Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Cinta Gadis Bunga

Cinta Gadis Bunga

Kaa Nov

5.0
Komentar
2.7K
Penayangan
17
Bab

Lucyana, berasal dari keluarga miskin, bertemu dengan nyonya Silviana dan menjadi pewarisnya. Berbagai orang tidak setuju dengan anak angkat Silviana, orang asing yang tiba-tiba mendadak kaya dengan warisan Silviana. Mampukah Lucyana bertahan dengan kepalsuan semua orang? Bisakah dia bertemu dengan cinta sejatinya?

Bab 1 Lucyana

Ini belum genap 40 hari kepergian sang ibunda, Mariana. Tapi Lucyana tak pantang menyerah apalagi memutuskan untuk terus menangisi sang bunda. Saat kakak dan ayahnya masih nampak selalu menangis dan meratapi kepergian bunda yang tiba tiba. Sedangkan Lucy, Ia memilih untuk menyibukkan diri dengan merawat kebun bunga ibunya.

"Ibu hanya mewarisi kebun bunga ini. Apa aku jual bunga saja ya? Aku dengar beberapa blok didepan ada komplek perumahan elit baru. Siapa tahu mereka tertarik dengan bungaku," ucap Lucyana.

Tak membuang waktu, Lucy mengambil gunting dan memetik beberapa tangkai bunga. Setelah siap Lucy segera berangkat sambil membawa sekeranjang penuh bunga cantik. Tak dipedulikannya ayah dan kakaknya yang nampak melamun dihadapannya. Lucy hanya geleng geleng dan berpamitan pada sang ayah yang seperti tak mendengar suaranya.

"Sudahlah mungkin ayah dan kakak butuh waktu." Lucy berpikir positif lalu beranjak pergi.

Lucy bergegas mengetuk satu per satu rumah di bangunan besar yang tertutupi pagar pagar tinggi menjulang itu. Beberapa satpam mengusirnya dan tidak mempersilahkan Lucy menjual bunganya ke majingan mereka.

Walau diusir, Lucy tidak menyerah. Ia datang lagi ke rumah berikutnya. Tapi lagi-lagi sambutan tak menyenangkan Ia dapatkan. Lucy hampir menyerah saat seseorang wanita berumur 40an memanggilnya.

"Hei nak! Kemarilah!" panggilnya yang baru saja keluar dari mobil mewahnya didepan gerbang. Wanita itu nampak aneh, karena biasanya nyonya rumah akan turun saat mobil sudah didalam, bukan didepan gerbang. Tapi Lucy tidak peduli dan bergegas mendekat.

"Iya nyonya." Lucy tersenyum dan membungkuk hormat.

"Anak baik, berapa usiamu?" tanyanya membuka kacamata hitam yang Ia kenakan.

"21 tahun nyonya." Lucy kembali tersenyum lebar. Memperlihatkan deretan giginya yang cantik.

"Ah, kau mengingatkan aku pada seseorang. Siapa namamu? Apa yang kau jual?'

"Aku Lucy Nyonya. Lucyana. Aku menjual bunga."

"Bungamu cantik sekali. Aku beli semuanya. Berapa?" tanyanya merogoh tas dan mengeluarkan dompetnya.

"Anda serius mengambil semua?" Tanya Lucy.

"Tentu. Berapa? Apa segini cukup?" tanyanya menyerahkan beberapa lembar uang merah pada Lucy.

"Owh tidak-tidak. Tidak nyonya. Anda memberi terlalu banyak nyonya. Semuanya hanya Rp 75.000,-." Lucy mengembalikan lagi lembaran merah itu.

"Aku memberimu hadiah," ucap wanita itu menyodorkan kembali uang yang dipegangnya.

"Jangan begitu nyonya. Aku berniat berjualan bunga. Jika anda terus begini, aku bisa besar kepala dan tak mau berusaha nanti. Tolong jangan perlakukan aku begini. Aku tidak mengemis. Jadi tolonglah. Terimakasih nyonya sudah berniat membantuku. Sungguh, aku tadi sudah hampir menyerah." Lucy menyerahkan kembali uang yang disodorkan wanita itu.

"Baiklah, aku tidak memaksa. Ini Rp 100.000 untukmu."

"Ah, jangan. Hanya Rp 75.000 saja. Aku juga tidak ada kembalian. Bisa uang pas saja?"

"Hem, aku tidak punya." Wanita itu mengangkat bahu. "Jadi bagaimana?" tanyanya pada Lucy.

Lucy nampak berpikir keras. Lalu mendapatkan ide. Lalu mengambil uang seratus ribu dari tangan sang wanita lalu merobek sebagiannya. Bagian yang lebih kecil Lucy kembalikan lagi pada wanita itu.

"Apa ini? Kenapa kau merobeknya?" wanita itu keheranan.

"Aku tidak punya kembaliannya. Anda juga tak punya uang pas. Dengar, besok aku akan kembali mengantarkan bunga. Aku akan kembali dan mengambil potongan uang ini. Doakan saja ada yang membeli bungaku. Jadi aku bisa memberikan Anda uang kembaliannya, Nyonya," ucap Lucyana tersenyum lebar memberikan penjelasannya.

"Oh Tuhan kenapa kau malah repot-repot merobeknya. Kau bisa membawanya semuanya. Besok silahkan kau datang untuk mengembalikan kembaliannya." Wanita itu benar-benar heran pada Lucyana.

