Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
“Selamat Pagi, Dad, Mom!” sapa Daniel dengan sangat bersemangat kala menuruni anak tangga di rumah besarnya.
Dia melihat sosok orangtuanya sudah duduk terlebih dahulu di kursi makan yang terletak di bagian tengah rumah megah mereka. Dengan suguhan sarapan yang sangat lebih dari cukup dan aneka kudapan manis sebagai hidangan penutup di sisi lainnya. Daniel seringkali mengucap syukur berulangkali.
“Pagi juga sayang… ayo duduk,” ajak sang ibu dengan senyum teduhnya.
Daniel yang menghampiri mereka pun mengecup kening kedua orangtuanya bergantian yang di balas dengan gelak tawa oleh keduanya.
“Kau bersemangat sekali hari ini,” ujar sang ayah sambil menyesap teh hangat dari cangkirnya.
“Tentu Ayah! Hari ini adalah hari pertama aku bekerja setelah beberapa tahun harus terpisah dari kalian di Jepang,” jawab Daniel.
Mereka pun tersenyum.
“Ingat! Kau tak lagi sebagai staff, Nak. Kau akan menempati posisi ayah di kantor,” jelas James.
“Tidak semudah itu Ayah. Apa kata orang nanti, jika putramu ini masuk ke kantor dan langsung menuju ruangan Presdir. Bahkan tanpa di uji terlebih dulu?”sanggah Daniel.
“Ujian apa lagi yang kau harapkan, Nak? Kau sudah melewatinya selama di Jepang. Menurut Ayah dan Ibu, itu sudah lebih dari cukup. Dan mereka semua juga tahu itu!” timpal ibunya.
“Baru satu tempat Bu. Ada satu Negara lagi yang harus aku taklukkan, agar aku bisa memegang kepercayaan Ayah dengan lebih baik lagi. Itu pun, jika kalian mengijinkan,” ujarnya.
“Memangnya kau mau kemana lagi?” tanya James—ayah Daniel.
“Korea. Aku mau kembali kesana untuk memulai semuanya dari awal. Selain mempersiapkan diri sebelum menjalankan usaha Ayah. Aku juga ingin mengembangkan bisnis Ayah disana, aku juga ingin menemukan sesuatu yang hilang Ayah…” jelas Daniel.
“Kau… masih mau mencari dia?” tanya Margareth.
“Iya Bu, aku ingin menemukannya,” tegas Daniel.
**
Daniel masuk ke dalam kamarnya yang terlihat sangat luas dan mewah. Ada sebuah ranjang besar dengan banyak ukiran khas Eropa, serta kelambu berwarna putih yang mengelilingi ranjang itu. Lalu meja kerja yang berada di sisi seberang dari ranjang, dan menghadap langsung ke balkon. Hingga Daniel bisa melihat bintang dan langit tiap kali duduk di meja kerjanya itu. Komputer keluaran terbaru dan bebapa buku catatan penting, pena, pensil, dan alat tulis lainnya berada lengkap di atasnya. Dan di sebelah meja itu juga di letakkan rak buku yang berisi banyak sekali koleksi buku tentang bisnis management, hacking, IT, dan buku novel misteri kesukaannya selama ini.
Kamar Daniel juga sangat nyaman karena pemuda itu sengaja memasang speaker kecil di tiap sudut kamarnya, untuk mendengarkan lagu favoritnya tiap kali bekerja.
Ya, Daniel memang memiliki kebiasaan unik. Dimana dia hanya akan bisa konsentrasi dalam belajat maupun bekerja, jika dia juga mendengarkan music. Terutama music kesukaannya. Hal ini karena suasana sunyi dan senyap justru akan membuat dia mengantuk dan cepat lelah. Tak jarang, Daniel ikut menyenandungkan nyanyian yang dia dengar. Dan menggerakkan tubuhnya mengikuti ritme lagu yang terdengar.
Kebiasaan ini pernah di protes langsung oleh sang ibu, Margareth. Yang merasa kebiasaan Daniel akan membuatnya sulit untuk fokus. Namun saat Margareth menemukan bahwa Daniel justru mampu mendapat nilai sempurna dari sejak sekolah menengah sampai dia lulus kuliah dengan metode tersebut. Maka baik Margareth maupun James tak lagi mempermasalahkan hal tersebut.
