa menunggunya di ruangan kerja Pak Direktur." kata Marco memberi solusi pada Divania. Tentu saja gadis itu menolaknya, Divania tipe orang yang tidak suka menunggu.
"Di mana ruangannya? Aku mau masuk menemui, Papa." ucap Divania dengan sedikit jengkel pada Marco.
"Di sana," tunjuk Marco dengan tangan kanannya. Pria itu menunjuk sebuah ruangan dengan pintu tertutup.
Tanpa banyak bicara lagi, kini Divania melangkah menuju ke ruangan itu.
Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, Divania langsung saja nyelonong masuk ke dalam sana.
Ceklek.
Suara pintu terbuka dan membuat semua orang yang ada di dalam ruangan itu seketika menoleh ke arah Divania yang baru saja datang.
Tanpa merasa canggung Divania langsung saja berjalan masuk mendekat ke arah ayahnya.
"Papa..." panggil Divania saat melihat Ayahnya sedang duduk bersama dengan para koleganya.
"Divania?"
"Kejutan..."
"Divania ... Putriku..." seketika pria dewasa itu berdiri dari duduknya. Merentangkan kedua tangannya untuk menyambut putri kesayangannya itu.
"Papa, Diva kangen sama Papa..."
"Papa juga. Kangen banget sama kamu, Diva."
Mereka berdua ayah dan anak kini saling berpelukan. Melepaskan kerinduan yang ada di dalam hati mereka.
Divania kuliah di LA tiga bulan sekali gadis cantik itu pulang ke Indonesia. Pantas saja setiap Divania pulang ke Indonesia Tuan Pramana selalu memanjakan anak gadisnya itu.
Sejak kecil Divania sudah terbiasa di manja oleh ayahnya. Apapun yang gadis itu inginkan selalu Tuan Pramana turuti. Tuan Pramana melakukan semuanya itu karena tidak ingin Divania bersedih setelah kehilangan Ibu kandungnya yang sudah meninggal sejak Divania masih kecil.
"Kapan kau pulang, Diva?"
"Baru saja."
Kepulangannya kali ini karena dia ingin merayakan hari ulang tahunnya yang ke dua puluh tahun. Tepatnya dua hari lagi.
Perlahan Divania melepaskan pelukannya. Berjalan beberapa langkah mendekati orang orang yang ada di ruangan itu.
"Mohon maaf, Paman - Paman semuanya, saya masih kangen dengan Papa saya, jadi bisakah meeting kali ini di tunda?" ujar Divania tanpa beban apalagi merasa bersalah. Tidak sama sekali, karena yang Divania tahu setiap keinginannya harus di penuhi.
Mendengar perkataan Divania, semua orang kini bicara bisik-bisik sebelum akhirnya salah satu dari mereka mengeluarkan suaranya.
"Wah, Pak Pramana, seandainya saja saya mempunyai putra sebaya dengan Divania, pasti saya akan memaksamu menjadi besan," celetuk salah satu orang yang ada di ruangan itu dan di barengi suara tawa semua orang. Termasuk Divania dan Tuan Pramana.
"Ya, sudah. Kalau begitu meeting ini kita bahas seminggu lagi, kalau saja bukan Divania yang minta, kami tidak akan mengizinkannya." ucap salah satu orang yang ada di ruangan itu. Kemudian satu persatu dari mereka semua keluar dari ruang meeting itu.
"Terima kasih banyak, Paman." ujar Divania dengan manja lalu kembali memeluk ayahnya sembari tersenyum bahagia.
"Kau ini manja sekali, Diva. Untung saja mereka tidak marah, padahal ini meeting yang sangat penting."
"Diva masih rindu Papa."
Divania melepaskan pelukannya. Menatap sang Ayah.
"Itu di pipi kamu ada apa? Sini papa lihat."
Cup.
Kemudian Tuan Pramana mencium pipi kanan Divania dengan dengan sayang.
"Ah ... Papa ... Selalu seperti itu..." Divania pura-pura protes.
Tuan Pramana tertawa bahagia dan diikuti oleh Divania.
°°°°°°
Tuan Pramana dan Divania kini sudah sampai di rumahnya. Mereka berdua kini berdiri di samping kolam renang yang ada di halaman belakang rumah.
Divania berpelukan dengan Tuan Pramana. Dari kejauhan Marco tersenyum melihat ayah dan anak itu.
"Papa," ucap Devania dengan manja di pelukan ayahnya.
"Iya, Diva."
"Lusa ada hari spesial,"
"Memangnya lusa hari apa?"
"Ih ... Papa lupa?"
Tuan Pramana tertawa. "Tidak mungkin Papa melupakan itu sayang."
