Deskripsi Alvino Rakha Satyawidjaya, seorang pria berwajsh datar dan dingin terhadap semua orang. Dia merupakan putra tunggal keluarga satyawidjaya. Siapa sih yang tidak mengenal keluarga satyawidjaya? Keluarga kaya raya memiliki perusahaan properti yang terkenal di seluruh Asia. Walaupun di hidup di lingkungan serba ada, tapi tidak membuat Vino terus bergelantungan hidup pada kedua orang tuanya. Vino pun sudah memiliki banyak harta dari hasil jerih payah dirinya sebagai guru. Rachelia Amora Dirgantara, seorang primadona SMA Cakrawala. Mempunyai wajah yang begitu cantik dan kulit yang seputih susu, tentu saja menjadikan dirinya sebagai incaran kaum hawa. Tapi sayangnya, mereka semua harus menelan pil pahit, ketika Rachel berpacaran dengan Leonel Grestavio. Awalnya, hubungan Leo dan Rachel berjalan sangat harmonis, sehingga membuat semua orang iri. Tapi, ke harmonisan itu berubah kacau, sejak Rachel mengetahui bahwa dirinya di jodohkan dengan salah satu guru di sekolahnya.
Seorang gadis berlari tergesa di lorong kelas XII. Dia tidak mempedulikan penampilan nya yang begitu acak - acak an, baju kusut, rambutnya yang berantakan. Bahkan ikat rambut yang semula mengikat nya pun kini sudah terlepas. Entahlah, jatuh di mana.
Matanya beberapa kali melirik ke arah jam yang melingkar di pergelangan tangan nya.
Jarum jam itu ternyata menunjukan angka tujuh lebih sepuluh menit, mampus. Dirinya sudah terlambat, dia merafalkan doa dalam hati semoga guru matematika yang harusnya mengajar itu tidak masuk.
Manik mata cokelat itu kini berbinar, saat hanya beberapa langkah lagi menuju pintu kelasnya. Dengan terburu, dia mendobrak pintu kelas itu.
Semua murid beserta guru yang mengajar di kelas XII IPA 2 itu kini menolehkan kepalanya, saat mendengar suara pintu yang di dobrak.
"Rachelia Amora Dirgantara," panggil guru itu dengan suara yang rendah.
Sedangkan gadis yang bernama Rachel itu kini menelan ludahnya gugup, kedua telapak tangan nya bahkan sudah berkeringat.
Seluruh murid yang di kelas pun merasakan perasaan yang sama, pasalnya guru itu terkenal killer, dan tidak pandang bulu untuk menghukum siswa yang terlambat, apalagi cara masuk Rachel yang sangat bar - bar.
'mampus gue!' batin Rachel menjerit.
"I-iya, pak," jawab Rachel gugup saat guru yang sedang menerangkan materi itu menatapnya dengan tajam.
"Terlambat, hm?"
"Iya pak," jawab Aurel menundukan kepalanya gugup. Sungguh, guru di depannya ini terlihat menyeramkan, dia bagaikan dewa pencabut nyawa.
Guru itu terlihat menganggukan kepalnya, tangan kanan nya di masukan ke dalam saku celana. "Duduk."
Entah Rachel yang terlalu lola, atau gurunya yang terlalu berbicara singkat, sehingga kata - katanya tidak dapat di serap oleh otak Rachel yang terlalu minim.
"Maksudnya, pak?" tanya Rachel mengerjapkan matanya polos.
"Saya yakin kamu tidak budeg!"
Rachel mencebik kesal ketika mendapatkan jawaban dari gurunya. Dia berlari kecil ke arah bangkunya dengan kepala yang menunduk saat kini teman - teman di kelasnya memperhatikannya. Mungkin mereka merasa aneh, karena tidak biasanya murid yang terlambat bisa lolos begitu saja.
Rachel merasa kan aneh sama seperti yang lainnya, tapi tidak urung hembusan nafas kasar keluar dari mulutnya saat dia berhasil mendudukan bokongnya di kursi.
"Lo tuh kenapa sih bisa terlambat? Udah tau ini pelajaran si guru killer?!" tanya Zaskia lalubis, yang merupakan teman sebangkunya.
"Biasa," jawab Aurel menyengir kuda.
