Selingkuh Sebelum Akad
*
itu beserta mobil yang berhenti tepat di sampingku. Derunya sangat lembut, tetapi mampu sedikit mengali
ncul perlahan. "Pulan
Namun, aku menggeleng. Patah hati tak membuatku menerima ajakannya
n aku tahu betul tak ada taksi di sekitar sini. Aku dan Heya harus ber
ri mobil mewahnya. Merebut koperku dengan pa
pi.
di atas pangkuanku. "Makasih," ucapku dengan tulus pada Axel yang baru saja
bilku, Feya," katanya. Mobil yang kami tumpangi ber
tinggal kami semalam. Sesak sekali rasanya bila mengingat beberapa kej
desakan air mata hingga Axel memergoki. Buru-bur
elaki itu dengan suara yang terkesan h
bisa menahan tangis sekali lagi. Kulirik Heya yan
. "Nggak apa-apa, Xel," jawabanku berbanding terbali
fokus pada jalanan. Sesekali ia melirik padaku yang masih terisak. Entah kenapa aku tak bi
rena Sa
Axel melirikku lagi, meminta jawaban atas pertanyaannya. Lalu setelah itu, kudapati Axel menatap
a?" ta
an ke belakang. "Hati yang telah terbagi tak kan pernah sama lagi," ucapku menjawab per
alu. Memang, lelaki itu tidak mengatakannya secara gamblang, tapi
a menyelesaikan ini dengan baik. Kenapa harus pergi, Fe? Perjuangan kalian sudah sangat
rsisa selangkah lagi," sahutku lirih. Kali ini pun aku tidak menoleh padany
g sama berulang-ulang, mengusapnya. Entah kenapa ini harus terjadi padaku
la sesuatu sudah disiapkan sedemikian rupa. Namun, betapa
nya kembali ke pelukan, tapi ternyata aku salah. Seorang Feya tak bisa menaklukan Satrio lagi. Lelaki itu
g tepat untuk menggamba
ncanaan. Sengaja aku merencanakan liburan ini demi memperbaiki hubungan
encana pernikahan kami. Satrio menyakitiku berkali-kali. Ia kasar dan tidak b
ataannya itu dengan seperti ini, "Mana mungkin aku sudi du
ini mengajak keponakanku. Jika tidak entah akan jadi monster
c
nya. Kulirik selingkuhannya yang ia kenalka
lon suami mengumpat seperti itu. Perempuan mana yang sanggup dikatai anjing oleh calon suami yang ia percayai? Bahkan ketika
rumah tangga yang pernah kami impikan bersama tidak han
tak jauh dari Satrio. Berharap lelaki itu mengingat perjalanan cinta kami selama sepuluh tahun ini. Ada Heya di dalamnya. Ak
di tempat ini. Aku menggeleng tak percaya saat menyadari betapa bodohnya aku. Bersikap seolah semuanya baik-baik saja, bahkan ketika tanpa
yang pasti. Kuraih koperku, lalu menariknya keluar. Kubiarkan beberapa orang yang
enak. Embusan napas berat akhirnya terdengar dariku. "Kita pu
caya dari keduanya. "Ayo pergi, Sayang." Kubimbing Heya keluar dari penginapan. Sempat kudengar Santi meminta Satr
tinggal sebentar lagi, tapi aku tak akan pernah datang menemuimu
*
Rasa sakit yang Satrio berikan tak kan pernah hilang begitu saja.
Feya?" pertanyaan dari Ax
nnya, aku justru mengajukan pertanyaan lain terkait apa yang terjadi saat ini. En
mu," jawab Axel tampa
membentuk senyum tulus untuk lelaki itu. "Ter
ang tentang kedekatan kami sepuluh tahun yang lalu. Axel sudah banyak berubah. Ia tidak gondrong lagi seperti dulu. Kul
, Feya?" entah kenapa Axel ban
a hanya mengendarai motor bututnya, kini ia menyetir mobil dengan atap terbuka. Entah miliknya sendiri atau
laki itu melirikku sekilas sebelum kembali fokus pada jalanan yang
ang nggak pernah
hi lantaran tak me
ekali lagi. Netranya sempat menatap lekat s
Namun, dalam diam itu aku mengerti maksudnya. Apa lagi saat b
ternyata kedekatan kami tak hanya sebatas sahabat di mata seorang Axel. Sementara aku?
sikap Axel yang menurutku mulai berubah. Jarak itu semakin nyata ketika Satrio se
merasa keputusanku sudah benar karena ingin menjaga perasaan Satrio yang cemburu pada Axel. Aku tak ingi
ng mewujudkan impian. Namun, semua terasa percuma. Perjuangan itu tiada memiliki arti ketika ak
sam