One Chance without Change
Atau lebih tepatnya gudang. Aku tidak mengerti kenapa mereka melahirkan ku jika mereka tidak menginginkan ku, kenapa mereka tidak membuang ku saja atau
coba untuk tidur dan melupakan semua yang terjadi hari
di telinga ku. Sepi dan nyaman menjadi satu. Semuanya baik-baik saja pada awalnya hingga sesaat kemudian pemandangan itu berubah. Aku menatap sekitar dan ha
s yang memburu sesaat setelah teriakan dan je
bisa tidur dengan tenang. Aku mengusap wajahku dengan kasar, lalu melihat jam di ponsel. Jam 5 pagi, apa yang harus aku lakukan sekarang. Ahh, aku juga baru sadar kalau
ku. Mengatakan bahwa uang mereka tidak cukup untuk membeli makan untuk tiga orang. Tapi tak apa, lagipula aku l
ing, dan lainnya. Rumah ini terasa begitu sesak, padahal ini cukup luas untuk ditinggali beberapa orang. Apa karena suasana rumah sangat tidak
ya menatap datar kearahnya. Dia pas
in beradu tatap denganmu", dia menjamba
ngku hingga aku jatuh tersungkur. Masih belum puas, dia menendang d
es warna pekat terlihat di lantai, ohh kepalaku berdarah. Aku menyentuh nya kepalaku yang terl
ri sini. Aku menatap pantulan wajahku di cermin, terlihat seperti mayat hidup. Tidak ada apapun sel
saja ada yang aneh hari ini. Aku merasa s
n terus memperbaiki kacamata hitamnya yang melorot. Tumben sekali ada orang yang d
berucap dengan gagap. Dia terlihat begitu geli
a yang
menjadikan diriku sebagai barang taruhannya. Mereka pernah menyuruh seorang pangeran sekolah begitulah mereka menyebut nya, untuk menjadikan ku sebagai kekasih nya. Tentu saja aku
ntuk dekat dengan ku, mencari tahu kelemahan ku, d
setelah nya murid-murid bullyan itu dapat bergabung dengan klub populer di sekolah yang di ketuai oleh Hyerin dan pacarnya Mike. Mereka bisa masuk tentunya setelah di suruh melakukan sesuatu yang menji
disana. "Pergi dari hadapan ku", ucapku penuh penekanan. Tapi bukannya pergi dia malah me
at menenangkan", apa selama ini dia suka mengintipku
preng itu datang. Anak kecil yang kemarin. Kenapa dia ada disini?. Dia memiringkan
dengan pelan, dan dia kembali tersenyum dengan manis. Berjalan pel
an orang-ora
a kemari, memastikan lebam dan luka ku kemarin mungkin. Matanya melebar saat meli
rucap. Matanya berkaca-kaca seperti hendak menangis. Bagaimana ini, aku tidak tau caranya menen
b