Di tambah lagi, gelar cumlaude dengan ipk sempurna yang di terima Daniel dari tiga Universitas terbaik di dunia. Yaitu Harvard untuk Strata – 1, Oxford untuk gelar Magister, dan Stanford saat mendapatkan gelas Strata – 3 nya. Membuat Daniel semakin menjadi sempurna sebagai anak dari James dan Margareth. Selain karena paras tampan dan perilaku baik yang selama ini di tunjukkan oleh putranya itu pada semua orang. Mereka merasa di berkati karena bisa menemukan Daniel.
Pemuda itu kemudian membuka pintu balkonnya dan membiarkan angin pagi itu masuk ke dalam kamar, membuat tirai putihnya beterbangan dan menari. Sementara dia duduk di atas kursi dan segera menyalakan komputer yang menampilkan foto keluarganya dan foto seorang gadis kecil yang kini tengah menjadi misteri keberadaannya.
Daniel menghela nafas sebentar, sebelum akhirnya memilih playlist lagu apa yang harus dia mainkan hari ini.
“Ya, David!” kata Daniel saat mengangkat teleponnya yang berdering.
“Aku sudah menemukan jejaknya. Kau bisa kesini secepat mungkin yang kau bisa,” lapor David yang membuat wajah Daniel langsung di hiasi oleh senyuman.
“Aku mengerti. Terima kasih banyak. Laporkan padaku secara berkala, apapun yang kau lihat tentangnya.” Daniel memberikan instruksi akhirnya.
Dia kini menyandarkan punggung ke kursi kerjanya dan menatap langit London dengan wajah lebih sumringah. Harapannya selama bertahun – tahun akan segera terwujud. Banyak mimpi dan angan yang sudah dia gantung tinggi di atas langit tiap malam demi bisa di wujudkan. Kini dia hanya berharap, bahwa setiap keinginan itu akan berjalan, sesuai dengan apa yang dia harapkan selama ini.
**
“Terima kasih… silahkan datang kembali…”
Seorang gadis dengan paras ayu, berwajah kecil dan berkulit putih pucat tersenyum begitu manis dan membenarkan kunciran rambut hitamnya yang kendur, segera setelah pelanggan terakhir pergi. Dia terlihat sangat puas dengan apa yang di kerjakannya. Dan kembali duduk di atas kursi yang berada tepat di depan meja kasir. Sambil memegang ponselnya, dia melihat layar ponsel dengan penuh senyuman. Bibirnya terlihat bergerak bersamaan dengan kepalanya yang ikut bergerak sesuai ritme lagu dari salah satu grup idol yang menjadi idolanya.
“Oppa! Aku akan datang ke konsermu tahun ini!” gumamnya, masih dengan senyum sumringah. “Hiiii…! Aku tak menyangka kalau uang tabunganku akhirnya cukup untuk menonton konser kalian!” pekiknya lagi.
**
---Seoul, Korea Selatan---
---Apartment Pavilio, Gangnam, Empat Bulan kemudian---
“Hmmhhh…”
Daniel merasakan tubuhnya seperti remuk dan hancur. Kepalanya juga sakit, seperti sedang di pukuli dengan palu. Intinya, dia merasakan seluruh bagian tubuhnya luluh lantak setelah pesta penyambutan malam tadi.
Tepatnya kemarin sore, kalau Daniel ingat, dia terpaksa harus membatalkan janji dengan kekasih yang baru di pacarinya selama 1 bulan lebih. Dan menghadiri pesta penyambutan seorang manager baru di kantornya. Memang, seperti perjanjiannya pada sang ayah, Daniel tak membuka identitas aslinya sebagai pemilik perusahaan dan masuk ke dalam perusahaan di Korea hanya sebagai seorang Kepala Divisi bagian IT. Itu sebabnya, dia harus ikut pesta penyambutan yang di adakan seorang manager baru. Selain demi hubungan sebagai rekan kerja, namun juga untuk menutupi identitasnya.
Daniel ingat dia tak terlalu banyak minum,, hanya beberapa gelas Soju yang di campur dengan Beer sambil makan daging babi panggang yang di taruh di atas lembaran daun selada dan di beri saus gochujang juga bawang putih. Makanan yang menurut banyak orang, adalah suatau yang khas dan hanya di miliki oleh Korea. Namun rasanya baru pertama kali di cicipi oleh Daniel, meski dia memiliki darah Negara ini.