Cinta Yang Tak Pernah Padam
n. Semua orang tampak bahagia, tertawa, saling mengucap selamat, tapi di antara keramaian itu, matanya se
. Mobil Ravian masih terparkir di depan galeri, tapi ia memilih naik taksi bersama Mir
kar tentang perceraian. Seolah langit tidak pernah berhenti
ang diam di kursi penumpa
um hambar. "Ak
Nay," ujar Mira pel
balas Nayara lirih. "Ravian selalu takut ke
i ada getar halus di suaranya yang tidak bisa disembunyikan. Ha
n dasi, lalu duduk di sofa ruang tamu dengan kepala tertunduk. Pikirannya kac
ara ibunya tiba-tiba menggema di kepala-
eperti bisnis. Kadang kamu harus kehil
g. Tapi sekarang, ketika Nayara benar-bena
pintu sudah padam. Tapi Ravian tidak beranjak. Ia berdiri lama di sana, menatap pintu ya
pelan. "Aku baru sadar ka
hendak berangkat ke galeri ketika Ravian kelu
mana pagi-pag
apat dengan sponsor bar
aku a
Ini pertama kalinya Ravian menawarkan
h. Aku bis
u tahu aku banyak salah. Tapi biar
u selalu dingin kini tampak lebih lembut, tapi ia t
an sesuatu yang tidak kamu
ian cepat. "Aku hanya tidak ma
an, aku sudah terlalu sering sendir
ih keras daripada bentakan apa
aranya serak. "Tapi izinkan
enolak. Ia hanya berbalik, mengambil tas
gatur jadwal, memeriksa dokumen, dan meninjau karya seni baru yang akan dipa
pi apakah perubahan itu tulus? At
i galeri. Ia membawa dua gelas ko
empat makan siang," katanya
amu selalu tahu caranya me
dah lama aku tidak lihat
hampir tenggelam. Saat Nayara hendak pamit, sebuah mobil hitam berhenti di de
h. "Oh, suam
sejenak. "Iya,
pi kali ini bukan karena amarah, melainkan kar
elesai?"
awab Nayar
g bertemu lagi, Pak Ravian. Na
anggukan tipis. "Terima kas
mata Revan bisa membaca sesuatu di
obil, suasana di dalam he
gan dia?" tanya
man lama," jawa
suka
cepat. "Kamu
e depan. "Aku tahu dar
rtanya. "Dari cara apa aku
ntung Ravian. Ia menggenggam setir
an hanya bisa memandangi punggungnya yang menjauh, merasa d
membawakan makan malam, dan mulai mencoba berbicara. Tapi Nayara tidak langsung l
anikan diri membuka hal ya
katanya sambil menatap secangkir teh di tan
natapnya,
ini... entah sejak kapan, aku mulai butuh kamu bukan karena kewajiban. Aku terb
erak pelan di dadanya, seperti percik
rnya. "Dan aku tidak mau jadi seseorang y
aku ingin belajar mencintai dengan benar
era menghapusnya. "Waktu tidak bisa memperbaiki
n berhenti mencoba,
anpa pertengkaran. Hanya keheningan, tapi bukan kehenin
i, meski kecil. Ravian mulai belajar mendengar, bukan hanya berbicara. Tapi di bali
i, membawa undangan makan malam untuk
ga, kan?" tanya
dak tahu. Ravian mun
amu," kata Revan sambil tersen
depan cermin, mengenakan gaun sederhana, memandangi dirinya
kamar, Ravian sedang
ke mana?
ama tim galeri,"
apa detik, lalu mengang
h, aku bis
dekatinya. "Aku tah
aku harap kamu cukup percaya padaku
a, "Aku bukan takut kamu pergi padanya. Aku takut ka
ta itu bukan soal siapa yang lebih bai
lkan Ravian sendirian di ruang t
di seberang Nayara, tersenyum setiap kali wanita itu
suatu hari kamu benar-benar lelah, aku ingin kamu tahu... ad
pnya, terkeju
u tahu, kamu pantas dicintai dengan cara yan
Di dalam hatinya, ada sesuatu yang bergol
asih menunggunya di ruang tamu. Pria
makan?" tany
angguk pela
pelan, "Aku tidak akan menahanku kamu
pa
biarkan aku tahu lebih dulu. Jangan menghilang
Matanya perlah
lum tahu apa yang akan kulakukan. Tapi
au itu yang kamu mau, a
sendiri di ruang tamu-dengan air mata yan
kan lagi tentang siapa yang pergi atau bertah
itu... baru