Lee Ha Yi, itu namaku. Seorang penyanyi perempuan asal Korea. Karirku cukup gemilang beberapa tahun terakhir. Dari teman artis sampai rakyat biasa, mereka memanggilku dengan julukan, "Putri Negeri Dogeng." Sebab suara yang khas, mirip penyanyi-penyanyi wanita dari Barat. Selain menjalani profesi yang sekarang, aku mencoba dunia akting. Menjadi pemeran utama bersama Lee Jaewon. Hati ini rasanya berdebar setiap kali beradu akting dengannya. Karena dia adalah aktor kawakan yang mendedikasikan hidupnya untuk berakting. Itu sih, yang aku baca dari artikel. Namun, kebahagiaanku sirna tatkala orang itu muncul dan kembali menggangguku. Padahal dia sudah berjanji akan melepasku! Dia, si pria b r e n g s e k berotak m e s u m. Aku sungguh mengbencinya!
Seorang pria berusia hampir tiga puluh tahun, terlihat sibuk dengan pekerjaannya di kantor. Tangan dan matanya saling bekerjasama dalam mengecek setiap dokumen hasil kerja para karyawan. Lembar demi lembar diperiksa, agar tidak ada satupun yang luput dari perhatian.
Dia adalah Park Min Jun, CEO muda dari perusahaan bernama Star P. Corporation. Minjun terpaksa menggantikan posisi sang Ayah karena beliau masih terbaring di rumah sakit akibat kecelakaan tempo hari.
Minjun menghela napas bosan. Pekerjaan ini bukannya berkurang malah kian bertambah seiring waktu. Dirinya menatap ponsel di samping, iseng menyalakan lagu dari aplikasi legal. Karena penasaran dengan Top Star Music dalam aplikasi tersebut, Minjun memutarnya, mencoba mendengarkan.
"Lagu ini cukup bagus," Minjun tertarik dengan sosok si penyanyi. Ia segera membuka aplikasi Metube dan mengetikkan judul lagu di layar ponsel.
Beberapa menit menonton acara TV yang dibintangi penyanyi perempuan itu. Sekujur tubuhnya mendadak seperti tersentak. Cahaya dalam mata berubah, terlihat dingin dan menajam secara bersamaan. Saat itu, keduanya langsung tertuju pada tayangan video di ponsel. Seketika dirinya tampak senyum miring.
***
"Si-siapa kau? Lepaskan aku b r e n g s e k!" pekik seorang gadis dengan mata tertutup kain.
Kondisinya kini sangat mengenaskan. Dia Lee Hayi, yang terbiasa berdiri di atas panggung megah dan diteriaki oleh para penggemar, kini terjebak di sebuah tempat yang tak dikenal. Dengan tangan dan kaki terikat oleh seutas tali, berada tepat di tengah ranjang.
Terdengar bunyi pakaian yang dilempar ke lantai. Gadis itu mulai gelisah. Dia bisa mendengar detak jantungnya sendiri.
Orang itu, entah siapa. Gadis itu bahkan tidak tahu jenis kelaminnya apa. Tapi firasatnya mengatakan, ia sedang bersama seorang maniak!
"Ja-jangan mendekat! Kuperingatkan kau. Jangan sekali-kali melangkahkan kakimu itu lagi!" Si gadis menggertak, dengan suara yang mulai bergetar karena ketakutan. Ingatannya pun segera diputar balik, saat dirinya belum berada dalam kondisi seperti sekarang.
Kilas balik yang tergambar, ketika ia masih berada di pesta perayaan debut solo artis satu agensi.
"Ric, selamat ya atas debut solomu," ucap Hayi sembari menebarkan senyum terbaik dan menyalami tangan penuh tato.
Richard, seorang artis pendatang baru. Dia tersenyum dengan daun telinga yang memerah. Lantas membalas uluran tangan Hayi sambil berkata, "Terima kasih, Kak Hayi!"
Kemudian Hayi mencoba menggodanya dengan berbisik tetap di telinga, "Kau juga jadi sangat tampan sekarang. Berbeda dari biasanya," Sembari melirik setelan jas yang dikenakan Richard seraya mengedipkan sebelah mata.
Richard tambah salah tingkah, dia membenarkan dasi sebagai bentuk ungkapan rasa gugupnya. Melihat juniornya yang seperti itu, tanpa segan Hayi memukul pundaknya keras-keras, "Aku bercanda, Richard. Jangan terlalu tegang lah!" Sambil menyunggingkan senyum jenaka.
"Ha-ha-ha, begitu ya?"
Richard, dia berusaha tertawa bersama Hayi. Namun, terdengar seperti dipaksakan. Semoga dia bisa beradaptasi dengan seniornya yang agak usil.
Setelah mengobrol sebentar dengan Richard, Hayi beralih menyapa yang lain hingga ke sudut-sudut gedung.
Akhirnya dia bisa duduk di meja bundar dengan manajer dan teman-teman satu agensi. Akan tetapi, akibat kebiasaan minumnya yang tidak dapat dikontrol, Hayi mabuk berat karena terlalu banyak minum Soju-minuman beralkohol.
Ah, Hayi ingat sekarang. Ada seseorang tak dikenal memaksanya masuk ke mobil. Teman-teman dan manajer tidak tahu karena mereka sedang pergi sebentar.
Tiba-tiba kepalanya berdenyut seperti diremas. Bayangan tentang siapa yang menculik pun muncul. Tampak samar, tapi masih bisa dikenali bahu lebarnya.
