Antara Gengsi dan Hati Yang Tersakiti
elilingi kursi kulit hitam yang terlihat anggun namun kaku. Di ujung meja, duduk seorang pria berwibawa dengan rambut yang mulai memutih
sa, tapi di dalam dadanya ada kegelisahan yang tak pernah ia tunjukkan. Ia tahu, pertemuan ini bukan sekadar
ien memecah keheningan, memb
an tenang lalu duduk. Ia menyandark
nya dari nol, dari darah dan keringat. Dan kau tahu apa yang paling kubut
dah menikah seperti yang Ayah ma
am mata anaknya. "Penerus, Arshen. Pewaris. Seorang cuc
pal di atas meja. Ia sudah menduga, tapi tetap saja
ng bahkan tidak pernah kupilih. Aku terjebak dalam kontrak yang Ayah buat,
tapi sarat dengan ke
an. "Pernikahanmu dengan Nayara membuat citra keluarga kita tetap terjaga. Tidak ada lagi gosip miri
la penuh amarah. "Apakah Ayah pernah berpikir tentang itu? Aku menikah bukan karena ci
Arshen. "Kau pikir, aku membangun semua ini dengan cinta? Tidak, Arshen. Aku membangunnya de
eledak. "Aku bukan mesin, Ayah. Aku bukan alat yang bisa Aya
an dengan suara berat. "Kau harus punya anak. It
Hanya suara detak jam besar di
m. "Cukup, Ayah! Aku sudah menuruti semua aturanmu. Aku menikah, aku memimpin perusahaan ini sesua
gan coba-coba melawan. Kau pikir kau bisa bebas dari garis darah ini? Sela
ya ia hanya mendengus kasar. "Jika Ayah hanya memandangku sebagai alat unt
melangkah keluar. Pintu ruangan
-
ah mal
p terbuka, mencoba menggambar sketsa untuk koleksi desain terbarunya. N
h kaki berat terdengar memasuki rumah. Arshen muncul dengan
manggil dengan ragu.
ur tanpa menjawab. Ia mengambil botol air mineral,
an hati-hati. "Apa yang terja
akhirnya membuka suara. "Ayah
rperangah
nikah saja belum cukup. Sekarang
tersentuh-karena secara tidak langsung, itu berarti kemungkinan mereka membangun keluarga
mbut. "Aku mengerti kalau kau marah. Ta
ayara. Kau tahu ini bukan tentang kita. Ini tentang kekuasaan A
asakan luka dalam hati pria itu, luka
a Arshen lagi, nadanya penuh tekad. "Jika aku punya anak,
coba memberi ketenangan mesk
Arshen merebahkan diri di sofa. Nayara berbaring di tempat tidur, memand
-jika suatu hari Arshen akhirnya menginginkan seorang anak,
masih terbaring di ranjang, matanya terbuka setengah, tubuhnya enggan bergerak. Malam sebelumny
wajahnya tetap dingin seperti biasa. Ia menatap Nayara sekil
lahan. "Rumah sakit? Apa ak
ogram kehamilan. Ayahku tidak akan berhenti se
hu maksud Arshen: kehamilan tanpa cinta, tanpa kebersam
nnya?" suara Nayara bergetar, sepa
akan enggan menatapnya. "Ak
-
suara mesin yang terdengar. Nayara duduk di samping Arshen, menatap kelu
ama sekali tidak merasa bersalah?-tapi bibirnya terkunci. Ia tahu,
i putih dengan aroma antiseptik yang kuat menyambut mereka. Bebe
engan senyum ramah. Namanya Dr. Amelia, spesialis fertilitas terkenal. "Silakan duduk
i palu yang memukul kesadarannya. Inseminasi buatan-program
t, ekspresinya tetap datar. "Y
ami perlu sampel sperma dari Tuan Arshen. Setelah itu, kami akan melakukan proses persia
annya. Hatinya bergetar. Jadi, benar. Tubuhnya akan
-
periksa dengan perawat menemani. Waktu berjalan lambat, detik terasa s
. Ia tidak bicara sepatah kata pun, hanya duduk di kursi sambil melipat tan
enerima sampel. Sekarang kami akan mulai prosedur pada Ibu Nayara. Tidak
kan meminta sedikit dukungan. Tapi pria itu
Perawat membantu menyiapkan alat-alat medis, s
i dengan suara tenang. "Tarik napas dalam,
tidak nyaman menjalar, tapi yang paling menyiksa adalah perasaan kosong di ha
kata Dr. Amelia dengan
an yang ia bayangkan. Tidak ada genggaman tangan hangat, tidak ada senyuman
m menenangkan. "Sudah, Nyonya. Sekarang is
-
nya lemas, tapi hatinya lebih hancur lagi. Arshen berjala
ersuara. "Apa kau... sama s
h sekilas. "A
. Semua ini... tanpa perasaan." Suara Nayara
u tidak punya pilihan, Nayara. Ini satu-
gung semuanya," balas Nayar
it. Ia terdiam lama sebelum akhirnya berkata pelan
kali ini, keheningan itu penuh dengan luka
-
langit-langit kamar. Arshen kembali memilih sofa. Tapi
pakah itu akan membuatmu melihat
da jawaban. Hanya ada bayangan ma