Zaskia hanya menggelengkan kepalanya, sudah biasa sahabatnya itu terlambat akibat marathon drama Thailand. Kadang Zaskia berfikir, di saat orang lain lebih menyukai drakor, tapi sahabatnya itu hanya menyukai drama Thailand.
"Zaskia, Rachel, kalian mau belajar atau terus bergosip?" tanya guru itu sembari mengetukan penghapus pada bor.
Sontak kedua gadis itu menutup mulutnya rapat, mereka menundukan kepalanya masing - masing, saat tatapan guru itu bagaikan laser yang mematikan.
Saat guru itu kembali menolehkan kepalanya ke arah bor. Rachel menatapnya dengan berang, dia memeletakan lidahnya seolah meledek guru itu. 'dasar guru nyebelin!'
Alvino Rakha Satyawdjaya, guru muda yang mempunyai wajah datar, serta jutek. Siapa sih, yang tidak mengenal dirinya? Bahkan mungkin seluruh murid di penjuru sekolah pun mengenalnya. Dia mempunyai julukan guru yang super duper killer.
Entahlah, mengapa seluruh murid si sekolah ini sangat mengidolakan parasnya yang rupawan, tapi tidak dengan Rachel. Menurutnya, pak vino itu guru yang paling menyebalkan, guru yang tidak mentorerir jika muridnya berbuat kesalahan.
"Oh iya, Rachel. Kamu belum mengumpulkan tugas yang saya kasih, kan?" tanya pak vino menatap ke arah murid nya.
Sontak, tubuh Rachel menegang. Otaknya bekerja keras untuk mengingat tugas apa yang guru itu berikan?
"Tugas yang mana?" tanya Rachel berbisik sambil menyenggol lengan sahabatnya.
"Tugas yang semalam di share di grup, ege!" jawab Zaskia dengan berbisik pula.
"Ko gue gak tahu?"
"Lo nya terlalu asik nonton drama sih, jadinya gak nyadar kan, ada chatt masuk dari grup."
Seketika Rachel menelan ludahnya yang terasa pahit. Mampus sudah, pasti sekarang pak Vino tidak akan memaafkan nya.
"Ah, tugas ya..." Rachel menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. Bola matanya bergerilya menatap ke sana, kemari untuk mencari jawaban yang pas.
Sedangkan pak Vino menaikan sebelah alisnya untuk menunggu jawaban dari murid yang jarang sekali mengerjakan tugas.
"Saya... Gak tau, pak, kalau bapak ngasih tugas," jawab Rachel menyengir tidak berdosa.
"Loh, bukan kah, Saya sudah menyuruh kalian untuk meng share nya di grup?"
"Dani, kamu sebagai ketua kelas, bukan nya saya sudah menyuruh kamu untuk memberitahukan nya pada seluruh teman sekelas mu?" tanya pak Vino pada Dani, ketua kelas XII IPA 2.
"Sudah saya share ko, pak," jawab Dani mantap, yang membuat wajah Rachel semakin pias.
"Tuh, kan, kamu dengar sendiri. Lalu apa alasan yang akan kamu berikan kali ini, Rachelia?"
"Saya ketiduran, pak. Karena tugasnya di berikan terlalu malam," Rachel berusaha mengelak.
"Benar, itu?" Seluruh murid di kelas pun menggeleng ketika mendapat pertanyaan seperti itu dari pak Vino.
"Bukan nya, sebelum Maghrib juga sudah di share, ya?" Celetuk Agnes, yang merupakan bendahara kelas XII IPA 2.
Sontak Rachel langsung menatap tajam ke arah Agnes. Sedangkan sang empu hanya cengengesan sembari menunjukan jari telunjuk dan jari tengah.
"Maju," titah pak Vino dengan suara yang begitu datar.
Karena tidak ingin membuat gurunya lebih marah lagi, Rachel pun maju. Dia berdiri di depan seluruh murid . Sungguh rasanya malu sekali, jika Rachel bisa memilih, lebih baik dia membersihkan WC. Ketimbang harus di hukum di hadapan seluruh teman nya.
"Kaki kanan angkat!" Rachel pun menuruti perintah pak Vino.
"Angkat juga kedua tangan kamu, lalu tempelkan di telinga," karena merasa telah di kerjain, Rachel pun hendak protes.
"Kamu protes, saya tambah hukuman nya!" Pak Vino menunjuk Rachel dengan pengagaris panjang, yang biasanya di gunakan untuk bor.
Karena tidak ingin memperpanjang masalah, Rachel pun terpaksa menuruti perintahnya.
"Bagus. Tetap seperti ini sampai jam saya habis, ya?"
Kedua mata Aurel langsung membulat. Apakah dia sudah gila? Dia ingin menghukumnya berdiri di sini selama tiga jam? Rasanya ingin sekali Rachel mengumpati pak Vino.
***
Setelah belajar kurang lebih enam jam, akhirnya waktu yang sejak tadi di nantikan seluruh murid pun tiba juga.
"Sampai jumpa Minggu depan, dan selamat siang anak - anak," akhir kata yang di ucapkan Bu Retno, yang merupakan guru bahasa Inggris.
"Siang, buk," jawab seluruh murid dengan serempak.
Masing - masing dari mereka, segera memasukan seluruh buku pelajaran yang berserakan di ata meja ke dalam tas. Sedangkan Rachel sejak tadi hanya menempelkan dagunya di ata meja dengan lesu. Tadi pak Vino benar - benar menghukumnya sampai pelajaran matematika selesai.
Zaskia yang melihat sahabatnya nampak murung pun hanya menghela nafas. Biasanya Rachel lah yang paling semangat untuk pergi ke kantin. Tapi saat ini sahabatnya itu nampak masih menekuk wajahnya dengan kesal.
"Udahlah. Daripada mikirin tuh guru terus, mendingan kita pergi ke kantin, yuk?"
"Males, lo pergi sendiri aja," jawab Rachel dengan sekenaknya.
"Yah, Lo mah gak asik ah!" Rajuk Zaskia.
Saat sedang hanyut dengan pikirannya masing - masing. Seorang perempuan yang seperti nya kelas XI itu memasuki kelas Rachel.
"Ada apa?" Tanya Zaskia saat gadis itu kini malah menghampiri mejanya dengan Rachel.
"Kak Rachel di panggil pak Vino ke ruang guru," ucap gadis itu memilin rok abu nya.
Rachel yang mendengar namanya di sebut pun, segera bangkit. "Mau ngapain?"
"Aku juga, gak tau, kak. Yang pasti sekarang kakak di suruh ke ruang guru. Eummm... Kalau begitu permisi ya, kak," ujar gadis itu langsung ngacir keluar.
"Mau ngapain lagi coba, tuh guru?" tanya Zaskia heran.
"Entahlah," jawab Rachel mengusap wajahnya kasar. Tubuhnya di sandarkan di sandaran kursi.
"Yaudah, mending sekarang lo temuin, pak vino, gih!" titah Zaskia.
"Ogah lah, pasti dia mau nge hukum gue lagi," ucap Rachel malah kembali merebahkan kepalanya di atas meja.
"Mending di hukum sekarang, daripada nanti bertambah lagi hukumannya," Zaskia menarik tangan Rachel agar gadis itu bangun.
Dengan ogah - ogahan, Rachel pun bangkit dari kursinya. Dia harus siapkan mental untuk nanti, jika sewaktu - waktu pak Vino memarahinya lagi.
"Assalamualaikum," ucap Rachel ketika memasuki ruangan guru. Saat ini ruang guru terlihat sepi, mungkin karena lagi jam istirahat.
Kepala Rachel celingukan untuk mencari meja kerja pak Vino. Matanya kini tertuju pada seorang pria yang memakai kameja biru Dongker, dengan kacamata yang bertengger manis di hidung mancung nya. Serta tangan yang bergerak di atas keyboard laptop.
"Kalau masuk tuh, salam dulu," sindir Vino tanpa mengalihkan pandangan nya dari laptop.
"Dasar, budeg. Gue udah ucap salam juga, tapi lo nya aja yang gak dengar," dumel Rachel, biarlah dirinya menjadi murid yang tidak sopan terhadap guru. Tapi sungguh dirinya sangat kesal sekali pada pak Vino.
Sepertinya pak Vino tidak dengar apa yang Rachel ucapkan, buktinya pria itu tetap fokus pada laptopnya. Rachel berpikir, pekerjaan apa yang sedang di kerjakan pak Vino? Sehingga dirinya terlihat serius, dan beberapa kali kening nya mengernyit.
Pak Vino segera mematikan laptop itu, kemudian dia melipat dan menyimpan nya di atas tumpukan buku paket yang lumayan tebal.
