Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Wanita 50Ribu untuk Sultan Dubai

Wanita 50Ribu untuk Sultan Dubai

Cheline

3.5
Komentar
12.1K
Penayangan
37
Bab

Dicampakkan istri, dicintai gadis bayaran senilai 50 Ribu.

Bab 1 Prolog

"Lima puluh... Bang, Mas, sini aja lima puluh udah sama kamar full servis!"

"Sini aja, tiga ratus, tiga hari tiga malam!!"

Melambai-lambai, berteriak, menghalangi pengendara di jalanan temaram, para wanita-wanita tersebut bak menawarkan dagangan pada si pembeli. Bukan dagangan biasa yang mereka gadaikan, melainkan tubuh mereka sendiri.

Era saat ini memang sangat sulit hanya untuk bertahan hidup. Apalagi untuk rakyat biasa seperti gadis-gadis malang itu. Terlahir dari keluarga yang minim pendidikan juga sangat condong pada tradisi zaman kuno, membuahkan hasil yang sangat diluar prediksi. Anak-anak yang kehilangan edukasi dini, kini berpetualang di dalam gelapnya realita. Terbiasa, hingga tidak ada lagi keluhan pada dunia. Merasa bebas, bahkan tidak ada tangis jika banyak ucap yang terkadang menancap dada.

Salah satu dari gadis malang itu adalah Andara. Gadis berambut panjang, berwajah bulat, dengan mata yang mengkilap. Tinggi tubuhnya umum orang Indonesia. Yang membuat Andara terasa seperti bukan orang lokal, adalah warna skin tonenya. Putih bersih tidak ada noda sedikit pun. Itulah yang kadang membuat orang-orang salah menebak negara kelahiran Andara.

"Mas, lima puluh aja nih. udah ful servis!" ujar Andara, kala mobil berwarna hitam melambatkan laju kendaraan di depannya. Andara melirik ke dalam mobil lewat kaca. Masih terdengar memaksa si empunya mobil untuk menerima tawarannya.

"Lima puluh aja. Bebas deh mau gaya apa aja. Cus... gue pesanin kamarnya," ucapnya lagi, usai kaca mobil turun.

"Maaf?" ucap sosok pria yang ada di belakang setir, bingung.

"Duh ribet banget sih, lu! Mau apa nggak nih? Kalau nggak biar gue cari yang lain!" cerocos Andara sewot.

Sosok pria berkacamata bening di sana tetap saja bergeming. Sebelum akhirnya dia menangkap sesuatu hal yang asing di depan matanya, yakni kumpulan para wanita yang berbaris di jalanan menghentikan para pengendara terutama para kaum adam. Lantas pria itu kembali melirik Andara di sampingnya yang kelihatannya masih menunduk.

"Baiklah, saya pesan," ucap pria itu kemudian.

"Nah gitu dong. Jangan banyak mikir. Mau berapa malam nih? Biar gue pesanin kamarnya." Andara bertanya dengan nada nakal.

"Hm... satu malam saja. Berapa yang harus saya bayar?" jawabnya sambil bertanya.

"Lu kaya tapi bloon ye. Udah gue bilang satu kali main itu lima puluh doang. Kalau dua ya kali aja. Gimana sih?" kesal Andara. Gadis itu beralih mengibaskan tangannya. "Udah, jangan banyak mikir. Lu parkirin mobil aja dulu, abis itu masuk ke dalam hotel. Ntar gue bilangin sama si mbaknya buat nunjukin di mana letak kamar kita. Gue prepare dulu. takut lu kecewa ntar. Oke?"

Andara segera berlari kecil masuk ke dalam gedung yang tak terlalu besar. Di dalam box lampu yang di pajang di sana, tertera nama hotel Yara yang memfasilitasi dua belas kamar. Kembali mata legam milik pria itu menatap ke muka gedung, yang mana baginya lebih layak tempat untuk peliharaannya.

Sesuai apa kata Andara tadi, pria tersebut mendaratkan mobilnya di tempat parkir yang tersedia. Dia mulai berjalan memasuki hotel yang seadanya. Namun, belum juga dibungkus seluruhnya ke dalam gedung tersebut, sang pria di hentikan oleh dering ponsel. Dia menjeda langkah, guna melihat siapa yang menghubunginya di jam tidur seperti ini.

"Ada apa?"

"Kau sedang tidak di rumah?" tanya sosok di seberang telepon.

"Katakan saja, apa yang kamu mau kali ini?" Suara datar pria itu terdengar begitu berat.

"Aku akan ada pertemuan dengan salah satu anak perusaan yang akan menjalani kerja sama dengan Dubai Mall. Aku hanya mau mengatakan, kalau aku tidak akan pulang selama dua hari. Aku hanya khawatir ada yang mencariku," jelas si lawan bicara.

"Lagi? Kamu baru pulang pagi tadi, bagaimana bisa kamu pergi lagi?"

"Sudahlah, Risyad! Lakukan apa yang kau mau. Selama ini juga kan seperti itu. Kenapa kau terlihat tidak setuju kali ini?"

Pria bernama Risyad tersebut memijat pelipisnya seraya menghela napas begitu berat. Tampaknya sangat lelah dengan jawaban demi jawaban yang sang lawan lontarkan.

"Aku ini suamimu, kapan kamu akan bersikap layaknya seorang istri?" tanya Risyad lagi, mencoba berdamai dengan nada perang intonasi suaranya.

"Memangnya siapa yang tidak mengakui kalau aku ini istrimu?"

"Shama, bukan begitu."

"Sewa saja perempuan jika kau memang membutuhkannya. Aku sudah bilang, aku tidak akan melarang apa pun, asalkan permainanmu terlihat cantik. Sudah cukup, aku mau istirahat dulu. Selamat malam."

Panggilan terputus. Risyad nyaris saja membanting ponsel, jika tak ingat tentang perjanjiannya barusan dengan gadis yang tidak dia kenali sebelumnya.

Sesabar apa pun Risyad menghadapi istrinya, tetap saja ada perasaan gusar dalam dada. Sudah dua tahun dia menikahi Shama, tapi tetap saja Risyad tidak pernah mendapatkan haknya sebagai seorang suami. Sampingkan tentang hak biologis, untuk sekadar dicintai balik oleh shama saja tidak pernah dia dapatkan.

Risyad mengembuskan napas cukup berat. Sadar akan janjinya tadi, laki-laki pemilik mata legam mengkilap itu pun berjalan menuju tempat yang gadis itu katakan. Sesuai pesan apa yang tadi dia dapatkan. Ada seorang karyawan hotel yang menyuruh Risyad untuk datang ke kamar nomor sembilan di lantai tiga. Meski tak ada niat sama sekali untuk melakukan hal ini, nyatanya Risyad terlanjur gerah akan keadaannya hingga dia memutuskan untuk mencari ketenangan.

Kamar nomor sembilan kini ada di depan matanya. Tak harus mengetuk harusnya, hanya saja, Risyad terlahir dari keluarga konglomerat yang menjunjung tinggi etika dasar. Jika bukan kamar atau rumahnya, maka ruangan yang harus dimasuki harus diketuk lebih dulu.

"Masuk aja, Bwaaanggg...." seru gadis dari dalam sana. Nada bicara itu ... nakal.

Risyad sempat menaikkan alisnya, entah merasa jijik atau sekadar geli mendengar sahutan itu. Begitu tangannya memutar kenop pintu dan membiarkan sepasang matanya menatap ke dalam sana, tiba-tiba saja pria tinggi itu tersedak ludahnya sendiri begitu mendapati potret Andara yang sedang berbaring di atas ranjang dengan busana malam pertama ala pengantin baru, ditambah gaya sensual yang dibuat-buat.

"Apa-apaan ini?" Risyad jadi bingung. Dia buru-buru menggeleng cepat sambil menutup pintu kamar mengurung niat untuk masuk. "Shit! Ini salah Risyad, ini tidak benar!"

Bersamaan dengan kekhilafan yang muncul entah dari mana, tiba-tiba saja dering ponselnya terdengar lagi. Risyad segera menjawab panggilan lantas segera berlari dari tempatnya usai mendengar pernyataan dari seseorang di balik telepon. Dia meninggalkan Andara yang sudah bersiap, dan juga sudah menghabiskan modal untuk memesan kamar.

Segera mungkin Andara beranjak dari tempatnya, begitu melihat Risyad tak jadi masuk. Andara sempat melihat kepergian Risyad yang terlalu cepat. Bahkan pria itu pergi tanpa membayar lebih dulu atau bahkan tanpa embel-embel pamit. Sial! Andara kena tipu lagi?

"Anjir... main pergi aja dia. Woiiii bayar dulu! Dasar cowok, Anjing!" pekik Andara, marah.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Cheline

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku