/0/14428/coverorgin.jpg?v=e673db163036ee391c656ce0b40786ba&imageMogr2/format/webp)
"Astaga, Nada. Lihat apa yang terjadi sama payudara kamu!" Nek Siti membelalak dengan suara tercekat. Wanita tua itu menatap pada payudara cucunya dengan raut wajah terkejut.
"A ... ada apa, Nek?" Gadis berwajah cantik alami bernama Nada itu terlihat sangat terkejut mendengar pertanyaan dari neneknya.
"Nada, susu kamu keluar lagi?" tanya Nek Siti lagi, saat ia melihat Nada yang tengah bersiap untuk pergi ke sekolah.
Nada merasakan debaran hatinya meningkat. Wajahnya tertunduk, matanya tertuju pada seragam sekolah yang telah basah oleh rembesan air susu. Sebuah kondisi hormonal yang tidak biasa yang telah menimpa dirinya di usia remaja, meskipun ia belum pernah menikah atau memiliki anak.
"Astaga! Iya, Nek. Aduh, bagaimana ini?" kepanikannya makin menjadi, sambil memandang jam dinding yang menunjukkan waktu sudah sangat siang, sedangkan dia tak ada baju ganti lain.
Dengan tenang, Nek Siti mendekat dan merangkul bahunya.
"Sabar, Nak. Coba sekarang kamu ganti seragamnya, pakai kain tebal di payudara . Semoga itu bisa menahan susu kamu," sarannya dengan lembut.
Nada menggeleng cepat, kebingungan masih terlukis jelas di wajahnya, berat menerima kenyataan yang dihadapinya. Gadis itu menghela nafas berat, matanya nanar menatap seragam sekolah yang sudah basah karena rembesan susu.
"Ini seragam terakhir yang aku punya, Nek," suaranya pelan, hampir tak terdengar.
Rasa cemas bercampur kepasrahan tergambar jelas di wajah tanpa riasan itu. Di sudut rumah yang sederhana tersebut, Nek Siti menggumam keras, mencoba mengumpulkan solusi.
"Coba kamu kenakan seragam SMP-mu, Nak. Itu lebih baik daripada kamu tidak sekolah sama sekali. Para guru pasti akan mencarimu, dan kamu tidak ingin kehilangan beasiswa hanya karena sering absen kan?"
Meskipun tawaran itu keluar dari mulutnya, dalam hati, Nek Siti sendiri terasa hampa, sama kesulitan menemukan jalan keluar bagi cucu tercintanya yang hanya bermodalkan keuletan dan tekad kuat demi masa depan yang lebih baik.
"Nenek benar. Lebih baik aku pakai seragam SMP saja, daripada aku nggak masuk sekolah."
"Cepatlah, Nak!"
Setelah mendapat saran dari Nek Siti, Nada cepat-cepat masuk ke kamar untuk berganti seragam. Baju seragam SMP nya sudah polos dan tak ada atribut apapun, sehingga Nada bisa mengenakannya untuk pergi ke SMA.
Beberapa saat, gadis berwajah cantik dan imut itu sudah keluar dari kamarnya. Baju SMP di tubuhnya terlihat sangat pas, dan bahkan terkesan kekecilan sehingga memperlihatkan dada Nada yang menonjol sangat bes4r. Wajar saja, karena di usianya yang baru 16 tahun, ia sudah memiliki dada besar dengan ukuran 38.
Pinggangnya ramping, leher dan kakinya jenjang dalam balutan kulit putih mulus. Pinggulnya juga besar, membuat bentuk tubuh Nada sangat sempurna bak gitar spanyol paling mahal.
"Kamu sudah siap, Nada?" tanya Nek Siti dengan lembut.
"Sudah, Nek. Mana sumpalannya?" jawab Nada dengan antusias.
"Biarkan Nenek yang memasangkannya," ujar Nek Siti sambil menyumpal kedua dada Nada dengan kain tebal, membuat penampilannya terlihat lebih penuh.
Kancing baju di bagian dada Nada bahkan tak muat untuk dikancingkan, namun hal itu tak mengurangi semangat Nada untuk pergi ke sekolah. Meskipun kini tubuhnya terlihat semakin seksi dan menantang.
"Sudah siap, sekarang kamu bisa berangkat ke sekolah," kata Nek Siti sambil merapikan penampilan Nada.
"Iya, Nek. Aku berangkat dulu. Hati-hati di rumah," balas Nada sambil berlalu menuju sekolah.
Setelah berpamitan kepada neneknya, Nada cepat-cepat berangkat ke sekolahnya dengan berjalan kaki. Karena kebetulan jarak sekolahnya juga tak terlalu jauh.
***
"Astaga! Kenapa rasanya nggak nyaman banget? Apa susu ku merembes lagi?" Nada berjalan cepat melalui koridor sekolah dengan perasaan cemas, karena ia merasa bahwa baju seragamnya mulai basah lagi.
Nada berjalan cepat, melalui beberapa cowok yang kini sedang mematung menatapnya. Tatapan mereka sangat liar dan tak bisa berkedip saat melihat keindahan tubuh Nada dalam balutan seragamnya yang kekecilan.
"Wow, Nada," ujar salah seorang cowok yang tiba-tiba langsung menghadang langkahnya.
Nada tersentak kaget. Namun, ia berpura-pura tidak ketakutan dan justru tersenyum menatap pada cowok itu.
"Hey, Kak Aldo. Apa aku bisa lewat? Maaf, tapi kamu menghalangi jalanku," tegur Nada dengan sopan.
/0/23359/coverorgin.jpg?v=6cc1c8db761967eeaa4c45bc90ba2de5&imageMogr2/format/webp)
/0/10919/coverorgin.jpg?v=b951d35476e971d09eb6f17859596274&imageMogr2/format/webp)
/0/3564/coverorgin.jpg?v=91a4d1f077ecb7b4ce88e29b82bcd911&imageMogr2/format/webp)
/0/7597/coverorgin.jpg?v=cefc29f6d11655747ae502fe3d49070f&imageMogr2/format/webp)
/0/23360/coverorgin.jpg?v=2d2f8239eaf8451cd8b110e539e29803&imageMogr2/format/webp)
/0/15094/coverorgin.jpg?v=e47e40b3c69070a2e7c84429b1b2df6d&imageMogr2/format/webp)
/0/3058/coverorgin.jpg?v=501a380751715c5bad8393c43ad5509a&imageMogr2/format/webp)
/0/5461/coverorgin.jpg?v=3ac303780a237094524cb6ff4f1c3c17&imageMogr2/format/webp)
/0/13690/coverorgin.jpg?v=34d407bff7def1b62c3b6d9da1a2d824&imageMogr2/format/webp)