Neng Zulfa
rek sr
epanjang blok itu. Ditambah para santri putri yang berbaris mengantre di luar masing-masing pintu yang juga menciptakan keributan. Di antara mereka, ada yang asyik bergosip, ada yan
pondok putri tahun ini?" tanya seorang santri bernama D
a sibuk menyikat. "Tidak, De. Aku tidak pantas mencalonkan diri jadi ke
, Neng?" Dewi menghentikan gerakan tangannya. "Neng Zulfa, kan, salah satu santri berprestasi di pesan
am dan terus m
h kandidat ketua pondok terbaik di sini. Apalagi
putri seorang kiai besar di daerah Kediri itu, tetapi Zulfa tak segera merespons. Mata Zulf
s terdengar. "Ya sudahlah, aku ke kamar dulu, ada cucian yang tertinggal.
*
a. "Kata para ustaz dan ustazah kamu juga sering tidak memperhatikan pelajaran akhir-akhir ini.
ang tidak ingin. Matanya terus menatap ke ubin kelas. Kedu
nasional jika kamu terus begini." Ustaz Imam terdengar kecewa. "Dewan asatidz sangat berharap banyak
ut. "Insyaallah," lanjutnya
duduk lagi di kelas yang sudah sepi ditinggal kembali ke asrama oleh santri putri lainnya. Mereka sudah me
lama ini?" tanya Dewi mengger
k mengerti apa yang dikatakan
nnya meraih salah satu tangan Zu
pa yang Neng sembunyikan dariku?" t
fa
tu, kan?!" seru Dewi lagi setelah
gannya dari Dewi lalu memperbaiki posisi duduknya. "
wi meraih tangan Zulfa lagi. "Aku ini sahabatmu, Neng. Aku ta
ajaran dan hafalan Alfiyahnya banyak yang lupa. Ada apa s
i bicara, "Tidak ada yang kusembunyikan!" Kali ini ma
u persis kalau Zulfa
tidak mau mengatakan yang sebenarnya padaku tidak apa," c
rogoh saku rok, mengambil sesuatu milik Zulfa yang disim
i ini dengan cemas ada di tangan Dewi. Dengan cepat ia berusaha meraih ben
ndapatkan itu?" Zu
saat ia menemukannya di halaman depan sebuah bu
tu didapatnya terselip di halaman buku yang diberikan anak kecil itu. Dewi ingat benar, saat itu ia dan Zu
ndok karena ini, kan? Karena ini juga kan Neng Zulfa mengatakan kalau Nen
kerbau yang dicocok hidungnya, ia hanya mem
karang, De?" tanyanya dengan wajah tak bersahabat. "Kamu akan menu
amu bisa membantuku mewujudkannya dengan surat itu," ucap Zulfa. Untuk pertama kalinya kepalanya tertunduk malu di
abat, tidak mungkin aku diam saja melihat sahabatku hancur, apalagi menjadi penyebab
ibuk dengan pikiran masing-masing sampai salah satu dari
s Fatih pacaran seperti yang kuketahui lewat surat tadi? A
i kerudung biru muda yang ia kenakan. Sambil terisak, ia menjawab juga pertanyaan Dewi, "Iya,
mar. Itu jelas hal yang sangat memalukan baik bagi keluargaku maupun keluarga Gus Fatih sendiri. Aku sadar itu." Zulfa te
sahabatnya, matanya yang tadi hanya berkaca-
ngan kalian?" Dewi be
ya mengarah pada Dewi, tetapi pa
n dengannya saat izin pergi ke kamar mandi. Akhirnya kami dikenalkan dan sejak itu Gus Fatih mulai mengirimiku surat dan aku juga membalasnya," ungkap Zulfa yang kemudian berc
enahan napas, mencoba menenangkan hatinya
ang harus percaya padaku!" putus Dewi sembari menarik napas. "Ikutlah bersamaku menghadap Bu
*
ucuran dengan lengan baju. Matanya masih menahan kantuk sebenarnya, tapi dengan air di kamar mandi ndalem yang belum juga penuh
jilbab khusus takzir sepanjang masa hukuman. Zulfa tidak
tu dan berbaris di shaf depan setiap hari, membaca surah at-Taubah di halaman pesantren yang panas
dipakai, tetapi dengan menimba. Lalu paginya, ia harus membantu santri putri yang hari itu piket membersihkan seisi pondok. Selain itu, ia juga b
alam hidupnya. Tidak melulu ia berada di atas. Seperti manusia lainnya ia juga melakukan kesalahan. Dan se
salat malam sekarang selalu melakukannya karena harus bangun lebih awal. Selain itu ia
irannya sendiri. Fatih harus menggantikan Kiai Adnan sang aba
Fatih. Sejak ditakzir, ia berusaha melupakan putra kiainya
*
ngaja takziran itu dijalankan secara sembunyi-sembunyi agar tidak mencemarkan nama ba
ketua pondok putri pun telah usai. Seperti yang diprediksi
tnya. Zulfa merasa tak pantas. Namun, karena Bu Nyai Fatimah yang mendorongnya
ri sebutan Neng yang ada pada namanya, Zulfa adalah santri yang memiliki perangai baik yang selaras dengan prestasinya. Reputasinya bagus dan
sional yang diikutinya. Zulfa berhasil mendapat juara dua. Memang bukan juara
1002 itu. Bagaimana ia mengulang menghafal bait-bait nadhom yang pernah dihafalnya tetapi sempat ia l
mengakui kesalahan. Kalau tidak mungkin ia tidak akan sampai pada titi
*
ulfa yang sibuk memeriksa berkas
?" Zulfa
tang menjenguk," terang Dewi. "Bu Nyai
uan lalu kembali ke dapur, melakukan tugas-tugas dapur bersama abdi ndalem lainnya. Sepeninggal
rang khodam atau paling banter saudara-saudara lelakinya. Abah dan uminya baru akan pergi ke pondoknya
tu ruangan yang ada di depannya perlahan. Ruangan besar yang j
." Hati-hati Zul
," jawab seisi ru
ngan Kiai Adnan dan Bu Nyai Fatimah, Kiai juga Bu Nyainya. Men
buat berpacu kencang mendapati kehadiran seseorang
r Kiai Adnan setelah Zulfa duduk. Zulfa bisa melihat ki
seperti memberikan suatu kode kepada Kiai Adnan yang kemudian langsu
aikan pada Fatih, Nduk,"
ahnya seperti sebelumnya, terlebih ke arah Fatih. Ia hanya bisa mempertajam indra pendengarnya siap menangka
ngenai kamu
dada yang bergemuruh mendengar naman
endapat hukuman t
mbahan yang mungkin akan diterimanya lagi dengan Fatih, Kiai Adnan men
nunangkanmu dengan putraku, F
an," tambah Kiai Hisyam. "Kalian harus segera diikat, Nduk. Gus Fatih juga
ejut sampai seolah-ola
*