Dignity ( Demi Harga Diri)
ergopoh-gopoh Mbok Inah melebarkan pintu pagar. Seperti
ih tidur soalnya. Takutnya nanti terbangun kalau mendengar suara
engkar dengannya. Makanya Pras takut kalau Wira te
ani Wira tidur. Takutnya Wira terbangun saat
uh Mbok Inah gelisah. Setelahnya Mbok Inah tergopoh-gopoh masuk k
Pras. Ia mencoba mendinginkan kepalanya terlebih dahulu. Ia tidak ingin m
mpat itu mereka berdua tersenyum lebar dengan pandangan menghadap kamera. Delapan tahun lalu mereka sangat optimis ingin membangu
bukkan dengan pekerjaan yang tiada habisnya. Jikalau pun mereka mengobrol, pembicaraan hanya akan berlangsung satu arah. Karena Pras tetap memelototi laptopnya. P
an
erasal dari ruang kerja Pras. Seperti inilah Pras bila sedang
empaskan asbak rokok dan vas bunga dari meja kerjanya. Beberapa dokumen juga berserakkan di lantai. Sementara Pr
ekarang ya, Suri? Kamu sudah berani memutuskan segala hal, t
Suri mengabaikan serpihan asbak rokok dan vas bunga. Pikirnya nanti saja kekacauan ini
au Pras sudah melemparkan ejekan. Ia tidak mau terpancing. Kalau dirinya ikut-ikutan
pan banyak orang, Suri!" Pras menunjuk wajah Suri geram. Namun ia mengikuti langkah Suri ke sofa. Pr
aku lakukan?" Suri menjinjitkan kedua alisnya.
r emosi mengingat kejadian memalukan sesiangan tadi. Tapi Suri masih saja berlagak pilon. Makin lama ia makin kesal melihat sikap memban
meminta Fahmi mengantarku kembali ke kantor. Dan kamu tahu apa yang Fahmi katakan? Dia bilang kalau sudah seminggu ini ia tidak lagi menjadi supir kita, karena kamu telah memberhentikannya. B
wa riuh, dan menjulukinya DKI alias di bawah ketiak istri. Makanya setelah mengganti baterai mobil dan menghadiri rapat pemegang
Firasatnya mengatakan bahwa Suri sengaja memberhentikan Fahmi, agar ia bisa bebas. Toh dirinya sudah bisa menyetir
n kamu tiba-tiba memberhentik
embayar gajinya. Mas lupa kalau sudah dua bulan
ja memotong uang bulanan Suri, demi memberi pelajaran pada istrinya. Ia ingin Suri mengerti betapa s
i? Harusnya kamu membicarakannya denganku dulu!" Pra
tai. Air muka Pras semakin busuk mendengar sindiran santai Suri. Istrinya
cara dua patah kata saja, Mas sudah menyela dengan dua puluh kata. Belum lagi cemoohan
ap masalah orang lain, Pras sangat perhatian. Dua puluh empat jam, ia siap siaga membantu dan mendengar
kin bagi semua orang. Tetapi acapkali emosi dan kehilangan kesa
al-hal lain." Pras mengibaskan tangannya ke udara. Ia paling malas mengh
ringkan rambut dengan hair dryer, juga mematikan lampu-lampu yang wattnya besar. Aku menghemat bahan-bahan makanan. Aku memasak secukupnya. Hanya saja tetap pada gizi yang seimbang. Wira sedang dalam masa tumbuh kembang. Tapi semua itu belum bisa mengakali uang belanja yang kurang. Untuk itu aku terpaksa memberhent
elaskan. Mengapa kamu menawari rekan-rekanku barang-barang r
memerah. Suri menertawainya. Penyebabnya sudah jelas. Kali
tanpa merasa lucu. Pras ini seperti sedang meludahi langit. Bayangkan, ia sedang melud
mu mengemis agar mereka membeli barang-barang r
Aku mengemis?" Suri me
l seputar rajutan nenek-nenekmu itu oleh para kolega atau pun rekan-rekan kerja. Kalau
ras. Hatinya perih karena diremehkan dan dihina sedemikian rupa o
walau hatinya panas luar biasa. Menghadapi Pras, tidak perl
ui marketplace dan media sosial. Mereka yang tertarik pada rajutanku dan menghu
emperlihatkan orderan-orderan customer yang mengikuti pre order rajutannya. Juga chat dari rekan-rekan Pra
ini. Baca satu-satu kalau Mas masih belum yaki
asar ponsel Suri. Suri refleks menangkap ponseln
llow dan beri love jempol. Tetapi follow juga media sosial istri sendiri. Dengan begitu Mas tahu apa yang sedang istri Ma
ingkan dengan Bu Murni, makanya kamu ingin menyainginya? Sadar Ri, sadar. Kamu itu cuma tamatan
. Bukan laki-laki bermulut tajam dan penuh prasangka buruk ini yang dulu ia nikahi. Pras
m masalah ini. Oalah Mas... Mas, katanya saja Mas ini sarjana. Berpendidikan t
ungan mereka berdua saja yang renggang, tetapi kecanggungan antara dua keluarga besar juga. Karena sebelum mereka berdua menikah pun, keluarga besar mereka berdua di kampung sana dalam keadaan baik-baik saja. Hubungan keduanya rukun dan harmonis. Hal inilah yang selalu Suri pert
ncari rezeki dengan cara yang berbeda pula. Dengan keterampilan merajut yang aku miliki misalnya. Jangan terus memandang ke atas, Mas. Apa
kembali mempekerjakan Fahmi. Aku juga akan memperingati Wanti, agar menjauh darimu. Wanti telah mengubahmu menjadi i
ulu sisa uang belanja yang Mas kurangi itu. Baru Mas bisa menuntut hal itu darik
l
an ke pipinya. Ia sama sekali tidak menyangka k
mu tidak mengucapkan kata-kata yang ket
nyalahkan orang yang maafnya Ma
laluan, sesungguhnya itu adalah kebenaran ya
rinya salah. Namun egonya tidak mengijinkannya meminta
n maafmu akan diketik di kepolisian. Satu lagi, aku tidak mampu memenuhi permintaan M
n uang belanja seperti yang kamu minta. Ak
yang sudah mulai keropos fondasinya ini. Mendadak ia teringat pada satu artikel keluarga yang pernah ia baca. Ba
nya. Menurut hematnya bukan hanya pernikahan yang harus direncanakan. Tetapi juga perceraian. Jikalau ia memang harus berpisah dari Pras, maka ia akan keluar d