Pejuang Restu
u pekat menggulung di angkasa. Berjalan pelan dan berarak tanpa sedikit pun perduli, bahwa
e masih asik bergumul dengan lamunannya.
bisa di bilang cukup lama. Berjuta beban pikirannya seolah berkurang saat dia melakukan hal itu. Tapi sayangnya, mal
irinya masih saja men
rnya, dia menghela napas berat lalu me
usang tempat Raline menyimpan koleksi buku bacaanya. Satu buah lemari pakaian berukuran sedang serta satu kas
asan make up, ketika seseorang memasuki kamarnya dari arah luar. Seorang laki-laki yang mengenakan c
arah Raline yang saat itu
lum makan. Aku suapin ya?" ucap Basti dengan sepiring nasi beserta lauk pauk
tidak b
dengan senyum yang mengembang di wajah tampannya. Dengan tulus, Basti hendak menyuapkan satu
AN
menyenggol kuat piring yang di pegang oleh Basti hingga benda pecah belah itu jatuh dan hancur di l
Tok
iringi pertanyaan khawatir dari mulut Rani. "Lin,
-buru memb
i pecahin piringnya, maaf ya Bu," ucap Bast
lihat Raline kini tertidur di kasur deng
iar Ibu bant
istirahat aja," ucap Basti yang jadi tak enak ha
etulusan dari sikap Basti yang memang dasarnya pendiam dan tidak banyak bicara. Menurut Rani, Basti itu laki-laki yang sopan dan baik. Meski, dia sendiri tidak menampik satu kesalahan besar yang Basti lakukan terhadap Raline anaknya. Tapi, jika boleh jujur, Rani tidak bisa membenci Basti. Apalagi bersikap kas
antakan dan kotor. Basti menghela nafas berat, sebelum akhirnya dia berjongkok dan mulai membersihkan pecahan-pecahan kaca itu. Sesekali d
pelan dan kembali
am pertamanya dengan Raline pasti akan
tuhkan waktu untuk benar-b
ya perlu
*
masuk melalui jendela kamarnya. Keningnya mengernyit karena sila
g tikar yang dia gunakan un
atu bulan belakangan ini, dia tinggal menumpang di rumah Raline, Basti sudah cukup terbiasa dengan kondisinya sekarang. Dan tubuhnya pu
begitu dia keluar dari kamar dan mendapa
gkat bareng Bapak," jawan Rani sambil tersenyum. "Sarapan dulu Bas, it
meja makan kecil di ruangan sebelahnya. Saat dia membuka tudung s
hal jelas-jelas dia tadi mendengar Ibu mertu
gue. Malahan udah keluar lagi tadi," bisik Kiara
i itu. Dia menarik nafas panjang
an. Kurang baik apa coba gue? Lagian, lo kan anak orang kaya, lo tinggal telepon aja tuh restoran mahal terus
han adik iparnya itu yang jika
sik molor aja di kamar. Lo nggak malu apa? Udah hidup numpang, bisa ikut makan enak di sini setiap hari, gratis pula. H
alam kamarnya, sempat terdiam di ambang pintu
ita. Basti tidak mau lepas kendali. Dia harus tetap mengontrol emosinya. Dan semua itu dia lakukan karena d
kok." ucap Basti kemudian. Dia berusaha untuk tetap meny
kai untuk biaya pernikahan kalian, lo nggak tahukan gimana hancurnya perasaan Mba Raline, saat dia harus menerima kenyataan kalau rencananya untuk kuliah gagal. Dan semua itu gara-gara ula
marnya begitu dia selesai dengan
angu di depan pintu kamarnya. Perasaan b
ikahan. Lagipula, sejak awal, Basti sudah mengatakan bahwa pernikahan mereka cukup di adakan secara
an uang-uang itu? Sementara dia saja
berlangsung lama. Tidak sampai satu minggu, Basti pasti akan menerima panggilan unt
kan hanya satu kali. T
usir dari rumahnya sendiri, oleh seorang wan
ak bukan, adalah Ib
*
ran pekerjaan Raline di tolak oleh perusahaan-
rusahaan kami itu mencari karyawati yang masih fresh graduate dan masih single. Silahkan Mba cari pekerjaan di tempat lain saja Mba," ucap seorang karyawan
seraya menerima berkas
ang dia datangi. Tapi, tak ada
ft
menggunakan heels yang cukup tinggi ternyata sangat melelahkan. Raline merasa kaki-kakinya kini kra
ak sebotol air mineral dingin yang baru saja
idak nyaman lagi di gunakan. Harusnya sepatu itu sudah pensiun dan tidak layak pakai, hanya saja, Raline tida
melanjutkan kuliah. Mungkin dia tidak akan seperti ini sekaran
a alami secara bertubi-tubi saat ini, semua tak l
ng kini menjadi
g sangat-sangat