Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Princess Avyanna

Princess Avyanna

JanisK

5.0
Komentar
36
Penayangan
5
Bab

Hidup bersama saudara yang selalu merasa tersaingi olehnya, tidak membuat Avyanna merasa terasingkan. Hingga suatu hari, ketika sang kakak sulung sang ayah meninggalkan dunia untuk selamanya, tantangan baru dalam hidup menghampiri Avyanna. Avyanna menemukan fakta bahwa dirinya bukanlah bagian dari keluarga Bangsawan Duke Oryn yang selama ini merawatnya. Jericho, kakak keduanya, berusaha mengeluarkannya dari rumah dengan cara menikahkannya dengan pangeran dari Kerajaan Pervaiz, Pangeran Nizam. Namun tiba-tiba lamaran lain datang dari seorang pengurus kuil ( Aiguille ), yaitu Savero. Seorang pria bersifat dingin dan tidak banyak bicara. Lamaran yang pria itu tawarkan ternyata memiliki maksud dibaliknya. Dia melihat sesuatu yang berbeda dalam diri Avyanna dan memintanya untuk melakukan sebuah pekerjaan dengan balasan, dia akan memberitahu kenyataan masa lalu Avyanna yang terkubur selama 10 tahun hidupnya. Mulanya Avyanna tidak terlalu percaya dengan apa yang Savero katakan. Namun hari demi hari, ada saja ancaman dan teror dari musuh tersembunyi yang menginginkan dia untuk mati. Berawal dari semua itu, Avyanna akan maju dan mencari siapa musuh yang menginginkan dia mati? Dan masa lalu apa yang disembunyikan oleh sang ayah darinya selama ini?

Bab 1 PROLOG - Gadis Kecil

Seekor kuda jantan dengan tubuh berbalut bulu berwarna hitam pekat, berlari kencang di jalan setapak kecil di sebuah hutan yang lebat di tengah malam. Menerjang dedaunan yang tumbuh menghalangi jalanannya dan angin malam yang dingin.

Suara gemerisik dari langkah kakinya yang menginjak dedaunan kering yang berhamburan di jalan setapak, menjadi suara pengiringnya. Bercampur dengan ringkihannya.

Seorang pria berusia 38 tahun menunggang kuda itu dalam pakaian serba hitamnya yang dipermainkan oleh angin. Tangan kirinya membawa obor yang menyala sebagai penerangan jalannya, sementara tangan kanannya memegang erat tali kekang kuda yang ditungganginya.

"Uhh ...." Terdengar suara rintihan sakit dari seorang gadis kecil.

Pria itu, Amedeo, menghentikan langkah kaki kudanya. Mata setajam mata elang berwarna biru terang itu menatap ke arah gadis kecil yang dia ikatkan ke perutnya agar tidak jatuh dalam perjalanan.

Seorang gadis kecil berusia 9 tahun yang berkulit pucat dan sudah tidak sadarkan diri. Kulitnya terasa dingin, hembusan nafasnya lirih. Laki-laki itu sampai khawatir bahwa gadis dalam pelukannya itu sudah tiada.

"Shh ... tenanglah." Amedeo mengusap puncak kepala gadis kecil berusia 9 tahun itu dengan tatapan penuh kasih sayang. "Bertahanlah sebentar, kita hampir sampai."

Tidak seberapa kemudian, kuda yang ditunggangi Amedeo tiba di sebuah gua yang dikelilingi oleh pepohonan yang cukup lebat. Sulit bagi orang diluar sana untuk mengetahui keberadaan gua ini.

Amedeo turun dengan menggendong gadis itu dengan lengan kirinya, tangan kanannya mengikatkan tali kekang kudanya ke pohon yang ada di dekat gua.

Gua itu sendiri memiliki diameter 3,5 meter. Di langit-langit dan dinding dalamnya ada bebatuan tajam yang siap menusuk jika Amedeo tak hati-hati memasukinya.

Amedeo mengulurkan obornya ke dalam gua untuk menerangi gua yang gelap dan lembab. Tidak ada ketakutan sedikit pun yang terlukis di wajahnya ketika menyusuri gua tersebut. Kegelapan ini sudah terasa akrab baginya.

Semakin Amedeo masuk ke dalam kegelapan itu, cahaya obor menangkap sosok pria tua bertubuh ringkih setinggi 1 meter yang duduk di atas sebuah batu yang dikelilingi oleh genangan air. Langit-langitnya terbuka, menampakkan langit malam dengan bulan purnama yang cahayanya memantul ke air.

"Siapa disana?" Sosok ringkih itu terlihat sudah sangat tua, usianya sudah berpuluh-puluh tahun. Terlihat dari jenggot, kumis, dan alisnya yang memutih dan panjang tak terurus. Kepalanya botak, dengan mudah menampakkan keriput penuaannya.

"Regula." Amedeo memanggil sosok itu dan berjalan mendekatinya.

Sosok itu seketika membuka matanya yang beriris hijau. Menatap lurus ke arah Amedeo.

Regula berdiri dari duduknya dibantu dengan sebatang tongkat kayu sebagai penopangnya. Dia turun dari batunya, melewati genangan air setinggi betis, hingga akhirnya sampai di depan Amedeo.

"Duke Amedeo Oryn. Apa yang membawamu kemari setelah sekian lama?" tanya Regula. Tidak ada senyum keramahan atau semacamnya, namun suaranya saja terdengar menyambut.

Amedeo berjongkok dan menunjukkan gadis kecil dalam gendongannya pada Regula. "Regula, tolong selamatkan gadis kecil ini."

Regula terdiam, matanya memperhatikan gadis kecil itu dengan seksama. Seakan sedang menelitinya selama beberapa detik lamanya.

"Gadis yang berbahaya! Beraninya kau membawanya kemari?!" Regula tiba-tiba mundur selangkah. Tatapannya menajam dengan ketakutan pada gadis tersebut.

"Gadis ini punya sihir di dalam dirinya! Kenapa kau membawanya kemari?! Kau ingin aku dibunuh oleh pihak istana?!" maki Regula dengan wajah memerah karena marah.

Amedeo terkejut dengan reaksi Regula. Amedeo menghela nafas panjang dengan ekspresi memohon.

"Aku tidak memintamu untuk merawatnya, Regula. Aku yang akan merawatnya," kata Amedeo, berusaha menenangkan Regula. "Aku hanya ingin meminta bantuanmu untuk menyembuhkannya dan menyegel sihir yang kau katakan tadi agar tidak membahayakan keluargaku nantinya."

Regula terdiam untuk beberapa saat lamanya, bingung. Berusaha mempertimbangkan permintaan Amedeo. "Aku bisa saja menyegelnya, Amedeo. Namun aku tidak yakin akan bertahan berapa lama."

"Bagaimana pun juga ..." Regula menggeleng, menatap ke arah si gadis kecil dengan tatapan yang sulit dijelaskan. "Sekuat apapun aku menyegelnya, sihirku tidak sebanding dengan sihir gadis kecil ini. Ditambah lagi, menyegelnya sama saja dengan melawan takdirnya."

"Aku melihat bahwa gadis kecil ini akan menjadi penyihir yang kuat. Semakin dia tumbuh dewasa, segelku akan retak karena tidak mampu menahannya. Sihirnya yang tertahan oleh segelku akan meledak dan dia bisa saja memporak-porandakan Kekaisaran Basilius dalam sekejap."

"Aku mohon, Regula!" Amedeo mengatupkan kedua tangannya di depan dada, tatapannya begitu mengiba mengiba.

"Gadis kecil ini tidak bersalah. Aku tidak bisa membiarkannya mati begitu saja. Selain itu, aku telah berjanji pada seseorang bahwa aku akan merawatnya dengan baik." Amedeo tertunduk dalam dengan lengan yang masih mendekap si gadis kecil.

Tatapan Amedeo pada gadis kecil itu begitu tulus dan penuh kasih sayang, seakan gadis kecil itu adalah putrinya sendiri.

Regula menghela nafas kasar. Tangan kanannya terulur ke dahi gadis itu dan menempelkannya disana. Kedua matanya terpejam, merasakan energi yang mengalir di dalam tubuh si gadis.

"Energi sihirnya sangat kuat, Amedeo."Regula melepaskan tangannya dari dahi si gadis kecil. "Apa yang membuatmu begitu bersikeras merawatnya?"

Amedeo tertunduk lesu. "Regula, aku tahu apa yang kulakukan ini salah, namun hati kecilku berkata ini tidak demikian salah. Gadis kecil ini tidak menyakiti siapapun."

