Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Sang Pemuas
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Langkah Leanna terhenti, dia meluruskan punggungnya. Lututnya terasa ingin terlepas saja dari kakinya. Dia sudah menyerah, tidak sanggup menaiki tangga darurat di lantai 7 itu. Napasnya panas, terengah-engah. Paru-parunya ingin meledak.
"Aku tidak mengerti, kenapa ada jadwal pemeliharaan elevator di saat genting seperti ini," Lea mengatur napas dalam, tapi akhirnya dia tertawa. Dia bercanda dengan dirinya sendiri, kemungkinan karena umurnya sudah tidak muda, naik tangga saja dia sudah kelelahan.
"Tidak apa-apa, aku hanya terlambat 30 menit," desis Lea berbicara sendiri, dia menghempas sepatu yang ditentengnya. Tapi Heels hitam itu terasa kasar di kakinya, seharusnya dia memakai stocking.
"Tenang... Tenang," desis Lea. Dia mengatur napas dan mulai merapikan helaian rambut yang mulai turun dari dahinya. Mungkin saat ini rambutnya berantakan bercampur keringat.
Lea bergegas membuka ujung pintu darurat. Air conditioner langsung dingin langsung bertiup, rasanya sangat nyaman. Leana menikmati rasa sejuk itu menyapu keringat dinginnya.
"Selamat pagi, Bu Leanna."
Lea tersenyum, membalas sapaan salah satu karyawan yang melihatnya baru datang. Benar, Lea datang ke kantor terlambat pagi ini, sungguh memalukan! Untungnya... semua orang sedang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, mereka tidak memandangi Lea selayaknya orang yang harus dikenai denda keterlambatan. Lea buru-buru berjalan cepat nenuju ruangannya.
"Oh, syukurlah!" desah Lea seraya membuka pintu menuju ruangannya. Mata berkedip saat melirik Siska, sekretarisnya. Lea memberi isyarat, kalau dia telat datang.
Siska tersenyum dan mengikuti atasannya itu masuk ke ruangannya. "Bu Leanna, selamat pagi," sapa Siska sambil membawa beberapa berkas.
"Selamat pagi, Siska. Oh, aku benar-benar tidak tahu, kalau hari ini elevator dalam jadwal perawatan. Kenapa kamu tidak memberitahuku?" Lea langsung duduk di kursinya, dia meluruskan kaki dan melepas sepatu heels yang dikenakannya. Dia lebih nyaman memakai sandal.
"Maaf, bu... Saya sudah mencoba hubungi ponsel ibu, tapi sepertinya ada gangguan. Saya juga sudah mengirimkan pesan," jawab Siska sambil merapikan tas Lea yang hampir terjatuh. Siska memandangi pakaian atasannya itu tampak kacau, sepertinya dia terburu-buru berangkat kerja.
"Benarkah?"
Lea menggaruk dahinya. Dia merogoh ponsel di dalam blazernya. Oh, pantas saja ponselnya mati. Lea menyadari kancing kemejanya tidak terpasang dengan baik.
"Apakah aku ada schedule hari ini?" tanya Lea sambil merapikan kemejanya. Di hari Senin ini, dirinya memulai hari senin dengan kelalaiannya sendiri.
"Hari ini, kita ada rapat dengan pak direktur setelah makan siang, Bu. Ada interview dengan karyawan baru yang akan menepati posisi wakil manajer," jelas Siska.
Lea menaikkan pandangan matanya. Wakil manajer? "Oh, yang infonya dia adalah kenalan pak direktur? Benarkah?" tanya Lea mencoba mengingat-ngingat.
"Iya bu, keponakan pak Direktur Kalandra. Namanya Elver... Dia baru lulus saja tahun ini," jelas Siska
"... Astaga, kenapa tidak cari tenaga profesional saja," Lea menghela kesal. Tentu saja, nantinya dia akan menghabiskan tenaganya untuk mengurusi training dan juga mengajarinya. Pak Direktur memang nepotisme! Batinnya berang.
"Baiklah, aku mau memeriksa email dulu," ucap Lea. Siska mengangguk, beranjak keluar dari ruangan Lea.
