Harakat Cinta
ebetulan. Uang darimu akan aku usahakan untuk ku kembalikan
Kamu jadi begini
mu beda jauh, lagi pula urus saja pacarmu tadi
ingga tetap saja dengan ekspresi jengkel. "Baiklah kalau begitu, memang Kita
masing-masing. Berjalan sesu
. Terus-terusan memikirkan Jingga. Pertemuan Langit dengan Jingga telah mena
a, Kamu tinggal pilih menikah denganku atau kalian harus pergi dari rumah ini karena saya sita sebab sertifikat rumah ada di tangan saya," kata Pradit penuh paksaan. "Jingga, kali ini Kamu harus berkorban demi Ibu. Ibu janji tidak lagi memperlakukanmu dengan kasar. Kuliahmu juga bisa terjamin," ucap Sukma. Jingga menangis hatinya seperti teriris pisau tumpul. Keadaan sulit menjepitnya. Jingga tidak ingin menjadi anak durhaka. "Jingga tidak mau, Bu," ucap Jingga lirih dengan tangisan sendu. "Sukma, bawa Jingga ke kamar dan kunci. Nanti malam Saya datang bawa penghulu dan seserahan. Kamu juga akan saya kasih uang tiga puluh juta rupiah. Mas kawinnya perhiasan emas berupa cincin, gelang dan kalung. Jaga Jingga jangan sampai kabur!" perintah Pradit yang langsung pergi meninggalkan rumah Sukma. "Ayo Jingga, masuk kamar!" dorong Sukma pada Jingga hingga masuk ke kamar tidurnya. Jingga menangis melupakan lelah dan dahaganya. Hari sudah hampir sore sehingga malam akan segera datang. Jingga akan dipaksa menikah dengan Pradit pria yang punya banyak istri. Saat seperti ini Jingga teringat kata-kata Langit yang mengatakan kalau hubungi saja dirinya jika butuh bantuan. "Langit, aku butuh Kamu," gumam Jingga lirih. Air matanya pun sedikit keluar membasahi pipinya. Jingga lalu ingat kejadian di kampus jika dirinya tidak ingin berteman dengan Langit lagi. Jarak diantara keduanya sangat jauh. Jingga juga merasa kesulitan untuk menemukan jalan keluar serta pusing memikirkan biaya kuliah. Kalau Pradit benar-benar membiayai kuliahnya maka seandainya memang Jingga ditakdirkan menikah dengan Pradit, Jingga ikhlas menerima dan merasa tidak apa-apa. Dengan begitu juga tidak akan ada yang berani untuk mengambil dirinya termasuk mami lokalisasi. "Ibu! Ibu! buka pintunya. Tolong buka, Bu!" pinta Jingga dengan teriak keras. "Diam Kamu!" jawab Sukma. "Aku mau menikah jika Ibu memaksa dan sekarang tolong rias wajah Aku, Bu," kata Jingga lelah. "Benarkah kata yang Kamu ucapkan itu, Jingga? Baiklah Aku segera membawakan alat make up serta kebaya Ibu yang lama tidak Ibu pakai untukmu," jawab Sukma. "Benar Bu," jawab Jingga. Sukma segera m