Shifra Zwetta adalah seorang gadis belia dua puluh satu tahun. Hidup miskin dan sudah yatim piatu sejak lahir sangat beruntung menikah dengan seorang pria dari keluarga kaya. Elzien Kagendra adalah seorang pria mapan berusia 30 tahun yang jatuh cinta pada Shifra. Anak pertama dari keluarga terpandang dan memiliki kekuasaan besar dalam perekonomian dunia. Keduanya menikah dan hidup bahagia di tengah kesibukan mereka. Shifra yang masih berstatus mahasiswi sebuah Universitas ternama harus menyelesaikan kuliahnya hingga gelar sarjana didapat. Elzien pun sibuk dengan bisnis internasionalnya. Suatu ketika kecelakaan membuat Shifra harus berpisah dengan sang suaminya. Kehidupannya berubah drastis semenjak ditinggalkan suaminya. Termasuk sikap ayah mertua dan adik iparnya yang memperlakukan layaknya pelayan di rumah peninggalan sang suami. Karena sebuah kesalahan satu malam, dia akhirnya terpaksa menikah lagi. Beberapa tahun kemudian Elzien muncul kembali di hadapan Shifra yang telah memiliki anak. Shifra harus dihadapkan pada dua pilihan sulit antara suami pertamanya atau suami keduanya yang terlanjur mempunyai seorang buah hati. *** "Nggak mungkin aku menikah lagi! Aku masih istri sah Mas El!" "Dia sudah meninggal! Dan sudah lewat lima bulan kamu masih menunggunya? Bagaimana kamu hidup di luar sana dalam keadaan hamil tanpa suami seperti itu?!" "Aku akan tunggu sampai anak ini lahir dan tahu apakah ini anak kamu atau anak Mas Elzien! Aku nggak percaya ini anak kamu! Aku hanya melakukannya pada Mas El, bukan dengan kamu!" "Tapi kenyataannya kamu memang akulah yang berada di sisimu saat kamu mendesahkan nama Elzien, Shifra! Kamu nggak sadar kalo semua itu nyata? Kamu melakukannya denganku malam itu!" *** Bagaimana hukum pernikahan pertama jika seorang istri ditinggal selama bertahun-tahun kembali dan mendapati sang istri sudah menikah dengan pria lain? Masih adakah cinta dalam hati Shifra untuk suami pertamanya? Ataukah dia akan berpaling dari suami pertama dan memilih suami keduanya? Siapakah yang akan bertahan menjadi suami satu-satunya?
"Ish ... Mas! Ini sakit banget," rengek seorang wanita yang menggeliat tak nyaman di atas ranjang big size dengan seorang pria memeluk perutnya dari belakang.
"Iya, makanya hari ini kamu di rumah aja, ya? Temani Mas ke suatu tempat, hem?" balas suara serak khas bangun tidur seorang pria yang bergulung dengan satu selimut dengan wanita itu.
"Tinggal ujian terakhir hari ini, Mas. Masa harus bolos? Kan sayang banget kalo harus ngulang minggu depan?" Wanita itu berbalik menghadap pada pria yang dengan cepat mengecup kening istri kecilnya.
Shifra Zweeta seorang mahasiswi cerdas dan cantik juga sholehah mampu membuat seorang Elzien Kagendra menjadi budak cintanya. Pria tiga puluh tahun yang sudah matang secara materi itu, harus menahan gejolak has-ratnya sebagai seorang laki-laki selama dua tahun menikah dengan Shifra.
Sebuah perjanjian pra nikah yang dibuat agar menunda malam pertama karena Shifra masih kuliah. Tak mau mengganggu aktivitas menempuh pendidikannya hingga sarjana, wanita itu masih terjaga kehormatannya. Meski sudah dua tahun menikah, Elzien tetap berusaha menepati janjinya itu.
Beberapa hari ini entah ada angin apa, Elzien meminta haknya sebagai seorang suami. Dengan alasan sudah terlalu lama menunggu dan Shifra sudah semester akhir kuliahnya. Tinggal ujian akhir hari ini dan akan mengajukan judul skripsinya awal bulan nanti.
"Kamu pasti nggak nyaman karena semalam, Sayaaang ...." Elzien mencium pipi istrinya hingga merona.
"Iya, sakit. Insya Allah masih bisa ditahan, kok. Mas ih! Aku jadi nggak pede nih ke kampus!" omel Shifra cemberut dan mencubit perut suaminya yang langsung mengaduh.
Wanita yang baru pertama kali merasakan romansa panjang dengan kehalalannya itu beringsut turun dari ranjang. Menahan sedikit nyeri di panggul dan bagian inti bawah tubuhnya. Dia meringis dan menarik selimut tebal menutupi tubuhnya. Menyeret kain berwarna putih itu dengan tertatih menuju kamar mandi.
"Yakin bisa sendiri, Sayang?"
