Rara Series - Jerat Tanpa Tali
, dan kami hanya memakai handuk. Kalung di leherku ikut bergerak setiap kali aku melangkah. Rasanya be
seperti sudah tahu apa yang harus dilakukan. Suara lonceng dari kalung kami
n melangkah sendirian. Perlahan, langkahku mulai mengikuti langkahnya. Dan un
ya. Ia mengangkat kepala ketika mendengar langkah kami. Aku mengikuti Centia dan ber
t. Matanya bergantian menatap aku dan Centia-tenang, tetapi tajam. Ia
" katany
yan. Waktu aku selesai ma
engan celemek kecil. Banyak pertanyaan muncul di kepalaku-sejak kapan mereka menyiapkan ini, ken
erjalan melewati kami menuju ka
enyum kecil, seolah sudah t
a set seragam yang sama-hitam di luar, putih di depan, dengan celemek berenda. Melihat se
tapi rasanya asing dan membuatku tambah gugup. Aku melihat pantulan diriku di cermin-kalung di leherku, seragam di tanganku, dan p
erahkannya padaku. Tanganku bergetar ketika menerimanya. Ka
Centia mendekat
g. Aku
etar memegang seragam itu, tetapi sentuhan Centia-lembu
ng paling berat," bisik
. kamu akan m
aku-masih setengah telanjang dengan handuk hampir jatuh-berada tepat di depan pintun
min," kata
ertinya kamu suda
p, seragam yang tampak pas di tubuhku. Centia membantuku mengenakan baju hitam itu perlahan. Tanga
set seragam satunya. Tanpa banyak bicara, ia mulai bersiap juga. Gerakannya teratur-seperti ritual
rdampingan dengan pakaian yang sama membuat dadaku terasa aneh
ekarang," ka
an suka me
knya sambil merapikan c
u yang sebenarnya s
i sana-dan sesuatu yang dalam, seperti ia mengerti b
ngan tanya dirimu siapa aku. Tapi ta
kamar tetap hangat. Jo keluar hanya dengan handuk putih melilit pinggangnya. Kulitnya masih basah, berk
erlu banyak bicara-tatapannya saja sudah cukup. Beberapa langkah di depan kami, ia berhen
kalian udah siap,
ertama kalinya Jo memanggilku pelayan. Aku tahu sebutan itu bukan se
ingga mata kami sejajar. Gerakannya tenang, tapi jelas menunjukkan kendali. Aku menatapnya dalam-dalam,
pas pelan seb
i lebih cantik paka
a menyerang. Napasku tertahan, jantungku berdegup kencang saat ujung jarinya menyentu
knya dengan senyum tetap di sini
nya terasa begitu nyata. Sentuhannya seperti bentuk pengakuan. Panggila
tai tanpa suara. Ia duduk tenang, telanjang di antara kami
ebelum berbicara dengan
berdua,
tertunduk, terlihat sangat terbiasa. Aku menatapnya, berusaha menenangkan detak jantungku yang terasa semakin cepat. Aku pun menuru
antung terasa berat-hanya terdengar detak jam dan napas pelan
a," ucapny
kan di
emastikan Jo memperhatikannya, lalu mulai
ucapny
bilang. Dia cuma mau kamu siap d
Dalam hati aku tahu, ini bukan sekadar latihan-ini awal dari sesuatu yang lebih besar. Aku hanya per
dah dan menund
n Jo," bis
beri isyarat lewat tatapan-dan itu sudah cukup membuat kami mengerti
uk pelan, memberi tanda
bisik Centia sambi
uju padaku- tenang, tapi membuatku tidak bisa berpaling. Aku menarik n
pai ke betis. Aku tahu ini bukan tentang kesenangan semata, tapi ten
ya begitu kuat-aku sadar ini bukan sekadar perintah, tapiidahmu," bis
i itu
um sempat berpikir, Cent
ir kamu pantas atau nggak
uhan pertama terasa aneh-asin dan hangat, sisa dari air mandi yang belum kering. Aku terus menjilat
ya keinginan untuk melakukan yang terbaik. Setiap gerakan terasa seperti janji baru-aku siap
ng kakinya sekali lagi, Jo mena
.." bis
epat be
dan dipercaya. Sesaat, aku hanya bisa mengangguk pelan sambil mencoba menenangkan diri, membiarkan
ang, menatapku dengan pan
kat wajahmu,"
ingin memastikan aku benar-benar siap. Setelah beberapa det
g, kamu bukan
ntar agar kata-k
pela
erlahan memudar. Untuk pertama kalinya, aku mulai menikmati peranku. Ada ketenangan saat aku tahu di mana posisiku
Tuan
ikut menggemakan tekad yang baru saja kuucapkan. Mataku masih berkaca-kaca, tapi kali ini bukan karena t
, memperhatikan setiap gerak dan ucapanku. Ada kepuasan di mat
a dengan suara t
in nanti. Aku cuma berharap kamu terus mau belajar dan ber
mencoba terlihat yak
Jo," gumam
at apa pun y
benar-benar siap untuk langkah berikutnya. Tak lama kemudian,
kuin sesuatu bua
sih banyak yang akan terjadi, tetapi aku tidak ingin mengecewa
an," bisi
aku harus n
a tugasku selanjutnya. Aku akan melakukannya sebaik mun
ampai ke dalam diriku. Ia terdiam sebentar, menikmati ket
ekat," kat
terbuka. Nafasku mulai cepat- bukan karena takut, tapi karena sadar
katany
ti yang ia minta. Ia lalu memasu
is
as di momen itu. Lidahku bergerak lembut mengikuti perintahnya-
ncoba menenangkan napas. Sedikit air liur masih terasa di bibirku, meninggalkan sisa rasa dari apa yang baru saja terjadi. Aku m
, pela
h banyak. Aku ingin menunjukkan bahwa aku benar-benar miliknya. Jo terlihat menikmati semangatku;
bih lebar, lalu j
terjulur dan diam di bawah bibir. Aku tidak tahu apa yang akan terja
ata. Aku menatap tanpa berkedip, menunggu. Jantungku berdetak pela
h sedang menilai hasi
katanya
seperti itu. J
ihat. Bukan lagi sebagai diriku yang dulu-ragu dan tidak pasti-ta
mendekat. Napasnya yang hangat menyentuh kulitku sebelum lidahnya
dahku dalam-dalam, seolah mencicipi kepatuhanku. Aku tidak melawan
bercampur; napasku mulai pendek seiring detak jantung yang ma
ke leherku, jemarinya menyentuh kalung di dadaku, sebelum akhirnya ia melepaskan ciuman itu perlahan. Tangannya lalu tera
erdiri lebih dulu, langkahnya tenang namun tegas. Dengan geraka
tap tegak. Seragam pelayanku masih rapi, dan apron kecil di depankudekat. Tanpa berkata apa-apa, ia menatapku dari kepala hingga kaki.
lihat ini,"
aik-baik...
engikuti setiap lekuk tubuhnya. S
siapa?" ta
n Jo," jaw
is muncul
di sini
linya, tanpa rag
.. apa pun yang
kat dan kembali menyentuh rahangku. Aku menahan napas, menunggu. Ia
kuensinya, kan?"
berani melawan. Aku siap men
rak lembut di rahangku. Wajahnya tampak tenang, tapi jelas ia m
nku. Tatapanku terkunci pada matanya, tak
katanya pelan, "apa a
tahu risikonya, dan aku menerimanya dengan sepenuh hati. Aku sudah menjadi milikny
pi kali ini bukan karena takut, melainkan karena tekad yang makin kuat. Aku tahu
Jo," bisik
apa pun yang kamu
enatapnya, menyerahkan
perlahan. Ting... ting... bunyinya terdengar lembut, s
pelan, "tapi juga pikiranku...
h berjanji, dan aku akan menepatinya-apa pun yang ia minta. Sekarang aku tahu, aku sepenuhnya milik
sa melihat dengan jelas kepatuhanku, dan tahu aku sudah menyerahkan
katanya
pelayanku y
rlahan-seolah mengingat janji yang sudah kubuat tanpa har
bakal nunjukin seb
ngannya dan menunjuk ke arah ran
katanya
ang. Tangan di
ring seperti yang diperintahkan, kain seragam pelayanku sedikit berge
us, napasku mulai melambat mesk
g tak bisa dihindari. Matanya menatapku-memeriksa kesiapan, ketu
ung apronku, lalu mulai membuka satu per satu ka
il tersenyum tipis, melihat
u yang atur
a. Aku bisa merasakan tatapann
kan tangan, ia m
Centia," kat
ang. Lakuin h
berbaring. Gerakannya rapi dan terkontrol, seolah sudah terbiasa mengikuti perintah
elan sambil membuka kanc
rasa sesak karena mena
nding dan gesekan kain. Kami berdua diam, menunggu. Saat kedua apron dilemparkan ke lantai dan semua blus terlepas, Jo akhirnya berdiri
ia menikmati situasinya. Ia punya kendali penuh atas kami-dari pakaian yang kami pakai sampai cara kam