Istriku Kuyang
mil
"Istrik
pa
na Dewi
meter dari tempatku berdiri. Suasana malam yang gelap, hanya ada lampu lima watt di be
n-pohon tinggi menjulang. Kelebatan kelelawar malam seolah menambah suasana menceka
berpendar sangat indah. Ku beranikan diri melangkah dengan mel
Kre
ka pintu toilet. Sudah
Byur
Bukk
engar sesuatu jatuh menghantam atap rumah. Aku segera m
a kelelawar jatuh menimpa rumah, tetapi tak ada nampak satu buahpun ter
Pluk
i dengan kaki gemetar. Dengan pelan kubalikkan tu
i?" ucap
aku, Abang ngapain
dari mana saja? Abang cari-cari d
ang ga lihat aku di sana!" jawab Arini cuek.
. Aneh, perasaan tadi tak ada siapap
tukku. Entah kenapa aku merasa ada misteri di balik senyum Arini untukku. Bibirnya kulihat merah merona. Tapi, ad
panggilku menyuruh
Bang?" ia p
erhatikan secara seksama. Noda it
apa ini, Dek
arah?" ucap
kan badan dan membiarkanku terdiam dalam sejuta pertanyaan di benakku. Ya, akupun malas berdebat. Tubuhku sudah lelah
*
an solat subuh. Anehnya Arini enggan bila ku ajak solat bersama. Ia selalu menolak. Jikapun sol
akku duduk bersama dengannya. Hanya kami berdua . Adiknya sudah
a tambah bersinar padahal belum memakai make up. Yang kutahu ia tak
i kamu tampak semakin
alu bahagia menjadi istrimu," jawabnya semb
ntah mengapa aku merasa Arini menyembunyikan sebuah k
i sudah berada di dalam mobil yang
ini tiba-tiba menyuruhku berhenti di depan s
a yang mau aku beli," ucapnya t
Ia sangat ramah. Aku pun memutuskan untuk turu
ibu hamil. Yang kudengar dari percakapan mereka jika i
ang dengan si ibu. Ia pun sempat mengelus perut si i
li ke dalam mobil dan melanjutkan perjalanan.
*
adaan sudah sepi. Aku memutuskan untuk segera istirahat tanpa mandi
Kre
n karena mendengar pintu belakang seperti terbuka. Ya, sed
saran siapa gerangan yang membuka pintu belakang? Ah,
hhhhh!
jendela. Rasa penasaran menyergap hatiku. Apa benar m
uan menuju jendela kamar. Per
ndela . Sosok bermata merah itu tajam melihatku. Sempat beberapa detik kami
iku. Perlahan kubuka mataku, samar-samar kulihat Arini sedang terduduk mendekap tubuhku.
a, kan?" isaknya. Tangannya yang t
berbohong. Masih teringat jelas sosok menye
an, menyeringai seperti ingin menyantapku. Lidahn
sa di sini?" tan
g ngelindur, Dek,
aja, ya Dek. Badan Abang ga e
aja ya, Bang. Abang baik-baik di rumah," ucap Arini seraya mengecup ke
pusing, tapi rasa penasaranku kian membuncah. Perutku keron