/0/13428/coverorgin.jpg?v=f5f1ee039192fbc2be110670d4476ba9&imageMogr2/format/webp)
Napas Scarlett Chen tercekat, jantungnya berpacu bagai genderang perang di dalam rongga dada. Jemarinya gemetar saat membuka pesan singkat di ponselnya, sebuah alamat hotel mewah dengan instruksi singkat: "Temui aku di sini, sayang. Ada kejutan." Senyum tipis terukir di bibirnya. Pasti Daniel. Kekasihnya itu memang gemar memberi kejutan, apalagi setelah seminggu penuh tenggelam dalam pekerjaan. Daniel Lee, sang CEO tangguh yang mendominasi setiap aspek hidupnya, adalah satu-satunya alasan detak jantungnya berdebar kencang seperti ini.
Dengan langkah riang, Scarlett melangkah ke lobi hotel yang megah, aroma melati dan sandalwood menyambutnya, memanjakan indera penciumannya. Lift berdenting pelan, membawanya ke lantai yang tertera di pesan. Pintu kamar 207, begitu katanya. Scarlett merapikan gaun sutra selututnya, memejamkan mata sesaat, membayangkan pelukan hangat Daniel, bisikan mesra yang selalu berhasil meluluhkan hatinya. Sebuah ketukan pelan. Pintu terbuka.
Namun, bukan Daniel yang berdiri di ambang pintu.
Seorang pria asing, tinggi menjulang dengan seringai licik terpampang di wajahnya, menghalangi pandangan. Mata Scarlett membelalak, napasnya tertahan. "Maaf, Anda siapa?" tanyanya, suaranya tercekat.
Pria itu tidak menjawab, melainkan meraih pergelangan tangan Scarlett dengan cengkeraman kuat, menyeretnya masuk ke dalam kamar yang remang-remang. Jantung Scarlett mencelos. Ini jebakan! Ia berusaha melepaskan diri, meronta sekuat tenaga, namun tenaga pria itu terlalu besar. "Lepaskan aku! Apa yang kau lakukan?!" teriak Scarlett, ketakutan mulai merayapi setiap sendi tubuhnya.
Pria itu mendorongnya dengan kasar ke atas ranjang king-size. Tubuh Scarlett terhempas, pegas kasur memantul, seolah menertawakan ketidakberdayaannya. Ia mencoba bangkit, namun tangan kekar itu menekan bahunya, kembali menjatuhkannya. Mata pria itu berkilat nafsu, menelanjangi Scarlett dengan pandangannya yang menjijikkan.
"Kau pikir kau bisa lolos, manis?" desisnya, suaranya serak dan berat, membuat bulu kuduk Scarlett berdiri.
Air mata mulai menggenang di pelupuk mata Scarlett. Ketakutan yang mencekik membuat paru-parunya sesak. Ia meronta, menendang, mencoba berteriak, namun suaranya hanya menjadi bisikan pilu. Dengan satu gerakan cepat, pria itu merobek gaun sutra Scarlett, kainnya bergesekan kasar, meninggalkan bekas merah di kulitnya. Kain-kain itu berserakan di lantai, menjadi saksi bisu kekejaman yang akan terjadi.
"Tidak! Jangan sentuh aku!" Scarlett berteriak, suaranya serak, tenggorokannya sakit. Ia mencoba menutupi tubuhnya dengan tangan, namun percuma. Pria itu menyeringai, matanya penuh hasrat gelap. Ia pun membuka pakaiannya sendiri, memperlihatkan tubuhnya yang kekar dan mengerikan.
Pangan Scarlett membelalak saat pria itu menaiki tubuhnya, bobotnya yang berat menindihnya, membuat napasnya sesak. Kengerian mencengkeramnya. "Tolong! Siapapun!" teriak Scarlett, berharap ada keajaiban, seseorang akan datang menyelamatkannya dari neraka ini.
Pria itu mencondongkan wajahnya, mencium bibir Scarlett dengan paksa. Bibir yang selama ini hanya disentuh oleh Daniel, kini dinodai oleh sentuhan menjijikkan ini. Scarlett memalingkan wajah, berusaha menghindar, namun cengkeraman tangan pria itu terlalu kuat. Lidahnya memaksa masuk, menjajah setiap inci rongga mulut Scarlett, membuatnya mual.
Tangan pria itu turun, meremas payudara Scarlett dengan kasar. "Mhhhh...kau sangat cantik, sayang," desahnya, suaranya seperti geraman binatang buas. "Sangat... manis..."
Scarlett menggeliat, air mata membanjiri pipinya. Ia merasa jijik, tubuhnya gemetar tak terkendali. Pria itu terus meremas, jemarinya semakin turun, menyusup ke selangkangan Scarlett, lalu memaksa masuk ke dalam vaginanya.
"Ahhh... kau begitu sempit... nikmat sekali..." desah pria itu, kepalanya mendongak, matanya terpejam dalam kenikmatan yang menjijikkan.
Scarlett menjerit, "Tidak! Jangan!" Ia menendang, menggerakkan pinggulnya, berusaha melepaskan diri dari sentuhan kotor itu. Namun, pria itu hanya tertawa, tawa yang penuh kemenangan dan kekejaman. Ia menarik tangannya keluar, lalu dengan brutal, memaksa penisnya yang tegang masuk ke dalam mulut Scarlett.
"Telan! Telan semuanya!" perintahnya, suaranya serak. Ia menekan kepala Scarlett, memaksa penisnya masuk lebih dalam. Scarlett terbatuk, tersedak, air mata dan air liur bercampur, membasahi pipinya. Rasa pahit dan jijik memenuhi mulutnya. Ia tidak bisa bernapas. Ia merasa akan mati.
"Ghhhh... ahhh... lebih dalam... telan... lagi..." desah pria itu, napasnya memburu.
Scarlett memberontak, namun cengkeraman pria itu terlalu kuat. Pria itu menggerakkan pinggulnya, dan Scarlett merasakan cairan kental, menjijikkan, memenuhi mulutnya. Ia ingin memuntahkannya, namun pria itu menekan kepalanya, memaksa Scarlett untuk menelan. Scarlett terisak, merasakan cairan itu mengalir di tenggorokannya, membakar, menghancurkan segalanya.
"Bagus... kau gadis penurut..." desah pria itu, menarik penisnya keluar sebentar, lalu kembali memaksa masuk. Scarlett sudah tidak punya tenaga lagi untuk melawan. Ia hanya bisa pasrah, memejamkan mata, membiarkan tubuhnya dinodai, jiwanya hancur berkeping-keping. Pria itu mengulanginya berkali-kali, desahan-desahan liarnya memenuhi ruangan, setiap desahan adalah tusukan belati bagi jiwa Scarlett.
"Ohhh... ya... ini... ini sangat... ahhh... nikmat..." desahnya, suaranya parau.
Scarlett hanya bisa terisak, air mata membanjiri bantal, menenggelamkan rasa sakitnya. Ia ingin mati saja. Ia ingin semua ini berakhir.
Daniel Lee, dengan napas memburu dan langkah lebar, melesat menuju kamar 207. Hatinya dipenuhi amarah yang membakar. Sebuah pesan anonim baru saja masuk ke ponselnya, sebuah foto yang membuat darahnya mendidih: Scarlett, kekasihnya, di kamar hotel ini, bersama pria lain. Foto itu buram, namun jelas terlihat Scarlett terbaring tak berdaya di bawah tubuh seorang pria. Kecemburuan dan kemarahan menguasai Daniel, mengikis habis setiap rasionalitas. Ia tidak percaya. Scarlett tidak mungkin mengkhianatinya. Tapi foto itu...
Ia mendobrak pintu kamar 207 tanpa peduli etika. Pemandangan di hadapannya menghantamnya seperti palu godam. Pakaian Scarlett robek berserakan di lantai. Dan di atas ranjang, pria asing itu masih menindih tubuh Scarlett, penisnya masih berada di mulut kekasihnya.
Dunia Daniel runtuh.
Amarah yang selama ini tertahan, meledak dengan dahsyat. Otaknya blank, hanya ada satu dorongan: menghancurkan pria di atas Scarlett. Dengan geraman yang lebih mirip raungan binatang buas, Daniel melompat, menarik pria itu dari atas Scarlett, lalu menghantamkan tinjunya ke wajahnya berkali-kali. Pria itu terhuyung, darah membasahi wajahnya, namun Daniel tak peduli. Ia terus memukul, melampiaskan semua rasa sakit dan pengkhianatan yang ia rasakan.
"Brengsek! Berani-beraninya kau menyentuh kekasihku!" raung Daniel, suaranya bergetar karena emosi yang meluap-luap.
Pria itu mencoba melawan, namun tinju Daniel terlalu kuat. Ia terkapar di lantai, tak berdaya. Daniel meludahinya, lalu beralih menatap Scarlett. Wajah Scarlett pucat pasi, air mata membanjiri pipinya, tatapannya kosong. Tubuhnya gemetar tak terkendali.
"Scarlett?" Suara Daniel bergetar, namun bukan karena simpati, melainkan karena kemarahan yang membakar. Ia melihat tubuh Scarlett yang telanjang, bekas merah di kulitnya, rambutnya acak-acakan. Pemandangan itu bagai racun yang menyebar di nadinya. "Apa-apaan ini?" desisnya, suaranya dingin, mematikan.
Scarlett mencoba meraih tangan Daniel, air matanya semakin deras. "Daniel... bukan... bukan begitu..."
/0/26531/coverorgin.jpg?v=20250719183005&imageMogr2/format/webp)
/0/5965/coverorgin.jpg?v=8ba9dbc281bfef5db056c575f7bdedd2&imageMogr2/format/webp)
/0/12161/coverorgin.jpg?v=20250122183107&imageMogr2/format/webp)
/0/21236/coverorgin.jpg?v=39d2d12763a5371b77bafcc2fa43782d&imageMogr2/format/webp)
/0/14667/coverorgin.jpg?v=fccb654b9c8177faf9297c0b8ec11b95&imageMogr2/format/webp)
/0/10859/coverorgin.jpg?v=20250122182919&imageMogr2/format/webp)
/0/23611/coverorgin.jpg?v=20250429182639&imageMogr2/format/webp)
/0/27186/coverorgin.jpg?v=3e8fce2b10140a6d406646eb10c87941&imageMogr2/format/webp)
/0/29101/coverorgin.jpg?v=57f307cb8ccdea77ab0e2c126bca7f0e&imageMogr2/format/webp)
/0/18956/coverorgin.jpg?v=20240730192700&imageMogr2/format/webp)
/0/4769/coverorgin.jpg?v=9fccc50e758603cff30640f79b5a6911&imageMogr2/format/webp)
/0/20678/coverorgin.jpg?v=5fbb8a76d766ebd1ace2b33e737af578&imageMogr2/format/webp)
/0/30874/coverorgin.jpg?v=7f0e1b340e4bd7f7f19a0bef01c82087&imageMogr2/format/webp)
/0/16582/coverorgin.jpg?v=20240321212541&imageMogr2/format/webp)
/0/9285/coverorgin.jpg?v=2ea03bed058bb2f14a21dd07d1595e00&imageMogr2/format/webp)
/0/29079/coverorgin.jpg?v=20251106170307&imageMogr2/format/webp)
/0/21620/coverorgin.jpg?v=0ba7ea487a17f8477be9939ab408a1a8&imageMogr2/format/webp)
/0/2931/coverorgin.jpg?v=048bd5b0ea0fc309e799badf22a02a5c&imageMogr2/format/webp)