"Lusa ulang tahun Diva, Pa. Diva mau pesta yang meriah dan kado spesial dari Papa. Papa juga harus hadir di pesta itu menemani Diva. Pokoknya papa tidak boleh pergi kemana-mana, Papa harus menemani Diva ulang tahun."
Tuan Pramana tertawa bahagia. "Tentu saja sayang. Papa pasti akan menemani kamu, sayang."
Seketika Divania melepaskan pelukannya. Menatap ayahnya dengan mata sedikit menyipit. "Papa tidak bohong, kan?"
"Kamu tidak percaya sama, Papa?" sahut Tuan Pramana cepat.
"Biasanya Papa selalu sibuk kerja, ulang tahun kemarin saja Papa tinggal meeting mendadak." Divania melipat kedua tangannya di depan dada. Kepalanya menatap ke arah lain.
"Diva, dengerin Papa." tangan Tuan Pramana menarik dagu Divania, agar menoleh ke arahnya. "Papa janji akan memberi kejutan istimewa untuk kamu. Papa janji itu. Sekarang kamu jangan marah lagi ya sayang, Papa sangat sayang sama kamu, Divania."
"Papa janji?" Divania mengangkat jari kelingkingnya di depan ayahnya.
Tuan Pramana mengangguk seraya tersenyum. "Iya, Papa janji."
"Ye ... Terima kasih, Papa."
Divania tersenyum bahagia karena ayahnya akan memberikan kado spesial untuknya nanti. Rasanya gadis itu sudah tidak sabar lagi menunggu hari itu tiba.
"Selamat sore, Pak. Tadi anda memanggil saya, apa ada yang bisa saya bantu?" ujar Marco yang baru saja datang.
"Tolong kamu siapkan pesta ulang tahun yang mewah untuk Divania. Aku mau pesta itu menjadi pesta yang tidak akan bisa di lupakan oleh Divania seumur hidupnya." perintah Tuan Pramana.
"Siap, Pak." jawab Marco cepat.
"Jangan lupa, siapkan semuanya dengan baik, jangan lupa gaun yang akan aku pakai nanti harus yang istimewa, aku mau pesta itu meriah dan sempurna," perintah Divania.
"Baik, Nona." jawab Marco seraya sedikit menunduk.
"Diva, dia itu General manager loh, dia juga asisten pribadi Papa, jadi kamu yang sopan sedikit kalau bicara."
"Ih, papa. Marco itu supir aku. Iya kan, Marco?" ujar Divania.
Marco tak menjawab, dia hanya membuka tersenyum kecil saja.
°°°°°°°
Hari yang di tunggu telah tiba. Tepat jam dua belas malam Tuan Pramana bersama dengan Marco dan juga kepala asisten rumah tangga yang bekerja di rumah itu. Bik Jum.
Tuan Pramana membawa kue ulang tahun dengan lilin berbentuk angka dua puluh yang menyala di tangannya. Perlahan Marco membuka pintu kamar itu dengan pelan agar tak membangunkan yang mempunyai kamar itu.
Perlahan mereka berjalan mendekati Divania yang masih terlelap di atas tempat tidurnya. Lalu Tuan Pramana, Marco dan Bik Jum menyanyikan lagu selamat ulang tahun dengan keras agar Divania terbangun dari tidurnya.
Mereka bertiga membuat kejutan ulang tahun untuk Divania tengah malam ini.
Selamat ulang tahun...
Selamat ulang tahun...
Selamat ulang tahun Divania...
Selamat ulang tahun...
Mendengar keramaian di dalam kamarnya seketika Divania terbangun dari tidurnya. Matanya mengerjap pelan, kedua tangannya mengusap-usap matanya yang masih belum juga terbuka lebar.
"Eugh..." Divania meringsut. Saat tersadar Divania spontan terkejut.
"Papa..." Divania bahagia karena sang ayah memberikan kejutan ulang tahun untuknya malam ini.
"Selamat ulang tahun, Divania sayang. Anak Papa sekarang sudah bertambah dewasa, jangan manja." ucap Tuan Pramana seraya mencubit hidung Divania dengan pelan.
"Ah ... Papa..." protes gadis itu dengan manja.
"Tiup lilinnya dulu, tapi jangan lupa berdoa, sayang."
"Iya, Pa."
'Tuhan, semoga aku dan Papa bahagia selalu, aku ingin Papa selalu menemaniku Aamiin.'
Setelah mengucapkan doa dalam hati, Divania membuka matanya. Bibirnya tersenyum menatap ayahnya, kemudian gadis itu meniup lilin yang menyala di atas kue tart yang bertuliskan Happy Birthday Divania. Hingga lilin itu padam.
