Luka Terindah
a anaknya pun dididik setegas mungkin, untuk bisa membentuk pribadi yang jauh lebih baik dari dirinya, menumbuhkan sikap lebih menghargai, dan tidak bersikap semena-mena terhadap kaum h
sh. Pria itu malah memanfaatkan ketampanannya untuk bermain-main dengan banyak wanita di luaran sana, ba
.. dan lagi. Malahan, sejak pertama kali mengetahui hal itu, Nerissa tetap tidak berpikir buruk terhadap suaminya
etiap keinginan dalam melihat sisi baik seseorang. Tanpa disadari, semua itu malah menjadi
yembunyikan masalahnya. Baik itu anak kecil, remaja, dewasa, bahkan orang tua sekalipun. Semuanya
ikit dari orang-orang tersebut tidak sanggup menghadapi masalah, adan lalu memilih jalan buntu sebagai solusi t
manusia, takdir yang paling terbaik, yang sudah tertulis begitu jelas di Lauhul Mahfudz. Takdir ter
un mulai bangkit ke posisi semula, dan kembali mengambil pakaian-pakaian miliknya untuk dimasukkan ke dalam ko
ditutup rapat-rapat. Berusaha untuk tidak meninggalkan jejak apapun tentang dirinya dalam apartemen itu, yang
masukkan pakaiannya ke dalam koper berwarna peach miliknya. Dengan harapan,
agi menetes tanpa jeda di atas wajahnya. Menaruh secarik kertas di atas nakas samping tempat tidur,
in lagi dalam mengambil keputusan. Dan ... Bantu aku untuk bisa le
*
l
a. Tanpa ada celah dalam hatinya, dengan kaki dan sekujur tubuh bergetar menahan isak tangis yang semakin menjadi, Nerissa pun mulai mela
kepergian Nerissa, Arash dan Aresh nampak berlari, terengah-engah, menyusuri lorong dari
setiap gerak-gerik beberapa orang yang berlalu lalang di sekitarnya, lalu
erlihat begitu berantakan, segera menekan sederet angka pa
ny
n Nerissa saat menyambut kepulangan Aresh. Seakan ... semuanya benar-benar mendadak ma
nget, ya?" tanya Aresh tiba-tiba,
h–seketika merangkul pundak sang adik, dan mengusapnya
b Arash. Terselip kata sindiran dalam kalimat tersebu
, tapi mati kena serangan jantung," lanjut Aresh
api! Namanya pernikahan itu janjinya sakral, disaksiin sama banyaknya malaikat!
ue, Rash. Gue takut, Sasa bener-ben
s pelan. "Sadar
nuju kamar utama, Aresh menghela napas dalam. "Gue bener-bene
"Dari jaman jebot, insaf lo hanya sebatas wacana d
e atas lantai, sambil memberi delikan tajam. "Niat gue udah mateng,
atanya jatuh pada secarik kertas di atas nakas, Arash menjawab denga
lagi mode singa PMS, nih! Disenggol d
intas, kemudian berjalan menghampiri Aresh yang masih tetap memberi tat
rahan," celetuk Arash, sambil menyempilkan lipatan kertas tersebut pad
*