Wanita yang tidak diinginkan
-bayang di dinding kamar. Pikirannya masih terbawa oleh kejadian malam itu-kenangan yang selalu menghantui setiap det
akin menjadi setiap kali ia memikirkan kenyataan yang harus dihadapinya. Perutnya yang mulai
ngan lingkaran hitam di bawahnya. Ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri. "Kau h
duk dengan santai sembari memeriksa ponselnya. Wajah Clara terlihat
rtahan?" tanya Clara, memecah kes
wabnya pelan, meskipun hatinya terasa tertekan. Clar
Arman... dia sudah muak denganmu," ujar Clara dengan suara tinggi, hampir be
enetes. Ia berusaha untuk tetap tenang, meski perasaannya sudah terkoyak. "Sayaanya untuk menatap matanya. "Tenang? Kau pikir Arman akan memberimu ketenangan?"
ke sini? Untuk memastikan kau tahu posisi kamu di sini. Kau hanya sekadar wanita yan
menangis. "Tapi saya masih punya harapan," katanya
hidup tanpa aku! Aku yang memberi makanmu, aku yang memberimu tempat untu
-
Tak Ada Tempat
ada batu besar yang mengganjal di dada. Ia tak tahu bagaimana lagi cara untuk keluar dari semua ini. Meski
lebih gelap daripada sebelumnya, seolah membawa beban berat. Ia duduk di sofa, memandangi layar
a dengannya. "Pak Arman," Nadine memulai dengan
n pandangannya ke ponsel. "Apa lagi?" Suaranya te
n kata-kata yang tepat. "Mengapa ini semua terjadi? Aku hanya ingin
akan, Nadine?" katanya dengan nada datar. "Dulu? Kita sudah lama
a, meskipun semakin sulit untuk tetap bertahan. "Aku masih mencintaimu, Arman. Bahkan
inta? Kau kira itu yang aku butuhkan sekarang? L
-
an yang Ta
atinya terus berontak, tetapi ia tak tahu lagi bagaimana cara untuk melawan. Ketika ia berbaring di ranja
ini tumbuh di dalam rahimnya. Bayi itu adalah satu-satunya alasan yang membuatnya bertahan. Mesk
a menuntunnya keluar dari kegelapan ini. Namun, semakin lama, harapa
-
i, Mencari
ukan hidup yang ia impikan, namun ia tak bisa menyerah begitu saja. Bagaimanapun, bayi itu membutuhkan
gan ekspresi yang semakin tak sabar. "Jangan hanya berdiri di s
i membara. Ia tahu, tak ada gunanya melawan Clara. Yang bi