"Mas ih! Jangan diledekin! Aku kapok! Sekali aja ini!" gerutu Shifra memanyunkan bibirnya sambil terus melangkah perlahan.
---
"Mas El nggak ngantor?"
Sapaan adik Elzien menyambut langkah sepasang suami istri itu menuju meja makan keluarga Haribawa.
"Mas mau jalan-jalan, bulan madu! Nggak usah bawel! Tugas kantor aku serahin ke kamu, Javas!" Elzien menjawab pertanyaan adik perempuan sekaligus memerintah adik laki-lakinya menggantikan pekerjaan di kantor.
"Lah??? Kalian mau ninggalin ujian terakhir Shifra, demi bulan madu?" Zora yang satu kampus beda jurusan dengan kakak iparnya itu keheranan.
"Kita berangkat abis aku selese nanti, Kok. Iya kan, Mas?" sahut Shifra menatap suaminya mencari kejelasan.
"Emang mau kemana, El? Nggak bisa besok saja?"
"Enggak, Pa. Besok kan hari Jumat? Hari pendek buat jalan-jalan. Jadi hari ini nanti, aku anter Shifra ke kampus dulu trus ketemu klien sebentar dan langsung berangkat. Cuma ke puncak, malam paling udah sampai rumah lagi, kok." jawab Elzien menatap Papanya yang mengangguk.
"Gue ikut Lo ya, Mas? Biasa ... masuk bengkel lagi si Sexy Blacky. Nanti pulangnya anterin sekalian jemput dia!" Javaz mengerlingkan matanya pada sang kakak menyebutkan julukan untuk motor sport kesayangannya.
"Yeee ... makanya punya pacar atau cari istri gitu dong, Mas! Gangguin Mas El dan Shifra berduaan aja, sih?" ledek Zora, bungsu keluarga Haribawa.
'Calon istri gue udah nikah sama kakak gue!' Batin Javas mengepalkan tangan di bawah meja.
___
Pukul sebelas siang, sebuah mobil mewah sudah terparkir di salah satu halaman fakultas di Universitas tempat Shifra menimba ilmu. Seorang pria berjambang tipis sudah berkali-kali melirik jam tangan seharga ratusan juta di tangannya dengan decakan pelan. Berganti menatap ke salah satu lorong menuju kelas istrinya, entah sudah yang keberapa kalinya. Dia tak sabar menantikan kemunculan sosok gadis manis yang mampu meluluhkan hatinya itu.
Senyumnya merekah saat langkah kaki sedikit berlari dari sebuah pintu kelas tertangkap indera penglihatannya. Kakinya tak sabar menyongsong tubuh kecil yang tingginya hanya sebatas dada itu. Pelukan hangat dengan sedikit memutar tubuh istrinya menjadi sambutan yang berhasil menggemuruhkan seluruh lorong. Teman-teman Shifra menyoraki pasangan yang terlampau bucin di depan kebanyakan mahasiswa jomlo di sana.
"Mas El! Apa-apaan, sih? Malu-maluin aja!" Shifra melepaskan diri dan berjalan cepat menundukkan kepala menutup dengan buku.
Wajahnya sudah merah padam menahan malu karena tingkah suaminya.
"Kita nggak pulang dulu aja, Mas? Paling nggak aku ganti baju dulu, kan?" tanya wanita berhijab lebar itu menoleh pada sang suami yang tampak mengarahkan mobilnya bukan ke arah rumah.
Setelah sebelumnya Javaz, adik laki-laki Elzien memberi pesan agar tak menunggunya. Dia sudah bersama temannya menuju bengkel tempat nongkrong geng motor.
"Mau ganti dulu? Atau ... kita sekalian mandi bareng lagi di hotel?" bisikan manja Elzien mendekat ke wajah Shifra yang langsung merona.
"Mas! Nggak usah aneh-aneh, deh! Nyetir yang bener!" Shifra memukul lengan suaminya yang berada di bahunya.
"Iya ... Sayaaang!" balasnya mengelus pipi Shifra lembut sambil terkekeh.
Perjalanan mereka selama lima belas menit terasa sangat cepat disela obrolan kecil diselipi gombalan Elzien pada Shifra. Menikah tanpa pacaran karena Shifra terus menghindari lamaran pria itu. Hingga akhirnya Elzien menyodorkan sebuah surat perjanjian untuk tidak akan pernah menuntut haknya sebagai suami sampai Shifra lulus kuliah. Kesepakatan dibuat dan hari ini tepat dua tahun usia pernikahan pasangan beda usia sembilan tahun itu.
"Gimana kalo aku langsung hamil, Mas? Aku belum siap lho ...," rengek Shifra saat suaminya menuntut lagi setelah sampai di sebuah villa pribadi Haribawa.
"Bagus, dong ... apa yang kamu takutkan, hem? Suamimu ini kaya tujuh turunan bahkan mungkin hingga seratus keturunan." Elzien tertawa lebar dan kembali memeluk wanita yang memunggunginya.
