Derita Seorang Gadis Desa
angkuh dulu, tidak juga penuh cemooh. Ada sesuatu di dalam matan
sendiri kesulitan mengeluarkan kata-kata. "Ak
but itu hanya 'salah'? Kamu tahu nggak apa yang sudah kamu ambil dari aku
h keterlaluan. Waktu itu aku bodoh, aku egois. Aku kira semua bisa kulakukan s
ang bisa kamu permainkan? Hanya gadis desa yang nggak p
a menghujam hatinya lebih d
juga tahu bahwa ini adalah saat Alya melepaskan unek-unek yang selama ini ia pendam. Dengan
p kali pintu diketuk. Aku merasa kotor, nggak berharga. Kamu tahu rasanya jadi aku, Arka? Kamu tahu rasanya berjuan
u nggak bisa menghapus itu, Alya. Aku bahkan
ti itu. Tapi amarahnya belum reda. "Kalau kamu benci pada dirimu, kenapa
seakan ia menatap ke masa lalu yang
hening. Kata itu begitu ju
jah pria itu. "Pergi. Aku nggak mau lihat kamu lagi.
ly
lya membentak, suaran
idak bisa memaksa. Ia membuka pintu butik, dan sebelum keluar ia sempat menoleh sekali lagi. Wajah A
pu yang tadi ia genggam terlepas dari tangannya. Sinta s
a berani. Kamu sudah
ku harus ketemu dia lagi, Kak? Kenapa ak
n ini cara Tuhan bikin kamu kuat. Kamu ngg
ikit lega, meski ketakutan masih menghantuinya. Ia mencoba fokus bekerja,
an Alya. Ia duduk di balkon apartemennya yang mewah
an...? Kenapa wajah itu t
p dengan kebebasan penuh, melakukan apa pun sesuka hati tanpa peduli dampaknya. Tapi
suatu. Aku nggak bisa t
rak pakaian, seorang kurir datang memb
ibuka, ternyata isinya sebuah kotak berisi gaun ca
i maafmu. Aku hanya ingin kau
metar memegang kartu itu. S
i aku bisa lupa?!" Alya membanting kotak it
ngsung menghampiri. "
marah. "Aku nggak butuh ini! Yang ak
nga, makanan, bahkan uang dalam amplop. Alya menolak semua
yang datang lagi. Kali ini ia ber
mendapati pria itu menunggu. "Apa l
cara sebentar,"
g aku nggak mau
berubah. Aku mau menebus
rmatanku nggak bisa kamu beli dengan uang atau hadiah. Luka ini nggak bisa sembuh hanya
akukan apa saja supaya kamu bisa percaya lagi
"Percaya? Kamu pikir aku bisa percaya lagi s
ng berantakan. Arka tidak menjawab, hanya
nya dengan keras, meninggalkan
menangis. "Kenapa dia nggak pergi saja da
ak bisa ia tolak: rasa penasaran. Apakah Arka be
i benaknya, menambah beban pada
ang bukan hanya tentang bertahan, tapi juga tentang menghadapi kenyat
Alya menumpang. Ia terbangun dengan mata bengkak, bekas tangis semalaman yang belum juga benar-benar r
rtanya, "Kenapa semua ini harus terjadi padaku? Apa salahku hingga h
Ada neneknya di desa yang masih menunggu kabar darinya. Nen
irinya di cermin tua yang sudah buram. Gadis itu masih sama-wajah
duk di ruang tamu sambil menikmati teh hangat. Namun, ada sesuatu yang membuatnya gelisa
il Ibu Ratna kepa
t Bu Yati samb
ya dia sudah membant
alu menjawab pelan, "A
a-tiba pergi tanpa bicara padaku
i subuh, dia hanya pamit singkat. Kat
ya yang ia kenal adalah gadis yang sopan, rajin, dan selalu berte
narnya? bati
erisi beberapa potong pakaian. Ia benar-benar tidak tahu harus ke mana. Kakinya melan
sa yang pernah menawarkan bantuan jika ia butuh tempat singgah di
angkot menuju alamat yang samar-samar ia ingat. Hatinya terus b
mah sederhana dengan papan nama kecil bertuliskan "ikum..." sua
ruh baya dengan wajah ramah namun letih. B
llah, ini b
"Bu Mira... bolehkah saya numpang di sini
emeluknya. "Nak, kau boleh tinggal di sini. Anggap saja rumah
mbali. Setidaknya, untuk pertama kali se
emainkan ponsel. Sama sekali tidak ada rasa bersalah di wa
k pintu kamarnya dengan wajah
atu tentang Alya? Dia ti
pembantu, Bu. Kalau mau pergi,
ngan bicara begitu. Alya anak baik.
b Arka enteng. "Dia memang ti
ng janggal dari cara Arka bicara. Namun ia memili
Bu Mira menjahit, membersihkan rumah, bahkan sesekali ikut mengantar pesa
mbali menghantuinya. Ia terbangun dengan keringat dingin, t
peka akhirnya
di rumah majikanmu dulu? Kenapa kau tiba
rlahan ia menceritakan semuanya. Dari awal ia bekerja di ruma
lya erat. "Nak... kau tidak bersalah. Jangan menyalahkan
hidup saya sekarang sudah hancur. Siap
erhenti di sini. Kau masih punya masa depan. Dan jika dia benar-b
hati Alya. Walau jalan ke depan masih gelap,
yang tidak beres. Suatu hari, ia berusaha mencari tahu keberadaan gadis it
yang mengatakan bahwa Alya adalah anak baik, berjuang demi nen
jadi di rumahnya yang membuat Alya pergi. D
bersama Bu Mira. Namun, perasaan takut selalu menghantuinya. Ia
aja berpapasan dengan salah satu teman Arka di pasar. Teman
nya sambil menatap foto Alya yang dikiri
ni, Alya? Baguslah. Perma