"Tidak, bisa saja aku besok tidak datang dan menipu anda Nyonya. Jangan terlalu percaya pada orang sepertiku. Bisa saja aku menipumu dan membawa lari uangmu."

Wanita itu melongo dan tertawa. Ajudan disebelahnya ikut menahan tawa.

"Hahha, kau lucu sekali. Baiklah baiklah. Aku memesan bunga lagi besok. Jika aku tak ada, titipan bunganya pada pria ini, Javier. Jika Ia tak ada didepan sini, tanyakan pada satpamku, dimana Javier. Kau paham?"

"Tentu saja. Berapa banyak yang anda pesan, akan aku siapkan dan memilihkan bunga bunga yang cantik untuk nyonya."

"Terima kasih terima kasih. Bawakan aku sama banyaknya seperti yang kau berikan ini. Aku akan memberikan uang yang sama seperti hari ini, benar bukan?"

"Iya nyonya. Benar. Baiklah aku akan kembali besok. Terima kasih banyak nyonya." Lucy berpamitan.

Wanita itu terus mengekori langkah kaki Lucyana dengan matanya, hingga Lucy menghilang dipersimpangan jalan.

"Nyonya, apa anda tidak akan masuk? Hari cukup panas?" Tanya Javier, pelayannya yang sejak tadi memayunginya dengan payung besar.

"Ah iya Javier. Anak itu mengingatkan aku pada almarhum Josefina. Tidakkah kau memperhatikan?' Tanya wanita itu yang bernama Silviana.

"Iya nyonya. Mereka sangat mirip. Hanya segi penampilannya saja yang beda. Senyum anak itu, deretan giginya, benar benar mirip. Makanya aku tadi menghentikan mobil saat akan memasuki gerbang. Aku pikir aku salah lihat dan sedang melamun melihat nona muda kembali hidup," jelas Javier menerangkan alasannya menghentikan mobilnya didepan gerbang cukup lama.

"Kalau besok Lucy datang lagi, cari tahu tentangnya lebih banyak Javier. Aku besok mungkin akan keluar kota. Tapi kau tetaplah disini sampai Lucy datang. Aku pikir Lucy akan cocok mengantikan aku, kita lihat tingkahnya beberapa hari kedepan"

"Iya, baik nyonya."

Sementar itu Lucy segera kembali kerumahnya dengan riang. Ia sangat senang bunganya habis.

"Lucy! Lucy! Darimana saja kau?" teriak abangnya.

"Kau sudah sadar? Kenapa? Apa kau lapar? Bukankah ada nasi goreng didapur?" Tanya Lucy menaruh keranjang bunga kembali ke tempatnya.

Pablo tidak menjawab. Kakak Lucy memperhatikan keranjang yang dari tadi dibawa adiknya itu.

"Kau darimana? Apa kau kemakam ibu?" Tanya Pablo.

"Tidak, aku tidak ke makam ibu. Aku tadi memetik bunga ibu dan menjualnya."

"Menjual bunga. Wah kau pintar adikku!" teriak Pablo senang dan memeluk Lucy.

"Apa yang kau lakukan? Lepas!" Lucy Nampak memberontak dari rangkulan Pablo. Pablo melepasnya dan menadahkan tangan kanannya.

"Mana uangnya? Kemarikan?' Tanya menatap Lucy.

"Uang apa?" Tanya Lucy.

"Uang dari kau menjual bunga. Bungamu habis bukan? Mana uangnya?" Tanya Pablo.

"Oh itu." Lucy mengeluarkan uang dari saku celananya.

Pablo kesal saat melihat uang yang diberikan Lucy robek sebagian.

"Kenapa uangnya buntung begini? Dimana sebagiannya?" Pablo bertanya.

"Tidak ada. Aku kembalikan pada nyonya itu. Dia memberikan aku uang lebih banyak dan aku tak ada kembalian. Dia juga tidak ada uang pas. Jadi uangnya aku robek, sebagian aku bawa dan sebagian lainnya aku kembalikan padanya."

"Apa? Apa Lucy? Kau tadi bilang apa? Wanita itu memberikan lebih banyak dan kau tak mengambilnya? Bodoh!" maki Pablo kesal.

"Kenapa kau memaki aku begitu. Kembalikan!" teriak Lucy mengambil uangnya dan meninggalkan Pablo.

Pablo mengikuti langkah sang adik yang menuju dapur.

"Hei Lucy, apa kau tidak punya uang lain? Aku pinjam sebentar, nanti aku kembalikan. Aku mau beli chip. Kalau menang aku ganti lebih banyak." Pablo membujuk Lucyana.

"Tidak ada kak, tidak ada. Bukankah kemarin sudah ku berikan semuanya padamu? Kau juga berjanji akan mengembalikannya bukan? Mana?" tagih Lucy.

"Tidak ada, aku kalah. Harusnya segera aku bongkar pas kemarin sudah menang 3B. akh aku memang sial." Umpat Pablo.

"Kalau begitu berhentilah bermain dan cari pekerjaan saja. Ada perumahan elit disebelah sana, cobalah melamar, siapa tahu ada pekerjaan untukmu," ucap Lucy memberitahu.

"Akh tidak tidak. Kau saja yang bekerja. Aku mau ke warnet saja." Tolak Pablo.

Lucy hanya geleng geleng kepala mendapati kelakuan kakaknya itu. Sementara itu ayahnya masih tertidur, semalam laki laki paruh baya itu mabuk bersama teman temannya dan baru pulang pukul enam pagi tadi.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku