Two Sides
n. Kedalaman matanya sungguh membuatku tak berku
entikkan jari tepat di depan hidu
tidak tuli tapi hampir buta karenamu!"
at berbahaya. Dan aku tahu risiko
kali. Buku yang selama ini dipeluk, langsung direbut dan dibuang hin
ngan gemetar di tubuh. Yang ada, aku tetap mematung dengan kedua tangan berpegangan erat ke meja. Tubuhnya s
cukup kuat. "Sudah bodoh sok melawan, Kebodohanmu jadi berp
langnya menatapku lagi. Sial, kuakui matanya memang mempesona dari awal aku melih
, kau tidak akan bertingkah seperti
ya aku ingin berontak. Tapi aku takut. Badanku gemeta
ni untuk menciumi leher dan mendekap pinggangku makin erat. Sungguh, aku tid
." Kalimat memelas akhirnya keluar. Seke
menciut. Ya, nyaliku mengecil dan ingin segera
anjian itu berlaku hanya ketika kau k
ap dan kekar. Dan hal yang kutakutkan pun terjadi. Dia menggodaku dengan jemarinya yang lihai dan berhasil membuat
. Padahal air mata selalu jatuh, tapi aku tidak pernah mau menunjukkannya. Entahlah,
*
selalu menghangatkanku saat dia sedang mandi. Selama menunggu, tak tahu mengapa aku terus bersendawa.
kali tak berselera untuk memperhatikannya kali i
a?" ta
kan rambut dengan handuk kecil dan sebuah handuk menem
ya karena dikelu
nya. Benar-benar terke
nduk di pundak, menatapku dengan alis
ku langsung memanas. Antara malu dan kesal, dua-duany
au ingin aku bertanggungjawab,
dan menggigit bibir. Ada apa dengan hatiny
lu
ai ucapannya, semua yang keluar dari mulutnya tidak ada yang bagus. "Tidak, lup
embali terlihat. "Tidak perlu kau ingatkan, aku tidak aka
ku sekarang, hanya ingin pergi dari sini s
culikku untuk memuaskan hasrat seksualnya sampai kewarasanku
tinggal di sini. Aku mengenal semua pekerjanya hingga ke tukang kebun. Me
enyegarkan pikiran dari kegiatanku yang monoton. Di sini adalah tempat paling cocok untuk beristirahat. Karena lokasinya tersem
eras langsung mengalihkan perhatian. Aku bangkit, mencari asal suara. Mencarinya samp
rinya malah memerintahkan dua pria di belakang untuk langsung mengubur jasad pria tadi. Seketika aku menelan l
engulanginya. Jadi, dia memang pantas mati. Paham kalian?" Semua tukang di sana mengangguk serentak. Seakan sudah te
keluar. Sebuah pembunuhan nyata sudah terjadi di depan mata. Seakan h
ini? Itu sebabnya mereka terlihat biasa? Namun, tetap saja. Bukanka
an kepala menunduk. Jadi pria itu adalah Minjun. Dia mem
Di mataku sekarang, Minjun hanyalah s
dang apa
di samping ini milik Minjun. Ujung sepatunya
wa
rus ba