Orang itu ... seorang pria!
Ranjang mendadak berderit. Hayi sangat yakin si penculik sudah sangat dekat posisinya.
"Coba panggil namaku, Park-Min-Jun."
Tidak tahu apa maksudnya menyebutkan nama. Mungkin dia tidak takut ditangkap polisi. Atau jangan-jangan kriminal itu yakin korbannya tidak akan bisa kabur, makanya bisa sesantai itu dalam bertindak.
"Aku tidak peduli! Cepat lepaskan aku!" teriak Hayi sambil meronta-ronta. Namun, tak ada yang terjadi.
"Kau ... kau jadi sangat imut, aku suka."
Bibir digigit, telapak tangan terasa berkeringat selepas mendengar kalimat tersebut. Sebuah susunan kata yang membuat Hayi baru sadar dengan apa yang terjadi sekarang. Karena sekeras apapun usaha yang dilakukannya, tidak akan bisa membuatnya lepas dengan mudah tanpa mengalami kerugian.
**********
Di sinilah Hayi sekarang, menangis dengan tubuh bergetar hebat. Pria b i a d a b itu berhasil menerobos mahkotanya yang selama ini ia jaga. Meski di Korea berhubungan sebelum menikah itu biasa. Namun, Hayi terlahir dari keluarga yang taat. Berhubungan sesudah nikah adalah impiannya.
Dengan keadaan ditutup mata dan diikat, tentunya Hayi tak bisa berbuat apa-apa. Sekarang dirinya hanya bisa meratapi nasib bersama isak tangis yang tidak pernah putus.
"Tidurlah, besok kau masih harus melayaniku."
"Kenapa tidak kau bunuh saja aku?" Hayi berkata lirih, suaranya sudah habis karena menangis.
"Mungkin ... nanti jika ingin," ucap Minjun sembari mengancingkan kemeja lalu memakai jas setelah mandi. Dan keluar begitu saja tanpa peduli dengan kondisi perempuan yang sudah digaulinya.
Hayi mengerang sejadinya, meronta-ronta dari ikatan. Walaupun hasilnya selalu nihil, dia tidak peduli. Trauma dari hubungan memaksakan ini, membuat Hayi sedikit kehilangan akal sehatnya.
Pria itu sudah pergi cukup lama. Begitupun Hayi, sudah tidak dapat mengeluarkan air mata lagi. Benar-benar sudah kering tak tersisa.
Mendadak pintu kamar dibuka. Seorang perempuan berpakaian pelayan masuk. Dia membawa ember kecil berisi air bersih hangat untuk memandikan Hayi. Dengan telaten perempuan itu mengusap tubuh Hayi yang penuh lebam dengan kain yang dibasahi air hangat.
Tak ada yang memulai pembicaraan di sana. Bahkan ketika perempuan itu menyentuh daerah sensitif, Hayi bergeming, sudah seperti mayat hidup.
"Saya harap Nona tidak menyerah sekarang. Karena Tuan Minjun akan sangat senang melihat Anda menderita seperti korban-korbannya yang lain," tutur perempuan itu. Hayi bisa mendengar isakan yang mencoba ditahan.
"Kau ... menangis?" tanya Hayi tak yakin.
"Maaf, maafkan saya!" pekik perempuan pelayan itu langsung menyeka air di matanya.
Tanpa menjawab pertanyaan Hayi, dia langsung berlari keluar sambil membawa ember setelah menyelesaikan tugas. Sementara itu satu kalimat dari perempuan tersebut, mengakibatkan sesuatu dalam dirinya bangkit. Alam bawah sadar Hayi seperti berkata, dia tidak boleh menyerah.
***
"Tidak peduli seberapa sering kau menyakitiku, aku tidak akan pernah menampakkan kelemahanku padamu! Minjun B r e n g s e k!"
Minjun menoleh, menatap Hayi yang masih tertutup matanya dan terikat. Dia justru menyeringai dan kembali naik ke ranjang.
"Lakukan saja sesukamu, aku tidak peduli!"
"Sungguh?" tanya Minjun seraya membelai rambut kusut Hayi karena perbuatannya.
"Aku terkenal nakal bagi orang-orang disekitarku. Baik orang tua, manajer, maupun teman-teman, mereka sangat tahu sifatku. Hal sepele seperti ini, sudah biasa bagiku," tutur Hayi menggebu-gebu.
"Biasa ya? aku pikir, kau akan lebih depresi dari perempuan lain karena milikmu sudah kurenggut paksa. Tidakkah kau merasakannya?"
Napasnya tercekat. Hayi merasakan nyeri yang amat sangat ketika mengingat hal itu lagi. Tapi tidak, dirinya harus kuat, jangan sampai menunjukkan kelemahan.
"Aku ... tidak masalah. Kau lihatkan? Aku sama sekali tidak sedih. Yah, awalnya memang menyakitkan. Namun setelah itu, aku sudah tidak memikirkannya lagi."
Tiba-tiba saja raut wajah Minjun berubah setelah mendengar ucapan Hayi. Seketika penutup mata dilepas. Wajah yang terbingkai sempurna itu langsung terlihat bersinar berkat cahaya yang menyelinap dari celah gorden. Alis tebal dan kedua mata tajamnya memenuhi penglihatan Hayi.
Hayi tak menyangka, si brengsek dihadapannya ini adalah pria yang melecehkannya berulang-ulang.
"Kau membosankan," cecar Minjun dengan wajah tanpa ekspresi.