Dua pengacara muda yang ambisius bersaing untuk mendapatkan posisi tertinggi di firma hukum ternama. Di balik persaingan profesional, mereka merasakan ketertarikan yang intens dan memulai hubungan yang penuh dengan intrik, godaan, dan dilema moral.
Kamar konferensi di lantai dua belas Elsworth & Co. dipenuhi oleh ketegangan yang tak tertahan. Cahaya matahari pagi menembus jendela besar, membanjiri ruangan dengan sinar emas, namun suasananya dipenuhi oleh atmosfer yang jauh dari hangat. Di sekitar meja pertemuan yang besar, para partner senior firma hukum itu duduk dengan ekspresi serius, seolah-olah mereka sedang menghadapi keputusan hidup dan mati.
Di sudut ruangan, dua sosok yang menjadi pusat perhatian. Alex Hartman, dengan penampilan rapi dan percaya diri, duduk dengan postur tegap. Dengan rambut hitam yang terawat dan jas yang sempurna, dia memancarkan aura ketegasan yang tidak diragukan lagi.
Alex telah dikenal sebagai salah satu pengacara yang sangat berbakat dan ambisius di firma ini. Dia mengamati Bella Morrison dengan tatapan yang sedikit sinis.
Bella Morrison, di sisi lain, tampak tenang namun penuh dengan determinasi. Rambut coklatnya yang panjang diikat rapi dalam ekor kuda, dan mata hijau cerahnya memancarkan kecerdasan serta kepercayaan diri. Bella baru-baru ini bergabung dengan firma ini, tetapi kehadirannya telah menyita perhatian banyak orang dengan pencapaian dan kemampuannya yang mengesankan. Dia tidak pernah ragu untuk berdiri di depan dan memperjuangkan keyakinannya, bahkan jika itu berarti bersaing langsung dengan Alex.
"Terima kasih telah menghadiri pertemuan ini," kata Mr. Elsworth, pendiri dan partner senior firma, memecahkan keheningan. Suaranya yang berat dan berwibawa mengisi ruangan. "Hari ini, kita akan membahas siapa yang akan dipilih sebagai partner baru di firma ini. Alex dan Bella, kalian berdua telah menunjukkan dedikasi dan kemampuan yang luar biasa."
Alex menatap Bella dengan sudut mata yang tajam. "Ini akan menjadi persaingan yang ketat," gumamnya, hampir tidak terdengar.
Bella membalas tatapan itu dengan senyuman tipis. "Selalu begitu, kan?" jawabnya, tidak mengalihkan pandangannya dari Alex. "Saya percaya kita berdua siap untuk tantangan ini."
Mr. Elsworth melanjutkan, "Kalian berdua memiliki kasus penting yang sedang berjalan. Kasus ini akan menjadi penentu dalam keputusan kami. Kalian harus membuktikan tidak hanya kemampuan kalian dalam hukum, tetapi juga etika dan kepemimpinan."
Dengan pernyataan itu, suasana semakin memanas. Alex dan Bella tahu betul bahwa persaingan ini bukan hanya tentang memenangkan kasus, tetapi juga tentang menunjukkan siapa yang paling layak untuk posisi partner di firma elit ini.
Sesi pertemuan berikutnya diisi dengan diskusi mendalam mengenai kasus-kasus yang sedang ditangani. Alex dan Bella secara bergantian mempresentasikan argumen dan strategi mereka dengan cara yang sangat profesional, tetapi tidak ada yang bisa menyembunyikan ketegangan yang ada di antara mereka. Setiap kali mereka bertukar pandangan, ada energi kompetitif yang hampir bisa dirasakan oleh semua yang hadir.
Ketika pertemuan berakhir, Alex dan Bella meninggalkan ruangan dengan langkah tegas, tetapi dengan perasaan yang bertolak belakang. Alex merasa bahwa Bella merupakan ancaman serius bagi ambisinya, sementara Bella merasa bahwa Alex adalah penghalang yang harus dia hadapi untuk mencapai tujuannya.
Di lorong yang sunyi, mereka saling berpapasan lagi. Alex berhenti sejenak, memandang Bella dengan tatapan tajam. "Semoga kamu siap, Bella. Ini bukan hanya tentang pekerjaan, tetapi tentang siapa yang lebih baik dalam segala hal."
Bella mengangkat alis dan tersenyum. "Jangan khawatir, Alex. Saya tidak pernah mundur dari tantangan. Dan saya pasti akan menunjukkan apa yang saya mampu."
Mereka melanjutkan jalan masing-masing, meninggalkan lorong dengan perasaan yang campur aduk antara ketegangan dan ekspektasi. Pertarungan mereka baru saja dimulai, dan kedua pengacara muda ini tahu bahwa persaingan ini akan menguji lebih dari sekadar keterampilan hukum mereka.
