Pelabuhan Terakhir
natap pemandangan di luar. Sesekali aku menarik nafasku, entah kenapa dadaku sesak sekali. Ada banya
mu sudah berjanji akan menjalankan wa
Purwokerto aku seg
lah satu supir t
a M
ke
Hikam Purwo
mpleks p
a mengan
i Mb
erjalanan dari stasiun menuju Al H
si. Setelah membayar dan menurunkan barangku yang hanya berupa tas punggung
an bentuk gapura yang simpel namun indah dan artistik. Belum lagi tulisan arabnya ya
a area putra dan putri. Lalu aku harus kemana ini? Kebetulan suasana juga begitu
getkanku. Sontak aku terlonjak dan menjauh kepinggir kanan. Tampak seorang
diem disitu? Ada
sedikit berjambang tapi justru menjadikannya sangat tampan dan memp
at mondok disini. Saya
pandangannya lagi. Ckkckck. Sombong pake gak mau m
dia tanya tapi sama
arin tepat
yum tipis namun ke
ilnya. Astaga aku gak ditawarin
h, sombong, demi apa coba ternyata jarak antara gerbang dengan ruma
*
ke ruang tamu membawakan minuman dan camilan dengan cara nge
m," ucap seorang
umsalam,"
tu seperti kaget melihatku.
.. Kamu an
Cahaya Mustika biasa d
k sekali seperti ibumu,"
Saya itu nyari kabar kamu setelah i
i saya balik ke Kebumen terus saya tak sengaja membaca surat dari Tante ya sudah saya memutuskan kesini. Soalnya Ibu
ni saja. Oh iya berapa
ahun
il Umi
ik
wa. Ternyata Umi Aisyah ini kocak sekali, seb
ti koridor penghubung nah, itu tempatnya. Ada empat kamar disana. Nanti kamu sendiri saja kamarnya. Soalnya kebanyakan itu usia anak sekolah. Kal
mudian aku i
anggil Umi pada sa
ke kamarnya. Yang
bernama Syarifah lalu d
t ngesot gak ya. Mungkin Umi
juga Syarifah. Bantu Caca bawa ta
ih U
pami
hat ya. Anggap
ih U
i Syarifah menuj
*
k gelisah. Karena pena
apa
u ... Ehmm .
omong aj
ar aja yuk," wajahny
yu
na katanya ada penunggunya. Kebanyakan yang tidur disana pasti diganggu makanya tak ada yang mau tinggal di kamar pojok. Oh iya, empat khadamah rata-rata masih sekolah tingkat SMA. Se
tidur. Kedua teman baruku ini khawatir dan menyuruhku tidur di salah satu kama
asakan ada makhluk tak kasat mata berusaha menggoda
rbau ghaib. Kemampuan kami berasal dari Eyang Kakung dan bersifat menurun. Eyang Kakung
wen yang tidak bertentangan dengan ajaran islam. Sayang keahliannya tak bisa ditur
aku gak bakalan ganggu kamu. Kita hidup di
dan akhirnya terlela