Bunga Matahari Milik Amora
Sarah yang santun dan pandangannya yang ramah membuatnya sejenak ragu. Ingatannya melayang pada perkataa
Galuh. Tidak bisa dipungkiri, Galuh memang memiliki pesona yang kuat. Dengan wajah
agianya Amora bersama Sarah. Di sisi lain, bayangan Kinan masih menghantuinya.
menyayangi Amora. Namun, Galuh masih terbelenggu oleh masa lalu. Ia merasa tidak mun
a polos. Galuh cukup terkejut mendengar ajakan spontan putrinya itu. Ia tidak menyangka Amora akan mengajak Sara
nnya. "Ibu guru kan banyak kesibukan, Amora. Jadi, kita pergi berdua aja, ya?" bujuk Galuh, suaranya terdengar sedikit rag
ngan semangat, matanya berbinar menatap Sarah. Gadis kecil itu sanga
. Tapi maaf ya Amora, betul kata Ayah kamu, ibu guru ada banyak urusan. Kemungkinan besar, ibu
wajahnya, bibirnya mencembut. Matanya berkaca-kaca, menahan tangis. Ia s
atinya luluh. Ia berjongkok di hadapan putrinya. "Ke mobil
wajahnya saat Galuh menawarkan diri untuk menggendongnya. Dengan sem
r. Namun, di balik itu semua, ada rasa sedih yang menusuk hatinya. Sarah tahu betul betapa besar harapan Amora pada sosok bundanya. Gad
h sayang Amora yang begitu besar padanya. Ia ingin sekali menjadi ibu yang baik untuk Amora, memberikan seluruh kasih sayangnya. Namun
krim buat Amora." Galuh menunduk, tersenyum lembut sambil mengelus rambut halus Amora.
melambai-lambaikan tangan kecilnya. Senyum mengembang di wajahnya saat melihat
menjadi alasannya menghindari Maya. Ia hanya ingin sedikit waktu untuk dirinya
. Sosok yang biasanya begitu kokoh, kini tampak lunglai. Kaki yang biasanya melangkah pasti, kini terasa melaya
amu buat kembali didunia ini, aku janji buat selalu memprioritaskan kamu. Dibanding pekerjaanku, kamu lebih
, tapi aku tau itu mustahil," ucap Galuh, suaranya bergetar. Menghadapi pertanyaan polos Amora tentang ibunya adalah ujian ters
engeluarkan semua beban yang ada di dadanya. Tatapannya tertuju pada nisan Kinan, penuh penyesalan dan kerin
, mengingat sudah larut malam, ia urungkan niatnya. Terlintas ide di benaknya, Galuh membeli
pucat. Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam, namun tidak ada tanda-tanda bus yang akan lewat. Situasi itu membuatnya meras
ada datar, matanya menatap lurus ke depan. Sikap acuhnya seolah-olah tidak p
udi, menatapnya dengan tatapan dingin. "Iya, nunggu bus," jawab Sarah, suaranya sedikit ber
Galuh ketus, matanya menatap tajam ke arah jam tangan. Lampu jalan
sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Senyuman canggungnya semakin
elalak tak percaya. Ia tidak menyangka Galuh akan menawarkan ban
nyum tipis. Ia berusaha menolak tawaran Galuh dengan sopan,
keluar malem-malem gini," potong Galuh, suaranya datar. Sarah terdiam, hatinya sakit. Ia tidak menyangka niat baik Galuh justru memb
tanya menatap lurus ke depan. Nada suaranya terdengar
auh. Kakinya rasanya sangat lemas. Sarah terduduk di kursi halte. Keputusan Sarah untuk menolak tawaran Maya memang selalu bulat. Melihat per
irik Sarah yang masih tertunduk lesu. Suaranya terdengar dingin
aca. Cahaya lampu jalan menerpa wajahnya yang pucat, memperlihatkan ketakutan yang mendalam. Ia ingin menga
mengancam. Tatapannya tajam menusuk, membuat Sarah merinding. Perkataan Galuh bagai
tuk saat ini. Logika mengatakan bahwa berdebat dengan Galuh dalam situasi seperti ini hanya akan memperb
hnya, namun perkataan Galuh selanjutnya membuatnya terdiam. Tatapan tajam Galuh mem
ahi dahinya. Ia teringat pada saat Galuh pertama kali datang ke rumahnya untuk menjemput Amora. Saat
eheningan rumah yang terasa sepi. Lampu-lampu di ruang tamu redup, h
rkan plastik putih berisi martabak telur. Senyum tipis menghiasi wajahnya, m
atinya merasa hangat melihat perhatian yang diberikan oleh Galuh. Meski
imakan, ya, Bi. Mumpung masih hangat," ucap Galuh lembut. Tatapanny
ja makan. Ia berharap Galuh mau bergabung dengannya untuk menikmati martabak bersam
antai. Sudah menjadi kebiasaan Galuh untuk me
am dekapannya. Galuh sering merasa jika Amora tidur bersama kedua orang tuanya
ukan es krim," ucap Galuh lembut sambil meletakkan permen di samping tempat tidur Amora.
ngecup kening putrinya. Dia menarik selimut hingga menutupi tubuh mungil Amora. Melihat wajah polos Amora yang tertidur pulas, hati Galuh meng