HITAM
ng nyaris tak bereaksi apa-apa ketika dokter Nalendra memeriksa
mah sakit saja, ya,
tika, anak perempuannya memeluk
adz bilang akan meninggal di rumah saja,)" jawab Dahlia. Dia mengelus wajah Setiyadi yang teraba hangat. Setiyadi diam tak bergerak, hanya napasnya saj
z bisa diberi obat penghilang rasa sakit, Bu," bujuk Nalendra
Rasanya Hafidz tidak tega mendengar desah napas bapak mwrtuanya yang begitu berat dan jarang, kadang disert
erak bebas ke mana-mana begitu saja. Ilyas sedang ke luar kota, dan sedang dalam perjalanan ke Tintri
n napas panjang. D
ya, Bu? Paling tidak kita jadi tahu
mengg
dan diberi obat macam-macam," Dahlia luruh dalam
siapa tahu abinya bisa membujuk Dahlia. Tetapi belum lagi Hafidz membuka HPnya, nap
meminta semua untuk keluar dan mulai menangani Setiyadi secara serius. Hafidz ikut membantu, dia sedikit banyak tahu b
a dan Nalendra sedang melakukan CPR pada Setiyadi. Dahlia sangat ingin mendekati su
ebingungan, nyaris seperti orang yang terbangun dari tidur karena
m kamar, dan semua terkejut melihat Setiyadi terduduk dengan w
adanya. Dia menangis terisak. Setiyadi paham.
kelnya karena yang ditanyakan suaminya malah sahabatnya dan bukan keluar
ke sini, Ustadz," jawab D
luk Dahl
Setiyadi. Dahlia mengangguk tanp
Dia sama sekali tidak menolak ketika Nalendra memasang infus pada tangannya dan Setiyadi hanya tersenyum ketika Nalendra memberinya obat m
*
membuka matanya. Setiyadi begitu bahagia melihat Bambang
tanya Bambang dengan
di men
dz," bisik Setiyadi dengan suara y
g meng
g hilang ... ada sesuatu ya
aham apa maksud Setiyadi, tetapi Bambang
dengar begitu berat. Setiyadi kembali berbaring tak berdaya. Dia m
. Hitam!" seru Setiyadi, "tolong,
ak lagi. Bambang menepi dan berdiri di samping Hafidz. Mereka tidak berkata-kata k
untuk tetap mengingat kepergian Setiyadi dengan kebingungan
lang. Bambang telah kehilangan salah
*