Amedeo menarik nafas, nyaris menahannya. Ada sesuatu yang begitu menyesakkan dadanya. "Kalaupun itu benar, maka biar aku yang menanggung dosa itu."

Regula menatap lurus ke arah Amedeo yang setengah putus asa. Pria tua itu perlahan luluh oleh permohonan Amedeo yang begitu tulus.

"Karena aku percaya pada Amedeo yang selalu bertanggung jawab pada ucapannya, aku akan mencoba mengerahkan sihirku untuk menyegel sihirnya. Namun, karena sihir yang akan kugunakan akan sangat kuat dan akan membuat gadis ini hilang ingatan."

"Tidak apa-apa, Regula." Amedeo mengangguk semangat, senang karena Regula mau mengabulkan permintaannya. "Justru lebih baik dia hilang ingatan, bukan? Dia mungkin akan semakin jauh dari sihirnya, jadi dia tidak akan menyakiti siapapun di masa depan."

"Baiklah, bawa gadis itu ke tempatku. Aku akan mengurusnya." Regula membalikkan badan menuju ke batu tempat duduknya semula.

"Baringkan gadis itu ke genangan air disana." Regula menunjuk genangan air yang ada di depannya.

Amedeo mengangguk kecil. Dia mendekati genangan air yang dimaksud dan membaringkan tubuh pingsan gadis kecil itu disana.

Air perlahan membasahi punggungnya dan pakaian serba putihnya. Kepalanya disandarkan ke tepian air agar tidak menghalangi pernafasannya.

Setelah membaringkan gadis itu, Amedeo bergerak mundur. "Sudah, Regula."

"Ah, ya, satu hal lagi, Amedeo." Regula kembali membalikkan badan, menghadap Amedeo. "Jika ingatannya kembali, kesempatan untuk sihirnya meluap juga akan semakin besar.

"Jadi sebisa mungkin, jauhkan dia dari segala yang berhubungan di masa lalunya. Siapkan kain juga untuknya dan bakar bajunya yang sekarang. Itu juga termasuk bagian dari masa lalunya, kan?" ujar Regula.

Amedeo mengangguk tegas. "Ya, aku mengerti, Regula."

Regula kembali menuju ke batu tempatnya duduk semula. Setelah duduk bersila di sana, Regula memulai ritualnya. Kedua matanya terpejam rapat. Kedua tangannya mengatup di depan dada. Bibirnya menggumamkan doa-doa.

Perlahan, genangan air mulai berkilau, menguarkan cahaya putih yang terpantul dari sinar bulan purnama. Tubuh si gadis kecil diselimuti oleh cahaya itu hingga hilang sepenuhnya.

Tatapan mata Amedeo tidak lepas dari posisi gadis kecil itu dibaringkan. Tatapannya menunjukkan kelegaan dan ketabahan untuk menghadapi badai apapun yang akan menerjangnya karena berusaha mempertahankan gadis kecil itu. "Eilithya, aku akan menjaganya dengan baik meskipun itu harus mengorbankan nyawaku."

_____ _____

Butuh waktu hampir satu jam bagi Regula untuk menyegal sihir yang ada pada tubuh gadis kecil yang dibawa oleh Amedeo. Hingga akhirnya Regula menghampiri Amedeo yang tenguh menunggunya sembari mondar-mandir tak jauh darinya.

"Amedeo, ada yang harus kubicarakan padamu," kata Regula dengan raut muka serius.

"Ada apa, Regula?" Amedeo menghampiri Regula dan berdiri tepat di hadapannya.

Raut muka Regula menyiratkan kegelisahan namun juga keseriusan, hampir seperti cemas. "Amedeo, maaf aku harus mengatakan ini padamu. Namun gadis yang kau bawa benar-benar berbahaya."

Regula menggeleng lirih, helaan nafas lelah terdengar darinya. "Apa kau yakin kau masih mau merawatnya?"

"Apa yang kau bicarakan, Regula? Apa maksud pertanyaanmu?" Amedeo mengerutkan kening, tidak mengerti dengan apa yang Regula bicarakan.

Regula menatap ke dalam mata Amedeo dengan tatapan gelisah. "Amedeo, gadis yang kau bawa itu akan menjadi kehancuran paling mengerikan bagi Kekaisaran Basilius. Kehancuran yang bahkan tidak bisa dihindarkan oleh Kaisar Theo."

_____ _____

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku