/0/16821/coverorgin.jpg?v=12a7363d56d48ac65197b270d1e45d7e&imageMogr2/format/webp)
“Sial!” Arimbi menggerutu kesal setelah melihat kemunculan dua garis merah pada alat deteksi kehamilan. Dia melemparkan hasil tes itu ke pintu kamar mandi kampus. Dia menangis, menyadari kesalahannya.
“Tante Mona, kamu brengsek!” maki Arimbi kesal.
Arimbi mampu mengingat dengan jelas kejadian satu bulan sebelumnya, saat tante Mona memintanya untuk menemani pelanggannya seperti biasa. Namun kali ini Arimbi ditawari dengan bayaran yang lebih besar. Arimbi segera menerima tawaran itu karena sudah waktunya dia harus segera melunasi tagihan pembayaran uang semesteran.
Tanpa Arimbi sadari bahwa malam itu merupakan jebakan baginya. Tante Mona memanfaatkannya, dan menyerahkan Arimbi pada lelaki hidung belang yang telah menodainya. Yang Arimbi ingat adalah pagi harinya dia sudah berada di kamar hotel dengan seorang pria yang tak dikenalnya. Dan yang membuatnya shock adalah, tanpa sehelai benangpun menutupi tubuhnya.
Tok tok tok. Tiba-tiba Arimbi dikagetkan suara ketukan dari luar kamar mandi di tempat dia berada. “Siapa ya di dalam. Bisa gantian tidak?” suara seorang pria terdengar di luar. Arimbi segera menyimpan test pact yang digunakannya tadi di dalam tasnya kemudian memperbaiki jilbab yang dipakainya. Setelah itu segera keluar dari kamar mandi. Di depan kamar mandi, berdirilah sosok Dimas tepat didepan pintu kamar mandi. Arimbi hampir saja menabraknya.
“Kamu bertelor didalam? Lama amat sih?” sindir Dimas. Arimbi hanya diam mendengarkan sindiran Dimas.
Dimas adalah seniornya di kampus. Punya wajah ganteng, gaya yang cool, keren, tajir pula. Siapa sih yang tidak kenal Dimas. Tahun ini dia didapuk menjadi Senat Mahasiswa pula selain kegiatannya sebagai ketua BEMFA. Tidak ada yang cela sebenarnya.
Tapi tidak keren bagi Arimbi. Dimas hanya sosok menyebalkan yang suka iseng menjahilinya. Dimas memang tidak pernah menyatakan isi hatinya secara langsung, namun Arimbi sempat mendengar rencana Dimas untuk proklamirkan cintanya pada Arimbi lewat Helmi sahabat Dimas. Mendengar cerita itu, membuat Arimbi selalu menghindar bila Dimas mendekatinya.
“Kamu sakit? Kok pucat?” Tanya Dimas menunjukkan perhatiannya.
“Tidak, aku ga papa kok. Aku masuk dulu ya, Mas.” Jawab Arimbi segera meninggalkan Dimas.
Arimbi segera melihat jadwal mata kuliah hari ini. Mata kuliah Psikologi Kepribadian. Sebenarnya Arimbi suka sekali dengan mata kuliah ini, namun karena pikirannya sedang tidak karuan membuatnya tidak bersemangat untuk mengikuti kelas.
Tiba di kelas, Arimbi mengambil posisi duduk di baris paling belakang. Rasa pusing menyerang kepalanya mengingat garis dua yang muncul di test pack yang di belinya tadi siang. Arimbi tidak menyadari saat Dimas duduk tepat disebelahnya.
“Selamat pagi, semuanya!”
“Selamat pagi, Pak!”
“Perkenalkan, saya Mahesa. Mulai semester ini saya akan memberikan kuliah mengenai Psikologi kepribadian. Mohon dicermati peraturan selama perkuliahan berlangsung. Pertama, saya tidak bisa mentolerir kehadiran dibawah 85 persen. Itu artinya kalian hanya saya beri toleransi tidak mengikuti perkuliahan saya maksimal tiga kali. Saya sangat menghargai setiap kehadiran dan keaktifan kalian selama perkuliahan berlangsung.” Dosen baru itu mulai berbicara mengenai peraturan yang wajib diikuti mahasiswanya.
Arimbi yang sedang tidak konsentrasi mengetuk-ngetuk mejanya yang menimbulkan suara berisik membuat Mahesa menegurnya.
“Kamu yang dibelakang, yang pakai kacamata. Ada yang mau ditanyakan?” Mahesa mengajukan pertanyaan dadakan pada Arimbi dengan alis ditekuk. Dimas menyenggol tangan Arimbi yang mengetuk meja, membuat Arimbi tersadar. Dimas memberikan isyarat mata pada Arimbi agar mengalihkan perhatiannya pada Dosen baru itu. Arimbi kemudian mengikuti arah mata Dimas kearah Mahesa. Tiba-tiba saja mulut Arimbi terbuka melihat pria yang mendekatinya itu.
“Siapa nama kamu?” Tanya Mahesa.
“Saya Arimbi Prameswari, Pak!” jawab Arimbi masih tak mampu menyembunyikan keterkejutannya pada sosok Mahesa yang merupakan Dosennya. Mahesa memicingkan matanya menatap Arimbi.
“Kamu keberatan mengikuti perkuliahan saya?” Tanya Mahesa lagi.
“Tidak, Pak. Mohon maafkan saya.” Jawab Arimbi dengan dada bergemuruh.
“Setelah jam perkuliahan habis, segera temui saya di ruangan saya!”
“Baik, Pak.” Jawab Arimbi.
Mahesa kemudian berbalik menuju ke depan kelas melanjutkan perkuliahan. Sementara Arimbi masih shock dengan penampakan Mahesa di depan mata kepalanya sendiri. Dia adalah si pria hidung belang yang menodainya. Arimbi
“Tante Mona kamu brengsek!” Arimbi bergumam lirih.
*****
/0/5515/coverorgin.jpg?v=20250121171519&imageMogr2/format/webp)
/0/6402/coverorgin.jpg?v=415fdd04636cb33bd711fbc7727aab9d&imageMogr2/format/webp)
/0/6578/coverorgin.jpg?v=bf3a9a7e30cc3e7316a860916e948885&imageMogr2/format/webp)
/0/2933/coverorgin.jpg?v=20250120143135&imageMogr2/format/webp)
/0/2789/coverorgin.jpg?v=20250515113943&imageMogr2/format/webp)
/0/7999/coverorgin.jpg?v=7ca51fbb845bc6d60701e1dc04e508ad&imageMogr2/format/webp)
/0/22402/coverorgin.jpg?v=20250317180442&imageMogr2/format/webp)
/0/15614/coverorgin.jpg?v=c418b1aaaf998551827b3d1ad249b85a&imageMogr2/format/webp)
/0/10328/coverorgin.jpg?v=285cb73fd438350480124be261fee44d&imageMogr2/format/webp)
/0/17534/coverorgin.jpg?v=20240419170158&imageMogr2/format/webp)
/0/2986/coverorgin.jpg?v=4bc49dfdf044bc6f097562ec8e1b88c2&imageMogr2/format/webp)
/0/17498/coverorgin.jpg?v=20240401115211&imageMogr2/format/webp)
/0/2677/coverorgin.jpg?v=96eab8094af9a183be1858b2b7d893d7&imageMogr2/format/webp)
/0/11057/coverorgin.jpg?v=d9f50008695c1c4c251953922950c295&imageMogr2/format/webp)
/0/20601/coverorgin.jpg?v=c767a518547a1a5362b5171616e93730&imageMogr2/format/webp)
/0/16123/coverorgin.jpg?v=20240206184601&imageMogr2/format/webp)