Sekilas, pak Vino melirik jam tangan hitam yang melingkar di pergelangan tangan nya. Jam 10.05
"Terlambat tiga menit, apakah kamu murid yang tidak bisa tepat waktu?" tanya pak Vino setelah Rachel menduduki kursi di hadapan nya.
Rachel tentu saja menahan gejolak amarah. Padahal dirinya hanya terlambat tiga menit saja, lagian berjalan dari kelas ke kantor pun membutuhkan waktu kurang lebih satu menit. Lantas, mengapa dia harus mempermasalahkan waktu? lagian juga siapa dirinya, sehingga Aurel harus menemuinya tepat waktu?
"Cuman terlambat tiga menit, kan? Jadi bapak tidak usah mempermasalahkan waktu."
"Bukan nya saya mempermasalahkan waktu, tapi kamu harus bisa belajar di siplin, Rachel!" tegas pak Vino.
Rachel memutar bola matanya malas, apakah dirinya di suruh datang ke sini itu hanya untuk menceramahi soal waktu?
"Ngapain bapak nyuruh saya ke sini?" tanya Aurel mengalihkan topik. Dia hanya malas, Jika guru di depan nya ini terus - terusan mengungkit waktu.
"Ah, iya. Saya sampai lupa, tadi kan, kamu datang terlambat dan tidak mengerjakan tugas dari saya. Dan saya baru menghukumnya satu kali, bukan?"
Jantung Aurel berdetak dengan kencang, apakah karena dirinya membuat kesalahan dua kali, jadi harus di hukum dua kali juga? Jika iya, sekarang apalagi hukuman nya?
Pak Vino tidak langsung melanjutkan ucapan nya, dia menatap reaksi muridnya terlebih dahulu. Hampir saja, pak Vino menyemburkan tawanya ketika melihat Rachel hanya terdiam dengan wajah yang pucat.
"Ya, saya akan menghukum kamu, lagi. Kamu harus lari di lapangan sepuluh putaran!" titah pak Vino mutlak, tanpa bantahan.
Rachel pun segera bangkit dari duduknya. Dia menggebrak meja pak Vino, tidak peduli jika saat ini guru itu sedang menatapnya tajam. Cukup tadi dirinya di permalukan di depan teman - teman se kelasnya. Rachel tidak akan menurut lagi untuk kali ini.
"Jangan mentang - mentang bapak guru, jadi bapak bisa menghukum murid sepuasnya, pak!" protes Rachel.
"Jika kamu menolak, jangan salahkan saya, jika saya memberi kamu nilai E di raport," tantang pak Vino sembari bersedekap dada.
Kedua tangan Rachel mengepal erat, rasanya dia ingin sekali meninju wajah pak Vino yang sok polos itu. Dengan nafas yang memburu, serta kaki di hentakan Rachel pergi ke luar. Tanpa mengatakan sepatah kata pun.
Pak Vino yang melihat itu pun hanya bisa menggelengkan kepalanya. Dia segera bangkit dari kursinya untuk mengikuti Aurel, apakah murid itu benar - benar menjalankan hukuman nya.
Karena merasa ada seseorang yang menguntit, Rachel segera membalikan tubuhnya ke belakang. Dan betapa kagetnya dia, saat mendapati pak Vino berdiri di belakangnya.
"Bapak ngapain sih, ko ngikutin saya?" Kesal Rachel.
"Saya cuman mau memastikan saja, bahwa kamu memang menjalankan hukuman nya," jawab pak Vino dengan santai.
Karena merasa kesal, Rachel segera mempercepat langkahnya. Dia ingin segera sampai di lapangan. Memangnya pak Vino pikir dirinya tidak jujur?
Sudah sembilan putaran Rachel lakukan, sesekali dia mengipasi wajahnya yang terasa panas akibat matahari begitu menyengat. Tentu saja dengan di awasi pak Vino.
Setelah menyelesaikan hukuman nya, pak Vino segera meninggalkan Rachel yang masih ngos - ngos an.
Tanpa menunggu lebih lama lagi, tungkai Aurel menuju ke arah kantin. Tidak peduli bel masuk yang sebentar lagi akan berbunyi.
