Genderang Perang Manusia Elektrokinesis
t kucekannya, Gian ketakutan. Dia sudah p
nya bisa digunakan untuk menyembunyikan baju itu. Ah! Seperti
yembunyikan baju robek Meli
eduanya, Zohan atau biasa dipanggil Hanz.
a melemparkan beberapa baju dan celana dalam ke ember cucian sehingga mengenai tangan Gian. "Yang bersih, yah! Oh
uas lautan k
an sempit belakang rumah, Gian lek
h terhidang di atas meja, Melinda mem
kalian dulu." Beliau memang terbiasa menunggu Carlen Ganendra Bergmans atau biasa d
a, tak heran jika wanita itu bersikap s
alam begini, Zohan dan Cheryl sudah membawa ponsel masing-ma
. Dia masih memikirkan mengenai kekua
terdengar bunyi pintu gerbang dibuka dan suara Carlen mengucapkan
inta. Dia bawakan tas kerja Carlen dan menanyakan kabar di kantor. "Duh! Anak Mama
ancar selama ada aku,
h tampan, sukses di karir, pula! Pasti banyak perem
saja! Mereka t
orang menunggu, Carlen masuk ke kamar untuk mandi d
akan, Carlen berkata, "Kalian belum
lai, semua orang melahap
jar sembari mengunyah dagin
ngan penuh cinta." Melinda terkekeh, senang mendengar
masak sayur bening saja, selebihnya, semua dikerjakan Gian! Tapi, mana berani d
"Hei, bocah jelek! Bawakan aku minum! A
baru saja dia mengulurkan tangan ke pegangannya, mendadak saja listrik di jarin
ng lainnya me
ang mengkhawatirkan adiknya melain
angan lemari es. Setelah mendapatkan apa yang dikehendaki kakaknya, dia menuangkannya ke gelas
ambilkan sesuatu di lemari es. Astaga, kenapa tadi
listrik pada tapak tangannya. "Ini." Dia serahkan itu ke Zohan, dan b
dua kakak lelakinya, Cheryl masih lebih manusiawi dan tidak banyak me
a ludes dan orang-orang kembali ke kamar masing-masing, men
a beres, Gian b
annya. Kenapa tadi di sekolah dia tidak merasa sakit ketika di
lik seperti menyerang dia? Apakah dia tidak boleh menyentuh b
ingan Melinda terdengar, "Gian! Gian anak brengsek
kakan pintu untuk i
baju robeknya yang setengah basah. Hati Gian melompat, dia lupa akan itu!
dah merambat naik menjadi lengkingan keras. "Kamu sengaja, kan? Kamu tak suka kusuruh mencuc
ramuka pu
putih itu sudah dipukulkan ke tubuh Gian. Keributan
langi tongkat yang dipukulkan tanpa ragu padanya seakan-akan Meli
ryl, "Hei, bocah, tongkat pramukamu be
arlen beberapa detik, setelah itu dia memutar bola matan
nghajar Gian yang terus meminta ampun. "Wah, wah, jangan-jangan