Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Gairah Liar Pembantu Lugu
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Sang Pemuas
Suara nyaring sepatu heels warna hitam model strapy shoes dari seorang wanita yang mengenakan sheath dress menggemparkan Aline Publishing, sebuah perusahaan penerbitan terbesar di Kota Dansk dan satu dari lima penerbitan yang memiliki saham paling stabil di bursa efek. Wanita berambut coklat gelap, dengan alis tebal dan meruncing tersebut adalah pemimpin, pemilik, sekaligus CEO Aline Publishing, Aline von Otto Geischt Haimen.
Wanita dengan tipe yang tak akan membuang waktu hanya untuk urusan sepele dan tak penting, sehingga dirinya jarang sekali berada di kantor dan menghabiskan waktu di sana. Namun kali ini isu kedatangannya yang tiba-tiba membuat geger dan gempar seisi perusahaan.
"Sayang, sarapan sudah siap. Kapan kau akan bangun?" tanya Aline teriak sembari menyiapkan dua buah piring khas Belanda di atas meja makan yang tak terlalu besar.
Tak ada jawaban. Aline terus menyiapkan segala sesuatu untuk melengkapi sarapan pagi nan mewah keluarga kecilnya. Semenit-dua menit tak ada jawaban, Aline segera bergegas naik ke lantai dua kamarnya dan menghampiri sang suami, Jeffrey Anderson yang masih memeluk selimut tebal nan hangat.
"Apa kau memanggilku, Sayang?" tanya Jeffrey tiba-tiba membuka matanya.
Aline yang terkejut langsung berdiri dan membelakangi sang suami. Dengan degup jantung berdetak kencang, sang suami hanya tertawa kecil dan memeluk mesra sang istri sambil berkata, "Selamat pagi, istriku."
"Jam berapa kau akan berangkat kerja?" tanya Aline kini memutar badannya menghadap wajah Jeffrey.
"Sebentar lagi. Bagaimana denganmu? Apa kau akan menyambangi kantormu, Sayang?" tanya Jeffrey memeluk sang istri.
"Hmmm, kurasa ti …,"
Sebuah deringan ponsel mengejutkan pagi nan mesra antara Aline dan Jeffrey. Sang suami berusaha menahan Aline yang ingin mengambil gawainya di atas meja dekat lampu tidur mereka. "Sayang …," ucap Aline mendelikkan matanya sembari tersenyum.
"Rosaline? Ada apa?" ucap Aline melihat nama seseorang yang disebut Rosaline di layar gawainya.
"Ada apa?"
[Selamat pagi, Nona Aline.]
"Pagi, ada apa? Jangan buang waktuku
Katakan langsung saja. Apa ada masalah di perusahaan?"
[Itu …,]
"Itu apa?"
Jeffrey yang berdiri tak jauh dari Aline segera menghampiri sang istri, namun Aline justru mendorong tubuh Jeffrey pelan dan menghindarinya. "Ada apa dengan Aline?" tanya Jeffrey heran.
"Katakan, Rosaline. Ada apa?"
[Nona, perusahaan sedikit mengalami masalah.]
"Apa? Masalah? Masalah apa?"
[Departemen yang dipimpin oleh Georgio baru saja menerima sebuah e-mail dari salah satu penulis yang menjadi tumpuan Aline Publishing, Penulis Bertopeng. Dia mengatakan akan berhenti menulis novelnya yang berjudul 'Eindeloze Liefde (Cinta Tiada Akhir)' dan berencana akan menarik naskahnya dari perusahaan kita, Nona.]
"Apa!! Bagaimana mungkin!?" Aline tersulut emosi.
Jeffrey yang masih berada di dalam kamar hanya duduk di sebuah kursi putih yang ada di dekat jendela kamar mereka sambil memperhatikan sang istri menelepon.
[Saya--saya juga tidak tahu, Nona. Georgio baru saja menerimanya.]
"Baru saja menerimanya? Seberapa lama?"
[Sekitar 20 menit yang lalu, Nona.]
Aline memperhatikan jam yang terpaku di dinding putih kamarnya. '07.20,' gumamnya.
[Lalu, bagaimana Nona? Apa yang harus kita lakukan?]
"Di mana Melda? Apa dia sudah tahu?"
[Nona Melda belum datang, Nona dan saya rasa beliau belum tahu.]
"Aku tak butuh 'rasamu!' Aku menggajimu bukan untuk menggunakan rasamu, tapi logikamu! Paham!!" sentak Aline. "Aku akan ke sana. Pastikan saja tak ada yang tahu kedatanganku!" perintah Aline dan langsung menutup gawainya kasar.
"Ada apa, Sayang? Kau terlihat sangat kesal." Jeffrey kemudian berdiri dan menghampiri sang istri yang terlihat sangat emosi dan napas tersengal.
"Tak ada apa-apa. Maaf, Sayang. Tapi sepertinya kau harus sarapan sendiri." Aline menatap wajah Jeffrey dan meletakkan tangannya di wajah sang suami.
"Kenapa? Apa ada masalah?" tanya Jeffrey penasaran.
"Itu …," netra Aline menyelasar ke lantai marmer mansion mewah mereka.
"Itu apa, Sayang? Apa ada masalah di kantor?" tanya Jeffrey lagi.
"Aku harus segera bersiap. Tolong lepaskan tanganmu dari pundakku." Aline melirik sang suami tajam.
Kali ini suara Aline berubah sedikit dalam dan tegas. Mendengar sang suara sang istri seperti itu, Jeff langsung melepaskan tangannya dan mengangkat kedua tangannya. Ia tahu jika Aline adalah wanita yang menjunjung tinggi pride-nya dan tak ada seorang pun yang boleh menginjak-injak harga dirinya.
"Baiklah, hati-hati di jalan. Apa mau aku jemput?" tawar Jeff.
"Tidak!" Tegas Aline berdiri, menuju meja rias warna pastel dan merias dirinya secantik mungkin.
"Aku keluar dulu kalau begitu, Sayang. Kutunggu di bawah, ya." Dengan mengunggah senyum manisnya, Jeff meninggalkan kamar mereka dan turun ke lantai satu menunggu sang istri di meja makan.
Sementara itu, Aline yang sedang sibuk merias dirinya tampak menyiratkan tatapan tajam nan menyeramkan, seakan emosinya yang tak lagi dapat ditahan.
"Penulis Bertopeng? Setelah kupikir-pikir, cukup lama juga perusahaanku meng-hire jasanya. Tapi sampai sekarang aku belum tahu identitas aslinya. Dan sekarang, dia malah membuat ulah? Bedebah jahanam! Tak tahu diuntung!" kesal Aline tak sadar mematahkan pensil alisnya.
****
Kantor Aline Publishing