Manik mata Aurel mengedar ke seluru penjuru kantin yang terlihat sepi, karena pastinya murid lain sudah pada masuk kelas. Rachel menghampiri meja paling pojok dekat jendela. Di sana terdapat Zaskia dan Leo yang sedang berbincang. Entahlah, mereka membicarakan apa, yang pasti sahabat dan kekasihnya itu sering terlihat mengobrol berdua.
Tentu saja itu membuat perasaan cemburu kembali muncul di hati Aurel. Tapi dia segera menggelengkan kepala menepis semua hal negatif yang bersarang di otak nya.
"Holla, guys, lagi ngobrolin apa nih? Kaya nya serius amat," sapa Rachel ketika sudah tiba di depan meja tadi.
"Eh, sayang. Sini, duduk," Leo menepuk bangku kosong yang berada di sampingn nya.
Leonel Grestavio, seorang badboy yang menjadi langganan BK, dan merupakan kekasih Rachel.
"Minum dulu," Leo menyodorkan segelas es teh yang memang sudah dia pesankan untuk Rachel.
"Makasih, pacar aku pengertian banget sih," Rachel menerima gelas yang di sodorkan oleh kekasihnya.
Leo mengusap keringat Rachel menggunakan telapak tangan, tanpa rasa jijik sedikit pun. "Kasihan banget sih pacar aku keringetan gini."
"Pak Vino itu emang guru yang tidak punya hati banget ya. Pedahal kan lo udah di hukum di depan kelas, masih aja di suruh keliling lapangan," cerocos Zaskia.
Rachel mengangguk membenarkan Zaskia. "Bener banget, dia tuh guru yang paling nyebelin, so cool, so ganteng lagi. Rasanya pengen gue tonjok tuh, muka so kegantengan nya," ujar Rachel menggebu - gebu.
"Sabar, sayang," Leo merangkul pundak Rachel untuk menenangkan kekasihnya.
Sedangkan Zaskia melototkan kedua matanya saat melihat siapa yang di belakang Rachel. Dia terus memberi kode pada sahabatnya lewat lirikan mata.
"Kalau dia tau kita di sini, nih, pasti dia akan kasih hukuman lagi. Dasar guru gila hukuman, gak punya ha--"
"Kalau ngomongin seseorang itu di depan orang nya," potong sebuah suara yang begitu familier di telinga Rachel.
Dengan kaku, Rachel membalikan tubuhnya ke arah belakang, untuk memastikan apakah benar tidak orang itu?
"Eh, pak Vino. Mau makan, pak? Kalau gitu saya yang pesanin ya?" Rachel berusaha merayu pak Vino.
"Tidak usah!" Tolak pak Vino dengan datar, membuat Rachel meringis.
"Saya hanya ingin ngasih hadiah untuk kamu," pak Vino menyerahkan sebuah paperbag yang entah apa isinya. Tapi yang pasti perasaan Rachel sudah tidak enak.
Dengan ragu - ragu, Rachel pun menerima paperbag yang di serahkan oleh pak Vino, tapi tidak langsung membukanya.
"Sebentar lagi bel masuk, jadi lebih baik kalian masuk kelas," setelah mengatakan itu, pak Vino segera keluar dari kantin.
Leo dan Zaskia pun segera merapat pada Rachel, untuk mengetahui apa isi hadiah yang di berikan pak Vino.
Mulut Rachel menganga, matanya mengerjap kecil saat melihat apa di dalam totebag itu. Ternyata itu tiga buah buku paket matematika.
"Eh ada tulisannya, nih" ujar Zaskia heboh.
'jangan lupa kerjakan, dan besok pagi harus sudah ada di meja saya'
Begitulah kata - kata yang tertulis di sebuah kertas putih di dalam papaerbag tadi.
Sedangkan Rachel terduduk lemah di kursi kantin. Gurunya sudah benar - benar gila, bagaimana mungkin tiga buku paket bisa di kerjakan dalam waktu satu malam?
Bab 1 Hukuman
21/09/2023
Bab 2 Perjodohan
21/09/2023
Bab 3 Tidak bisa menolak
21/09/2023
Bab 4 Menagih tugas
22/09/2023
Bab 5 Jangan beritahu Leo
22/09/2023
Bab 6 Fitting baju
22/09/2023
Bab 7 Dinner with Leo
22/09/2023
Bab 8 Hari pernikahan
22/09/2023
Bab 9 Malam pertama bersamanya
22/09/2023
Bab 10 Mengantar mama papa ke bandara
22/09/2023