Ketika Hati Yang Tulus Dibalas Dengan Luka Yang Dalam
han hatinya yang baru saja hancur. Foto usang itu masih tergenggam erat di tangannya. Ia kembali menatapnya, membiarkan air mata mengering di pipinya. Wanita itu, ibunya, te
uh, dan entah mengapa, Rania
nutupi seluruh hidupnya. Setiap sudut rumah mewah ini, yang ia yakini sebagai tempat perlindungannya, kini terasa seperti monu
sangat larut." "Aku akan pulang subuh." "Tidurlah, jangan menungguku." Pesan-pesan itu terasa seperti
h dan putus asa. Ia tahu ia tidak bisa terus seperti ini. Ia harus kuat, demi kakeknya. Demi janji yang sudah ia berikan. Rania membasuh wajahnya, menutupi matanya den
seolah malam sebelumnya ia benar-benar menghabiskan waktu di rapat. Arkana menoleh, menatap Rania sejenak,
rangnya, mengambil
rapa proyek yang harus kita tinjau kembali
royeknya, tentang malamnya. Ia hanya menatapnya, memperhatikan setiap gerak-geriknya, mencari jejak kebohongan di
lagi, mencoba mengisi keheningan yang
mbatalkannya,
n dahi, meletakkan
kamu tidak
dalah hal kecil yang tidak penting. "A
. Ia menahan diri untuk tidak meledak
il tabletnya kembali, lalu berdiri. "Baiklah. Aku
uk. Ia menatap kepergian Arkana, dan saat pintu tertutup, Rania mem
tentang masa lalu, tentang masa kecil Rania yang bahagia, tentang ibunya yang cantik dan ayahnya yang
anya pelan. "Kakek kenal den
saja. Mereka adalah sahabat terbaik Kakek dan n
a, mencoba menggali informasi. "Seora
unjukkan tanda kebingungan. "Banyak se
ada. Aku hanya teringat sebuah ce
senyumnya terlihat lelah. "Mungkin
aat kakeknya tertidur, Rania kembali ke kamarnya. Ia mengeluarkan foto itu lagi, menatap wajah pria muda itu. Ia merasa ada ik
engharapkan tamu. Ketika pintu terbuka, seorang pria berdiri di ambang pintu. Pria itu tinggi, gagah, dengan r
an Arkana?" tanya pria itu
i. "Saya istrinya, Rania.
lama dari keluarga Rania," katanya, matanya menatap R
bar kencang. Satria. Apakah i
ata Rania, mengund
g rumah mewah itu dengan tatapan yang s
duduk di seberangnya. "Teman
lama sekali tidak melihatmu. Kamu masih
aya?" tanya Rania, menc
ibumu." Ia menatap Rania dalam-da
arang sekali bertemu orang yang menge
baru saja kembali dari luar negeri," kata Satria. "
, tidak ingin Satria tahu tentang kondisi
kata Satria,
saran, ia ingin bertanya lebih banyak. Siapa dia sebenarnya? Mengapa ia baru d
ngenal Arkana?" ta
mi pernah bertemu beberapa
"Ya," katanya, suaranya se
. "Tapi kamu tidak bahagia," katanya, suaranya
. Ada sesuatu di matanya yang menembus pertahanannya.
"Di matamu, ada kesedihan yang dalam. Kesedihan yang sama
aman di dekat Satria. Pria ini terasa seperti pelabuhan, temp
s air matanya. "Saya tida
rjalan seperti yang kita inginkan." Ia berdiri, menatap Rania. "Aku harus pe
nama. "Aku akan pergi ke kantor
Adhitama, CEO sebuah perusahaan tek
tria. Ada kemiripan yang tidak bisa ia abaikan. Wajah yang sama, senyum yang sama, tatapan ma
yang ia jalani. Ada sebuah rahasia yang tersembunyi di balik masa lalu ke
emiliki seorang teman, seorang pria bernama Satria. Mereka sering bertemu di kafe, berbicara tentang buku, musik, dan hal-hal sep
nya tentang pernikahan Rania. "Apakah kamu mencintai
penuh dengan kesedihan. "Tidak," bisikny
udah tahu jawabannya. "Lalu, m
gkrut, tentang kondisi kakeknya yang sakit, tentang perjanjian pernikaha
atian. "Aku mengerti," katanya. "Kamu
uk. "Aku tidak
orbankan diri untuk orang yang kita cintai adalah hal yang benar. T
Satria. "Aku
kekaguman. "Tapi kamu harus ingat, Rania. Kamu juga ber
rti ada seseorang yang akhirnya melihatnya, melihat penderitaannya, me
rinya sendiri. Ia merasa bisa melupakan sejenak bahwa ia adalah istri dari pria yang mengkhi
ia dan Satria sedang berjalan di taman, mereka bertemu dengan Ar
nya, suaranya ta
Satria maju, mengulurkan tangannya pada Arkana.
a, tatapan matanya penuh kec
tap Satria, lalu beralih ke Rania.
u 'rapat mendadak'-mu," ja
sindiran itu. "Ki
, lalu mengangguk. "
anya penuh dengan kekhawati
tidak. Keheningan itu jauh lebih mengerikan dari
an Rania, menariknya ke ruang kerja. "S
an lama," jawab Rania, men
ihatnya," kata Arkana. "Apakah dia pr
Dia jauh lebih baik darimu! Dia mendengarkan aku, dia memahami a
ya penuh dengan amarah, tetapi juga ada
. "Kamu pikir aku tidak tahu? Kamu pikir aku bodoh? Ak
kana memucat. Ia menunduk, tidak
ia memotongnya. "Aku sudah tah
kembali ke kamarnya, mengunci pintunya. Ia tidak peduli dengan apa
tria, dan ia merasa seolah ada sebuah harapan. Harapan bahwa ia tida
kenyataan yang tersembunyi di balik foto itu. Tetapi ia tahu satu hal: ia tidak akan menyerah. Ia
nya. Ada rahasia masa lalu yang harus ia pecahkan. Dan ia