/0/19910/coverorgin.jpg?v=0b94ad33c6c25cace4d10e28932213a4&imageMogr2/format/webp)
Beatrice Miller, seorang wanita muda dengan tubuh ramping dan penampilan sederhana, tampak sangat terintimidasi ketika berdiri di hadapan pria yang begitu berwibawa namun menakutkan.
Dengan kepala tertunduk, ia memutar-mutar jemarinya, tanda kegelisahan yang jelas terlihat. Suaranya terdengar lirih dan bergetar saat berkata, "Maaf tuan, saya... sepertinya tidak bisa membayar uangnya tepat waktu." Kata-kata itu terhenti di udara yang terasa begitu berat di antara mereka.
Di hadapannya berdiri Tyson Lynch, seorang pria dengan aura yang mengintimidasi, mata gelap penuh kuasa, dan garis wajah yang tegas.
CEO perusahaan besar Dezero Pumf di Savona, Italia, Tyson dikenal sebagai pria yang tidak kenal ampun, ditakuti oleh banyak orang karena kekejamannya dalam mengambil keputusan.
Ketika Beatrice mengucapkan kata-kata itu, Tyson mengisap rokoknya dengan tenang sebelum mematikan putungnya di asbak, sebuah isyarat bahwa ia akan bertindak lebih jauh.
Tanpa mengalihkan pandangan tajamnya dari Beatrice, Tyson berdiri dari sofa. Gerakannya terukur namun penuh dominasi, melepas jas dan dasinya, menciptakan suasana yang semakin tegang. Dengan langkah mantap, ia mendekati Beatrice yang kini semakin terpojok, mendorongnya ke ranjang tanpa berkata apa-apa, hanya menyisakan keheningan yang penuh tekanan.
Jantung Beatrice berdegup kencang, nyaris menyakitkan. Ketakutan dan kegugupan bercampur aduk dalam dirinya. Ia tak tahu apa yang akan dilakukan oleh pria ini, pria yang kekuatannya seakan mampu menghancurkan segalanya, termasuk dirinya.
Tyson Lynch adalah mimpi buruk yang menjadi nyata, seorang penguasa yang tak memberikan ruang untuk kesalahan, bahkan pada orang-orang yang bekerja untuknya.
"Maka puaskan aku malam ini!" kata Tyson yang langsung menindih tubuh Beatrice dan memanggut bibir ranum merah chery itu.
"Tuan, beri saya waktu satu minggu, saya akan membayar lunas beserta bunganya," kata Beatrice mencari celah untuk bisa kabur dari Tyson.
"Terlambat!" kata Tyson yang kembali melumat bibir Beatrice.
Beatrice berusaha dengan panik untuk menahan dorongan Tyson, kedua tangannya menyentuh dada bidang pria itu, mencoba memberikan jarak di antara mereka. Namun, tenaganya yang lemah tidak mampu melawan kekuatan Tyson yang mendominasi.
Dadanya naik turun, dipenuhi oleh ketegangan yang menyiksa, sementara napasnya terengah-engah mencoba memahami situasi yang kian memojokkannya.
Tyson tidak memberinya celah untuk melawan.
Dengan gerakan cepat dan tegas, ia menangkap pergelangan tangan Beatrice, menguncinya erat dalam genggaman yang kuat.
Sentuhannya tegas namun tidak menyakitkan, menciptakan sensasi yang membuat Beatrice semakin terguncang. Ia tidak bisa menggerakkan tangannya, tak mampu melepaskan diri dari kontrol Tyson yang begitu mendominasi.
Mata tajam Tyson tidak pernah meninggalkan wajah Beatrice, seolah mengamati setiap reaksi yang muncul darinya. "Jangan melawan," bisiknya dengan nada rendah, suaranya serak namun penuh otoritas.
Beatrice merasa tubuhnya melemah, seolah kehilangan kekuatan untuk bertahan. Detak jantungnya semakin tidak karuan, antara takut dan canggung, sementara ia mencoba mencari kata-kata untuk menghentikan situasi ini. Namun, Tyson tidak memberinya ruang untuk bicara. Pangutan yang intens di antara mereka terasa semakin nyata, semakin sulit dihindari, seperti badai yang tak terbendung.
Tyson menatap Beatrice dengan sorot mata tajam yang penuh intensitas, menciptakan aura yang membuat ruangan terasa semakin sempit. Dengan satu gerakan tegas, ia meraih kerah kemejanya, dan dalam satu hentakan kuat, kemeja itu terlepas dari tubuhnya, memperlihatkan dadanya yang bidang dan berotot. Kain itu terlempar ke lantai dengan suara lembut, namun aksinya memancarkan dominasi yang membuat suasana semakin mencekam.
Tanpa memberi Beatrice kesempatan untuk bereaksi, Tyson mengulurkan tangannya, menggenggam pakaian Beatrice. Dalam satu tarikan cepat, kain itu robek tanpa perlawanan, terbelah dan jatuh ke lantai dalam potongan-potongan yang tak lagi berbentuk.
Tidak ada sisa, tidak ada celah untuk bersembunyi.
Beatrice yang kini terpaku oleh rasa kaget dan takut hanya bisa merasakan jantungnya yang berpacu semakin liar.
Sikap Tyson yang begitu tegas dan tidak kenal ampun membuat tubuh Beatrice gemetar. Udara di antara mereka terasa berat, penuh ketegangan yang tak terucapkan. Mata Beatrice yang berkaca-kaca hanya mampu memandang pria itu dengan kebingungan dan ketakutan, sementara Tyson tetap berdiri dengan postur yang penuh kontrol, seperti seorang penguasa yang tak terbantahkan.
"Enghhh," lenguh Beatrice kala mulut Tyson mulai merambah mengecupi basah leher dan belahan benda kenyalnya.
Beatrice yang merasa dirinya lepas kendali, kali ini hanya bisa pasrah di hadapan Tyson. Entah ada apa dengan dirinya, namun tubuhnya selalu melemah kala berhadapan dengan sosok pria di atas tubuhnya ini.
"Akhhh," desah Beatrice begitu Tyson menghentakkan ke dalam intinya hingga sepenuhnya.
Tyson mulai menghujam namun Beatrice menahan suaranya membuat Tyson menghentikan hujamannya dan mencengkeram leher Beatrice.
"Bersuaralah dan sebut namaku!" perintahnya membuat Beatrice hanya bisa memejamkan mata dengan tangan yang memeluk erat punggung kekar Tyson.
/0/15576/coverorgin.jpg?v=ae7c86108849a540d4251fae51083754&imageMogr2/format/webp)
/0/27823/coverorgin.jpg?v=55dd551d49f2a409c8728834bf119f0a&imageMogr2/format/webp)
/0/2297/coverorgin.jpg?v=2eaae2e70c8bfa24da91d073599638b8&imageMogr2/format/webp)
/0/27809/coverorgin.jpg?v=4c8db0fc5513b60aaa7c78f55d65dc6b&imageMogr2/format/webp)
/0/13179/coverorgin.jpg?v=09d13ef6716a3aeb1f8a9f5278617e10&imageMogr2/format/webp)
/0/26387/coverorgin.jpg?v=c3a0137266f1770afa01ef85fdc7d4b7&imageMogr2/format/webp)
/0/27352/coverorgin.jpg?v=d332dbd2fd6c23ffee6f11115c1d1cbc&imageMogr2/format/webp)
/0/29077/coverorgin.jpg?v=7f587cedaf8876f8c365a95b8de9a5c5&imageMogr2/format/webp)