Lea buru-buru mengambil celana dalam dan stocking dari dalam tasnya, dia langsung ke kamar mandi. Demi apa pun kebodohannya, sampai pakai celana dalam saja dia tidak sempat! Lea memandangi dirinya di cermin, memastikan pakaiannya sudah rapi. Tidak lupa, dia menyemprotkan parfum di pergelangan tangannya.
"Untung saja tadi aku sempat mandi bebek," celetuk Lea sambil tertawa.
Leanna Mentari Iskandar, seorang Manajer cabang di sebuah perusahaan besar ekspor impor. Leanna adalah anak perantauan yang sedang merasakan kesuksesannya dalam berkarir. Dia termasuk anak buah kesayangan atasannya, karena selalu berhasil mendapatkan proyek besar yang tentu saja menguntungkan perusahaannya. Hanya saja...
Ponselnya berbunyi, Lea membuka pemberitahuan di ujung layar dengan warna merah.
"Tuan Je. 35 tahun. Submisif Sadomasokis. Kamis, pukul 19.00 sore. Tekan ya untuk SETUJU atau TIDAK untuk menolak."
Leanna tidak menjawab, dia meletakkan ponselnya kemudian tersenyum datar. Dia masih menunggu jadwal lainnya.
Apa lagi yang dia cari? umurnya yang sudah menginjak 27 tahun. Kata orang, umur segitu adalah umur menjelang kadaluarsa bagi seorang wanita. Wanita harus buru-buru menikah... melahirkan... Nanti kalau tidak begitu, dipastikan dia kesulitan saat melahirkan atau susah punya anak. akhirnya saat menua akan hidup sendirian dan menderita.
Lea menopang wajahnya, matanya mengamati deretan surat-surat elektronik yang belum dibacanya. Jarinya dengan cat kuku merah tua dengan lincah menggeser layar, dia mencari apa yang ingin dia mulai hari ini.
Sambil menguap, Lea mencoba melebarkan matanya. Rasa kantuk itu merangkupnya lagi karena dirinya tidur dini hari. Semalam Lea mendapat teman bermain yang luar biasa. Pria Belanda bernama John. Pria 40 tahun itu punya tubuh yang luar biasa bagus. Sayangnya, Lea tidak akan pernah tidur dengan para submisifnya. Padahal, pria itu sangat gagah.
"Hm... " Lea melihat email berisi CV milik calon manajer kantor yang dimaksud. Seorang pemuda yang menurutnya masih terlalu muda untuk memegang jabatan penting. Elver Ra Said, 23 tahun. Leanna memeriksa pengalaman kerja yang tertulis, ternyata dia baru saja lulus dari universitas luar negeri dan pernah punya startup sendiri di New York, tipikal anak muda jaman sekarang. Lea memandangi foto Elver, wajahnya oriental antara etnis Cina, korea atau Jepang. Cukup menarik bagi penggemar idol kekinian.
"Harusnya dia bekerja di bagian administrasi sebelum naik ke jabatan penting," desis Lea. Bagaimana pun orang yang punya referensi dengan atasan, pasti melaju dengan cepat. Mereka menyebutnya privilege. Di bandingkan dirinya, berawal bekerja mati-matian di bagian marketing.
Lagi-lagi ponselnya berbunyi. Sebuah pesan muncul.
"Tuan Partoni. 20 tahun. Submisif. Sabtu, pukul 22.00 malam. Tekan ya untuk SETUJU atau TIDAK untuk menolak."
Mata Lea menyempit. Harusnya mereka membaca ketentuannya. Leanna tidak suka berhubungan dan bermain dengan pria muda di bawah umurnya. Tentu saja Lea langsung menekan "TIDAK".
Leanna mendesiskan napasnya dengan kesal.
Tidak ada yang mengetahui, bahwa Leanna punya sisi lain yang liar dan gila. Dia adalah anggota "Pemain" aplikasi khusus dewasa dari situs terselubung.
Lea segera menutup aplikasi berlatar merah itu. Matanya melirik ke arah pintu, Lea mengendus senang, bau kopi yang diantarkan Siska ke mejanya. Sinar matanya tampak menyala-nyala mencium baunya saja membuatnya melek.