Selingkuh Sebelum Akad
*
untuk Axel yang hari ini mengantar kami hingga
embantuku menggendong Heya hingga menidurkan keponakan kesayanganku itu ke kamarn
nang bisa ketemu kamu lagi, tapi maaf karena
an seperti apapun itu aku tetap senang melih
panku dulu adalah kita bertemu lagi di aula pernikahanku atau pernikahanmu, dan kita sudah ber
nunjukan betapa tidak beretikanya Satrio atas hubun
unanku tentang betapa kejinya sikap Satrio. Mataku yang tadi berkaca aku
ah banyak berubah. Tak seperti dulu yang seenaknya saja. Dia kini telah benar-benar dewasa. Sebenarnya itu sangat wajar m
xel. Buru-buru teman lamaku mencatat nomor ponselku dengan wajah
cara Satrio kala mengucapkan terima kasih untukku. Lelaki itu selalu membuatku tersenyum biasanya, tapi sekarang tida
in menyadarinya, tetapi dia memilih untuk pura-pura tidak mendengarnya. Aku beruntung karena
ya mampir terlalu lama lantaran hatiku sedang tak membutuhkan teman untuk bicara sekarang
yang ada di dalam pikiran Axel saat ini. Bagiku, sembuh dari patah hati adalah apa yang harus aku lakukan. Karena sesungguhnya
enahan tangisku sekali lagi. Untung lah Axel telah lama meningga
kamarnya. Barangkali keponakank
nti. Aku pun tak tahu bagaimana caranya menjelaskan kisah yang telah kandas ini kepada Heya. Rasanya tak ada kata yang dapat k
elah pernah di jamah oleh Satrio. Entah ia bercanda denganku atau bercanda dengan Heya.
. Makanan kesukaan Heya dan kesukaanku selalu menjadi menu favoritnya di dapur. Dia
rusnya aku mengingat kembali dirinya. Satrio telah menentukan jalannya sendiri. Jangan salahkan aku, s
kurang dariku hingga dia rela mendua. Namun, dia tak m
n ini selain karena cinta Sa
dan lagi. Masih tak percaya cinta yang selama Sepuluh tahun ini
uh canda tawa menghiasi dinding kamarku. Tak satu pun tanpa tawa gambar diri kami berdua di sana. Semuanya menunjukan kebah
asih membutuhkan waktu untuk menenangkan
tanta sengaja. Aku dibangunkan oleh Heya y
tuknya. Tak tega bila melihat keponakan yang telah aku anggap sebagai anak se
p. Dia pintar, bisa ma
tanya-tanya di dalam hati apakah mata dan wajahku
angis lagi ya,
nya diriku setelah meletakan sendok makannya terlebih dahulu. Diusapnya pungguk
agi. Ia telah hancur lebur tanpa dapat ditata kembali. Kubalas dekapannya yang begitu erat, tetapi lembut itu, aku tahu tak bisa di
Aku harap secepatnya raga ini mampu menahan
watir. "Lanjutin makannya, Sayang," u
io nggak pulang bersama kita?" tanyanya sembari
asa aku menjawabnya, tetapi aku harus tetap menjelaskan pada Heya
u ini juga tak kalah sulitnya untuk si kecil itu. Bayangkan saja, sejak umur Dua tahun Heya sudah mengenal Satrio den
itu menjauh. Tak lagi memi
pa ta
Heya. Harus mulai darimana aku me
ggak bisa datang ke sini lagi seperti bi
"Om juga nggak akan ketemu Heya tante?" tanyanya. Dan, aku hanya bisa menggelengkan kepala. Wajah Heya pun berak
untuk diingat bahkan dalam waktu sedetik saja. Meskipun sangat sulit melupakannya, te
but-sebut namanya juga karena tante nggak mau dengar apapun lagi tentang dia,"
n apa saja untuk membuatmu bahagia walaupun harus menjauh dari Satrio untuk selamanya. Buka
in bisa mempengaruhi hatiku untuk selamanya. Aku yakin suatu
, kan?" tanyaku ingin tahu apakah
njelaskan kebingungan. Namun, aku tersenyum untuknya, lalu
nginap di rumah selama ini. Dia akan menyerahkan Heya begitu aku pulang dari pekerjaanku. Rutinitas itu kembali mengingatkanku pada Satrio. Pekerjaanku yang kadang mengharuskan a
rumah agar bisa menjaga Heya selama aku pergi dan sibuk dengan pekerjaanku. Tak jarang diri ini baru dapat pu
saat ini. Tidak ada lagi Satrio di sisi kami. Aku harus bisa mengatur semuanya sendiri saat ini. Memang sangat
. Aku juga harus lebih banyak meluangkan waktu untuk Heya kalau bisa karena Heya masih sangat membutuhkan kehadiranku sebagai peng
ikan kepadaku dan juga Heya. Semua sudah berlalu dan sudah seharusnya aku membuang kenangan it
*
cont