"Mas janji nggak akan pernah ninggalin Shifra, kan? Aku takut--"
"Ssstttt ... apa yang kamu katakan? Jangan pernah berpikiran buruk, Sayaaang. Meski aku pergi ke ujung dunia sekali pun, aku pasti akan kembali ke tujuan hidupku. Kamu, Shifra Zwetta, istriku ...," balasnya membalikkan tubuh Shifra menghadapnya.
Sebulir air mata membasahi pipi wanita berparas ayu itu. Tatapan matanya sendu dengan banyak pertanyaan di benaknya.
"Apa yang kamu pikirkan, Sayaaang?"
"Kenapa Mas berikan seluruh aset keluarga Kagendra padaku? Mas benar-benar ingin pergi meninggalkanku?" isaknya tak mampu lagi menahan sesak di dada.
Tangan kekar Elzien merengkuh tubuh mungil istrinya yang terisak semakin dalam. Pria itu memejamkan mata dan mengembuskan napas panjang. Dia tak menjawab pertanyaan Shifra yang semakin larut dalam isakan.
"Aku nggak menginginkan semua itu, Mas! Aku hanya ingin selamanya bersama kamu, Mas ...." Shifra menggeleng kuat di dalam pelukan Elzien yang terus mengusap kepala hingga punggung istrinya.
"Iya ... aku nggak akan ke mana-mana, Sayaaang. Memangnya mau ke mana, sih? Kenapa tiba-tiba kamu jadi gini? Ada yang mengganggumu di kampus? Atau ... ada yang mengatakan sesuatu padamu? Menjelekkanmu? Menghinamu lagi?"
Wanita itu hanya menggeleng dan tangisnya mulai reda. Sedikit memberi jarak untuk menatap wajah tampan Elzien yang tersenyum.
"Entah kenapa ... aku ...." Shifra menggeleng dan menarik napas dalam, "sebaiknya kita--"
"Sebentar, Baron telpon!" Elzien hafal betul dengan nada dering sang asisten di ponselnya yang memang dibuat khusus.
"Oke! Baiklah, tahan mereka di sana sampai aku tiba!" ucap Elzien beranjak dari ranjang dan meraih kemejanya yang berserak di lantai.
"Mas mau pergi? Aku ikut, ya?" Gegas Shifra menghadang langkah suaminya yang sudah memegang gagang pintu.
"Hanya sebentar, di pos penjagaan bawah. Kamu bisa memasak makanan untukku, hem?" balasnya mengecup kening Shifra yang kembali berembun matanya.
"Hati-hati, Mas! Mas mau makan apa?" Shifra membuang napas kasar dan berusaha menahan air mata agar tak jatuh dengan mendongak lalu berjinjit mencium pipi suaminya.
"Jangan lupa kunci pintunya, hem? Tunggu aku shalat berjama'ah Isya, ya? I Love You, My Shifra!"
Sepeninggal suaminya dari halaman villa, Shifra menuju dapur dan mulai melihat isi lemari es. Hatinya sedikit waswas sedari tadi pagi. Dia tak mau menceritakan sebuah prasangka buruk dalam kepala juga hatinya. Hanya bisa berdoa di setiap hembus napasnya agar sang suami kembali padanya.
Tiga puluh menit yang dijanjikan sudah terlewat, belum ada kabar sama sekali. Ponselnya juga lupa dibawa, bingung harus menghubungi siapa. Sebuah ketukan di pintu utama membuat ia berlarian menyambutnya.
"Apakah dengan Saudari Shifra Zwetta? Istri Saudara Elzien Kagendra?" Sosok berbadan tinggi tegap berdiri di depan pintu, sigap memberi hormat pada wanita yang sudah gemetaran menahan pintu yang terbuka setengah.
***
Bersambung ....
Bab 1 Firasat
26/02/2024
Bab 2 Prank Jadi Nyata
26/02/2024
Bab 3 Dinyatakan Meninggal
26/02/2024
Bab 4 Semua untuk Shifra
26/02/2024
Bab 5 Menyusun Rencana Jahat
26/02/2024
Bab 6 Cincin yang Terlepas
26/02/2024
Bab 7 Mahkota yang Ternoda
26/02/2024
Bab 8 Setelah Ternodai
26/02/2024
Bab 9 Efek Parfum
26/02/2024
Bab 10 Mbok Aminah Kembali
26/02/2024
Bab 11 Pengaruh GHB
26/02/2024
Bab 12 Sang Pewaris
26/02/2024
Bab 13 Hamil
26/02/2024
Bab 14 Sidang Perdana
26/02/2024
Bab 15 Kontraksi
26/02/2024
Bab 16 Proses Menegangkan
26/02/2024
Bab 17 Nyawa Lebih Berharga
26/02/2024
Bab 18 Tertipu
26/02/2024
Bab 19 Ada Apa Dengan Shifra
26/02/2024
Bab 20 Mencintai Sendirian
26/02/2024