Enam Bulan Dinikahi, Enam Kali Dikhianati
satu jam, nama Alira Veyla menjadi trending topic nasional. Layar ponselku tak henti-hentinya menampilkan notifikasi. Media sosial penuh dengan potongan video pendek dari siaran itu, kutipan-kutipa
wanita bangkit dari reruntuhan. Komentar sinis, cercaan, tuduhan mencari panggung dan popularitas instan-semuanya menyerbu lini masa secepat kilat. Ada yang menyebutku drama queen, ada yang bilang aku hanya ingin uang, ada pula yang berpendapat aku hanya memanfaatk
nang, tak tergesa-gesa, seolah segala kekacauan di sekelilingnya adalah bagian dari simfoni yang sudah ia prediksi. Ia menatap
aranya datar, tanpa nada kemenangan ata
mosi di depan kamera. "Ini bukan tentang 'impact', Arya," kataku, sua
, sedikit lebih cepat, seolah ingin memotong emo
. Sebuah strategi untuk mengontrol bagaimana cerita ini akan dilihat oleh mata dunia. Dan aku, Alira Veyla, adalah narasi itu. Aku adalah senj
a, seolah ingin meredam badai yang baru saja kucetuskan. Digelar dengan sangat mewah di ballroom hotel bintang lima, lengkap dengan backdrop putih megah berh
berdiri anggun di samping Dito, mengenakan gaun hitam elegan yang membalut tubuhnya dengan sempurna, wajahnya dingin bak marmer, namun tatapannya penuh perhitungan. Media, yang rupanya sudah
Suaranya lembut, bergetar tipis seolah menahan tangis,
etes pun air mata yang tumpah. "Saya datang untuk meluruskan. Alira adalah sosok yang p
dia meremehkan semua yang telah kulalui, melabeliku sebagai seseorang yang tidak stabil secara emosional, yang hanya menciptakan drama k
n yang terselubung. Ia lalu menambahkan, suar
percaya publik cukup cerdas untuk melihat siapa yang
alah seorang aktris yang sedang bermain peran, mencari simpati, sementara dia dan Dito adalah korban dari '
emote control dan, tanpa ekspresi, mematikan layar televisi. Kegelapan m
tegas, suaranya memecah keheningan. "Kau masih p
buka kedoknya di depan publik. Tapi, di sisi lain, menggunakannya bisa membuatku terlihat kejam, picik, dan sama buruknya d
suaraku tercekat, berusaha keras menahan emosi yang bergejolak.
enelanjangi setiap keraguanku. "Kalau kau tak sangg
kan perang biasa. Ini bukan sekadar mencari simpati. Ini tentang bertahan hidup. Tentang siapa yang akan
Luna sebelum dan sesudah menjalani serangkaian prosedur wajah di luar negeri. Foto-foto itu jelas, memperlihatkan perbedaan si
jiri media sosial d
belum filler?? Wajah
antes licik banget,
ja palsu, apa cin
ah hasil kerja tim operasi plastik, bukan inner beauty seperti yang selama ini ia klaim. Reputasi Luna yang selama ini dibangun sebagai wanita s
ang menggerakkan. Dia tak pernah bergerak sendiri, dia selalu punya ora
yang nyaris tak terlihat. "Kau tak perlu menekan pelatuknya," katanya tenang, seolah dia ba
bergantung padanya, pada metode-metode dingin dan penuh perhitungan seperti ini. Tapi
onselku kembali berdering. Nama Luna Mahendra terpampan
yang dia inginkan? Namun, rasa penasaran, dan mungkin juga sedik
rcekat, tapi aku berusaha
u kalimat, diucapkan dengan suara yang rendah, n
u permulaan, Alira. Aku belum
an yang terselubung. Aku bisa merasakan kemarahan
ersiaplah kehilangan reputasimu. Kel
u tentang Alira Veyla? Apa yang bisa dia lakukan? Aku ingin membalas, ingin membantah, ingin bertanya apa lagi yang
gar. Angin malam Jakarta menerpa wajahku, terasa dingin namun menyegarkan. Langit malam begitu pekat, bertabur bint
lah lagi. Ini bukan lagi tentang cinta yan
g akhir. Ini adalah perang habis-habisan.