"Papa," Divania memeluk ayahnya. "Terima kasih banyak, Papa. Divania senang Papa memberi kejutan ulang tahun ini untuk Divania. Aku pikir Papa lupa."
"Ulang tahun putriku, seumur hidup Papa tidak akan lupa, Papa akan melakukan apapun agar kamu bahagia sayang, apapun itu." ujarnya seraya mengusap-usap punggung Divania dengan sayang.
"Papa harus janji, nanti siang temani Diva di pesta,"
"Papa janji, sayang."
Anak dan ayah itu terlihat bahagia. Bik Jum dan Marco juga ikut bahagia sekaligus terharu.
Drett.
Drett.
Drett.
Suara ponsel Tuan Pramana berdering.
Drett.
Drett.
Pria dewasa itu melepaskan pelukannya. Kemudian mengambil ponsel miliknya yang ada di dalam saku celana panjangnya.
"Halo, iya saya sendiri."
Divania tersenyum melihat Ayahnya. Hati gadis itu sangat bahagia setelah mendapat pesta kejutan ulang tahun dari ayahnya.
"Apa?! Pabrik tekstil yang ada di semarang kebakaran? Lalu bagaimana dengan barang yang akan kita ekspor ke Luar Negeri, apa masih bisa di selamatkan? Saya akan pergi ke sana sekarang juga."
Deg.
Spontan Divania terkejut mendengar ucapan ayahnya. Begitu juga dengan Marco dan Bik Jum.
Senyuman yang sedari tadi menghiasi bibir Divania seketika menghilang. Gadis itu memajukan bibirnya, kedua tangannya ia lipat di depan dada.
"Divania?" lirih Tuan Pramana, pria dewasa itu tahu kalau Divania sedang marah.
Bukannya menjawab ayahnya, Divania malah berlari keluar dari kamarnya. Gadis itu berjalan dengan cepat menuruni anak tangga menuju ke lantai satu.
"Marco, kejar dia." perintah Tuan Pramana. Karena pria dewasa itu masih melanjutkan teleponnya.
"Baik, Pak."
Setelah mengatakan itu, Marco bergegas mengikuti kemana Divania pergi.
"Nona Diva, tunggu." seru Marco saat dirinya menuruni anak tangga. Mengikuti Divania.
"Jangan ikuti aku, aku tidak mau bicara dengan siapapun!"
Marco mengembuskan napas kasar. Dengan sedikit berlari, akhirnya Marco berhasil menarik tangan Divania.
"Tunggu, Nona Diva." ujar Marco.
"Kenapa? Kenapa Papa selalu mementingkan pekerjaan?" ucap Divania seraya mengusap air mata yang mulai membasahi pelupuk matanya.
"Divania?" panggil Tuan Pramana. Datang menghampiri Divania. Kemudian memeluk anak gadisnya itu. Namun di tolak oleh Divania.
"Kenapa Papa selalu ingkar janji, pergi saja sana Papa pergi, tidak usah temani Diva." ucap Divania seraya mengusap air mata yang mengalir di pipinya.
"Maaf, Papa harus ke Semarang sekarang juga Diva, Pabrik kebakaran, kasihan karyawan yang bekerja sift malam. Kalau Papa tidak ke sana sekarang juga, mungkin akan ada banyak anak yang tidak bisa di temani ayah mereka. Diva, Papa janji besok akan pulang secepatnya, Papa janji itu."
Tuan Pramana memeluk Divania dengan erat. Divania menangis karena ayahnya akan pergi ke Semarang melihat pabrik tekstil mereka yang baru saja kebakaran.
"Papa akan secepatnya pulang besok siang. Papa janji akan menemani kamu di pesta ulang tahun. Papa janji itu, Diva."
Lagi lagi Divania hanya diam saja tak menjawab ucapan ayahnya.
"Papa pergi dulu, sayang." pria dewasa itu mencium pucuk kepala anaknya dengan sayang. Kemudian memeluknya sekali lagi sebelum pergi meninggalkan anak gadisnya.
Divania hanya bisa menatap nanar kepergian ayahnya. Gadis itu tahu kalau Ayahnya selalu sibuk dengan urusan bisnisnya. Bukan kali ini saja ayahnya tidak bisa menemani Divania dalam acara penting apapun. Tapi entah kenapa kali ini Divania ingin sekali merayakan ulang tahun di temani ayahnya. Entah kenapa Divania juga merasa sangat berat melepaskan ayahnya pergi ke Semarang.
***
Bab 1 Dendam Cinta Sang Pewaris.
03/10/2024
Bab 2 Dendam Cinta Sang Pewaris.
03/10/2024
Buku lain oleh Isna Auliya Riyadi
Selebihnya