Setelah pertemuan yang intens, Alex dan Bella berjalan keluar dari ruangan konferensi. Suasana di koridor kantor terasa sangat berbeda dari ketegangan di dalam ruangan. Di luar, beberapa rekan kerja melintas dengan santai, tidak menyadari betapa beratnya keputusan yang akan diambil dalam waktu dekat.
Alex berhenti di depan lift dan menatap Bella yang berdiri di sampingnya. "Kamu benar-benar yakin bisa mengalahkan saya?" tanyanya dengan nada menantang, tetapi ada sedikit nada kekaguman dalam suaranya.
Bella menoleh ke arah Alex, matanya bersinar penuh tantangan. "Kalau tidak yakin, aku tidak akan ada di sini," jawabnya tegas. "Dan kamu juga harus tahu, aku tidak akan mudah menyerah."
Lift tiba dan pintunya terbuka. Alex melangkah masuk dan Bella mengikuti di belakangnya. Di dalam lift, suasana menjadi agak canggung. Alex memutuskan untuk memecah keheningan.
"Bagaimana kamu merasa dengan kasus itu?" tanyanya sambil menekan tombol lantai. "Kamu tampaknya sangat yakin dengan strategimu."
Bella tersenyum ringan. "Aku percaya pada kemampuanku. Tapi aku rasa kita berdua tahu, persaingan ini bukan hanya tentang siapa yang lebih baik dalam kasus ini. Ini tentang siapa yang paling bisa menunjukkan kepemimpinan dan integritas."
Alex mengangguk, mengamati Bella dari sudut matanya. "Tapi kadang-kadang, kita harus bermain keras untuk menang. Aku harap kamu siap untuk itu."
Bella tertawa kecil. "Aku selalu siap. Dan jika bermain keras berarti memperjuangkan apa yang benar, aku tidak akan ragu."
Lift berhenti di lantai masing-masing mereka. Saat pintu lift terbuka, Alex melangkah keluar terlebih dahulu. Dia menoleh untuk melihat Bella satu kali lagi sebelum meninggalkan lift. "Sampai jumpa di ruang pengadilan."
Bella tersenyum, merasa lebih percaya diri. "Sampai jumpa, Alex."
Setelah Alex pergi, Bella melanjutkan perjalanannya ke ruang kantornya. Di dalam pikirannya, dia memikirkan strategi dan persiapan untuk kasus yang akan datang. Dia tahu bahwa kemenangan bukan hanya tentang menjawab pertanyaan dengan benar, tetapi juga tentang bagaimana dia bisa mempresentasikan argumennya dengan cara yang paling meyakinkan.
Sementara itu, Alex kembali ke ruang kerjanya dengan langkah cepat. Dia duduk di mejanya dan memulai pekerjaan menyiapkan dokumen untuk kasus tersebut. Walaupun dia merasa percaya diri, dia tahu dia tidak bisa meremehkan Bella. Persaingan ini akan memerlukan semua kemampuannya dan lebih banyak lagi.
Di ruang makan siang, Alex duduk sendirian dengan laptopnya, menganalisis rincian kasus. Di meja lain, Bella duduk bersama beberapa rekan kerja, membicarakan strategi dan mendapatkan perspektif tambahan.
Meskipun mereka berada di meja yang berbeda, keduanya bisa merasakan adanya pengamatan dan perhatian dari rekan-rekan mereka.
"Apakah kamu yakin kamu bisa menghadapinya?" tanya salah satu rekan kerja Bella, penasaran dengan kesiapan Bella menghadapi Alex.
Bella menatap rekannya dengan tatapan percaya diri. "Aku selalu siap untuk tantangan. Dan kali ini, aku akan memberikan yang terbaik."
Sementara itu, Alex tidak bisa menahan diri untuk tidak memerhatikan Bella dari jauh. Dia mengamati bagaimana Bella berinteraksi dengan rekan-rekannya, dan bagaimana dia tampak begitu tenang meskipun dalam situasi yang penuh tekanan. Alex tahu bahwa Bella bukanlah lawan yang bisa dianggap enteng.
Ketika hari kerja hampir selesai, Alex dan Bella bertemu lagi di lorong menuju lift. Mereka saling melemparkan tatapan penuh makna sebelum akhirnya masuk ke lift yang sama.
"Selamat malam, Bella," kata Alex dengan nada yang sedikit lebih lembut daripada sebelumnya.
Bella memandangnya dengan mata yang tajam, tetapi ada senyum tipis di wajahnya. "Selamat malam, Alex. Semoga malammu produktif."
Lift berhenti di lantai mereka masing-masing, dan mereka keluar, masing-masing dengan pikiran dan rencana untuk menghadapi hari berikutnya.
Bersambung...
Buku lain oleh Nagareboshi
Selebihnya